Tidak jarang pula seorang anak di perantauan mengirimkan uang yang ditunggu-tunggu oleh orang tua tercinta di kampung halaman untuk bisa membeli makanan dan minuman serta pakaian baru.Â
Apalagi di momen perayaan Lebaran tahun ini dengan tanpa bertemu secara fisik untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dalam keluarga khususnya kepada orang tua maka setidaknya pula bingkisan Lebaran adalah sesuatu yang menjadi pelipur lara dan tanda cinta kasih yang disertai dengan rasa syukur.
Kesemuanya itu adalah dilakukan sebagai bentuk perhatian, kasih sayang dan hadiah yang melegakan hati. Semakin menguatkan antara budaya dan acara keagamaan yang seiiring berjalan.Â
Sesuai dengan istilah Lebaran di Indonesia sendiri sebagai metafora bagi orang yang saling mengikhkaskan, berlapang dada dan maaf-memaafkan dengan perasaan yang "plong" (tidak ada menyimpan-nyimpan kesalahan).Â
Sehingga jauh dari harga atau nilai sebesar apapun dari sebuah parsel Lebaran seyogyanya tak kan bermakna apabila tanpa rasa ikhlas, penuh dengan ketulusan hati, semangat kehangatan dan kekeluargaan.
Parsel Lebaran dan Gratifikasi
Menerima atau mengirim parsel Lebaran atau parsel lainnya dalam sebuah perayaan besar keagamaan menjadi sebuah budaya yang lumrah pada masyarakat.Â
Namun perkembangan zaman dengan segala kompleksitasnya baik dari sisi sosial, budaya, politik dan hukum membuat pertimbangan lain terkait pemberian hadiah termasuk parsel ataupun bingkisan Lebaran. Khususnya bagi mereka yang bekerja dan berlabel dengan "pekerja/pejabat negara".
Mengapa? Hakikat parsel lebaran di tengah kemeriahan perayaan Idul Fitri di Indonesia juga tidak luput diatur dan menjadi sebuah perhatian dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.Â
Ketentuan perudang-undangan menyebutkan bahwa terhadap penerimaan hadiah dalam bentuk apapun (sangat luas pengertiannya) termasuk kaitannya dengan parsel atau bingkisan Lebaran kepada Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya ASN, pejabat publik atau penyelenggara negara, bahkan orang-orang yang bekerja pada korporasi dan menerima gaji yang berasal dari keuangan negara/daerah (sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).