Hampir di penghujung bulan Ramadan dan sebentar lagi teman-teman umat Muslim di seluruh dunia akan merayakan hari Raya Idul Fitri yang di Indonesia juga dikenal dengan Lebaran.Â
Hari Raya Idul Fitri adalah bertepatan dengan masuknya bulan yang baru yaitu bulan Syawal atau bulan kesepuluh dalam penanggalan tahun Hijriah.
Sebagaimana setelah berpuasa di bulan Ramadan maka perayaan hari kemenangan umat muslim di seluruh dunia akan merayakan hari Idul Fitri atau Lebaran.Â
Di Indonesia hari Lebaran juga adalah seperti pula hari-hari besar keagamaan lainnya dirayakan meriah dengan pernak-perniknya dan ditandai pula dengan acara keagamaan yang khidmat seperti Sholat Id berjamaah, kemudian saling bersilaturahmi, dan berkumpul dengan keluarga serta handai taulan lainnya.
Sayang memasuki tahun kedua di masa Pandemi untuk beberapa acara dan kegiatan masih dibatasi dan dilaksanakan melalui protokol kesehatan yang telah diatur oleh Pemerintah.Â
Bahkan Lebaran 2021 kali ini pun masih diwarnai dengan pelarangan mudik dan pembatasan mobilitas masyarakat di beberapa daerah. Yang kesemuanya itu diharapkan masyarakat Indonesia dapat keluar dari pandemi Covid 19 yang hari-hari ini semakin meningkat penyebarannya.
Parsel Lebaran Sebagai Tanda Silaturahmi
Semangat perayaan hari Lebaran bukan saja bagi umat Muslim namun juga adalah perayaan bagi semua masyarakat di berbagai level. Kemeriahan dengan berbagai bingkisan Lebaran termasuk salah satu yang lazim dan menjadi ciri khas dari perayaan ini.Â
Dari mulai individu per individu, keluarga, juga lembaga maupun instansi juga melakukan aktivitas pengiriman parsel Lebaran dalam aneka bentuk.Â
Bingkisan Lebaran tetap dimaknai sebagai sebuah hadiah, penyemangat dan tanda kemeriahan dan sukacita.
![sumber : UN Covid 19 Response](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/07/lebaran-virtual-6094fa9e8ede486bcf507123.jpg?t=o&v=770)
Tidak jarang pula seorang anak di perantauan mengirimkan uang yang ditunggu-tunggu oleh orang tua tercinta di kampung halaman untuk bisa membeli makanan dan minuman serta pakaian baru.Â
Apalagi di momen perayaan Lebaran tahun ini dengan tanpa bertemu secara fisik untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dalam keluarga khususnya kepada orang tua maka setidaknya pula bingkisan Lebaran adalah sesuatu yang menjadi pelipur lara dan tanda cinta kasih yang disertai dengan rasa syukur.
Kesemuanya itu adalah dilakukan sebagai bentuk perhatian, kasih sayang dan hadiah yang melegakan hati. Semakin menguatkan antara budaya dan acara keagamaan yang seiiring berjalan.Â
Sesuai dengan istilah Lebaran di Indonesia sendiri sebagai metafora bagi orang yang saling mengikhkaskan, berlapang dada dan maaf-memaafkan dengan perasaan yang "plong" (tidak ada menyimpan-nyimpan kesalahan).Â
Sehingga jauh dari harga atau nilai sebesar apapun dari sebuah parsel Lebaran seyogyanya tak kan bermakna apabila tanpa rasa ikhlas, penuh dengan ketulusan hati, semangat kehangatan dan kekeluargaan.
Parsel Lebaran dan Gratifikasi
Menerima atau mengirim parsel Lebaran atau parsel lainnya dalam sebuah perayaan besar keagamaan menjadi sebuah budaya yang lumrah pada masyarakat.Â
Namun perkembangan zaman dengan segala kompleksitasnya baik dari sisi sosial, budaya, politik dan hukum membuat pertimbangan lain terkait pemberian hadiah termasuk parsel ataupun bingkisan Lebaran. Khususnya bagi mereka yang bekerja dan berlabel dengan "pekerja/pejabat negara".
Mengapa? Hakikat parsel lebaran di tengah kemeriahan perayaan Idul Fitri di Indonesia juga tidak luput diatur dan menjadi sebuah perhatian dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.Â
Ketentuan perudang-undangan menyebutkan bahwa terhadap penerimaan hadiah dalam bentuk apapun (sangat luas pengertiannya) termasuk kaitannya dengan parsel atau bingkisan Lebaran kepada Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya ASN, pejabat publik atau penyelenggara negara, bahkan orang-orang yang bekerja pada korporasi dan menerima gaji yang berasal dari keuangan negara/daerah (sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
![sumber : kajianpustaka.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/07/gratifikasi1-6094fb72d541df7b74184032.png?t=o&v=770)
Gratifikasi adalah"pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik".Â
Dalam penerapannya, kriteria sebuah parsel Lebaran atau hadiah lainya akan masuk dalam sebuah gratifikasi yang dilarang bagi PNS atau pejabat sesuai dengan UU Tipikor diatas apabila :
- Gratifikasi yang diterima berhubungan dengan jabatan,
- Penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut / tidak wajar
Gratifikasi pada dasarnya adalah "suap yang tertunda" atau sering juga disebut "suap terselubung".Â
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya.
Oleh beberapa kajian gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi. Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.Â
Undang-undang menggunakan istilah "gratifikasi yang dianggap pemberian suap" untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
![sumber : shutterstock](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/07/silaturahmii-6095018ed541df5a671c2bc2.jpg?t=o&v=770)
Terkhusus pula kepada kaum berkekurangan di tengah kondisi ekonomi yang memburuk akibat pandemi.Â
Mereka yang kurang beruntung akibat pemutusan hubungan kerja, anak yatim piatu, dan kaum marjinal lainnya diluar pula tetap saling berbagi di tengah hangatnya tawa canda antara anak dan orang tua atau pula dengan sesama anggota keluarga dan handai taulan lainnya.Â
Tidak pula ternoda dengan gratifikasi yang dilarang sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Sejatinya pula ibadah yang terlaksana sepanjang bulan suci Ramadan memberikan semangat yang sama untuk mewujudkan iman dan ketakwaan dengan sikap mental yang berintegritas. Riang gembira meski ditengah sulit dan saling berbagi meski jarak memisahkan. Salam
Medan, 7 Mei 2021
-JBS-
* Sumber : Booklet-KPK---Pengenalan-Gratifikasi.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI