Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lagu Tetangga antara Benci dan Rindu

4 Mei 2021   20:11 Diperbarui: 6 Mei 2021   17:10 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerukunan (sumber: sewarga.com)

"Hei, kalian sudah tau gak kalau anak Bu Butet itu gagal seleksi masuk SNMPTN? Udah saya bilangin tau diri aja tapi ngotot ikutan yah gagal dong", demikian gunjingan tetangga Ibu Butet menyoal anaknya yang gagal masuk SNMPTN. 

Ibu Butet semakin merasa merana karena kegagalan anaknya. Mengurung diri beberapa waktu karena kegagalan itu seperti kutukan baginya. Meski di tengah kesedihan atas kegagalan anaknya, seyogyanya dukungan semangat yang diharapkannya, namun justru semakin diperparah atas ulah tetangganya itu.

"Maaf saya duluan sampai jadi saya yang berhak parkir di sini", demikian cetus tetangga depan rumah tanpa rasa bersalah memarkirkan mobilnya dengan sesuka hati sehingga menghalangi jalan untuk masuk ke garasi rumah saya. Dengan menghela napas di antara hendak memaki dan menahan sabar, saya mengalah untuk sementara parkir di tempat yang lain.

“Jangan kuatir pak, saat ini anak bapak baik-baik saja dokter telah menanganinya dengan baik”, demikian jawaban seorang tetangga yang mengantarkan anak tetangganya ke rumah sakit yang sakit demam tiba-tiba saat orangtuanya sedang bekerja.

Kerukunan (sumber: sewarga.com)
Kerukunan (sumber: sewarga.com)
Demikianlah seluk beluk berelasi antara tetangga yang mungkin kita alami. Tetangga yang merupakan paling dekat di antara kita dalam sebuah lingkungan. Terdekat karena hanya dipisahkan dinding atau tembok pagar khususnya di komplek perumahan di kota-kota besar adalah sebuah pemandangan dan kondisi yang umumnya kita jumpai. 

Namun seiring perkembangan waktu dan zaman, antara bertetangga juga bahkan tidak saling mengenal. Dengan label sama-sama pendatang pada sebuah kawasan plus kesibukan rutinitas dari pagi ketemu malam tidak jarang hanya untuk tegur sapa tidak pernah dilakukan.

Tidak saling kenal dan tiada berkomunikasi, namun terkadang informasi nan keliru justru sering bermunculan dan menjadi konsumsi yang membuat relasi bertetangga justru menjadi sebuah petaka. Yang terdekat menjadi yang paling dibenci dan dihindari.

Perubahan Bertetangga Zaman Now

Pada banyak kasus bisa saja karena ulah gosip “arisan” para asisten rumah tangga yang bertemu di halaman komplek perumahan saat mengemong anak-anak majikannya. 

Para ART yang menjalankan benar-benar kehidupan bertetangga, sementara sang tuan atau para majikan justru tidak pernah saling kenal. 

Alhasil pertemuan antara persatuan ART yang bertetangga inilah menyampaikan informasi yang menyesatkan bahkan mengadu domba. Sesuatu yang tidak ada menjadi ada, kalaupun ada digosok semakin sip.

Kondisi sosial bertetangga dengan pola-pola “saling mengintip” dengan istilah rumput tetangga lebih hijau hampir begitu menghiasi pengalaman dari beberapa teman. Tanpa disadari relasi dan koneksi berikut respon yang salah terhadap perilaku orang lain. Bahkan senyum, cara berpakaian, dan terutama gaya hidup tetangga dengan seluruh keunikannya yang membuat sebagian kita uring-uringan. 

Senyum dibilang genit, tanpa tegur sapa dibilang sombong, dan lain sebagainya. Tak jarang hal ini semakin mengesahkan istilah "siapa lu, siapa guwe". Urus aja diri masing-masing dan masuk dalam eksklusifitas bertetangga.

Gosip teman (sumber : mnrelationalcounseling.com)
Gosip teman (sumber : mnrelationalcounseling.com)
Kebenaran mana yang sepatutnya diteladani tergantung situasi dan kondisi. Mengapa? Karena pada banyak kejadian seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa memang manusia begitu adanya. 

Punya imajinasi dan fantasi tersendiri apalagi kehidupan sosial yang semakin menuju ketidakwarasan ditandai tingkat krimininalitas tinggi menyebabkan fobia terhadap orang asing, mobilisasi dan migrasi yang cepat, akulturasi budaya yang tersendat, tingkat tekanan tinggi di pekerjaan dan banyak faktor lainnya yang menyebabkan hubungan pasang surut dalam sebuah interaksi sosial. 

Hal ini semakin diperparah dengan timbulnya beberapa penyakit mental psikologis yang hari-hari ini menyerang kaum urban kebanyakan, seperti tingkat kecemasan yang tinggi, manajemen kemarahan, skizofrenia dan paranoia.

Namun lagi-lagi bertetangga adalah sebuah interaksi sosial. 

Sebuah interaksi atau relasi yang kecenderungannya akan lebih rentan terjadi miskomunikasi dengan orang-orang yang secara jarak maupun emosional yang dekat dengan kita. Karena lebih mudah dan dekat berinteraksi karena bisa langsung mendengarkan, melihat, berbicara sebagaimana aktivitas manusia maka diperlukan sebuah kedewasaan dalam bertetangga. Sebuah hal yang lumrah dan lazim.

Kesiapan mental bahkan diperlukan karena fenomena penyakit psikologis seperti di atas menyebabkan manusia terjerat dalam sebuah dunia kompetisi atau perlombaan status sosial. Masih berkutat siapa yang merasa “wah” yaitu lebih hebat dari sisi kekayaan, jabatan, dan kemewahan rumah. 

Ini yang membuat bertetangga menjadi semakin jauh dari sesungguhnya sebagai sebuah interaksi sosial yang sehat, hormat-menghormati dan saling bergotong royong yang dulu adalah sejatinya menggambarkan ciri khas masyarakat Indonesia.

Pengalaman Bertetangga di Zaman Old

Istilah tetangga adalah sebagai keluarga terdekat, jiran, atau orang dekat. Para perantau dari desa ke perkotaan dan kemudian bertetangga tanpa melihat suku, agama atau ras adalah sebagai teman atau sahabat bahkan saudara. 

Orangtua selalu berpesan bahwa bertetanggalah yang baik karena bila sewaktu-waktu terjadi sebuah peristiwa baik suka maupun duka sejatinya orang yang pertama sekali terinformasi adalah tetangga.

Secara fisik tetangga adalah rumah sebelah kanan-kiri dan muka-belakang. Bertetangga berarti adalah bersahabat karib dan menjadi dekat bukan saja karena jarak secara harfiah tetapi yang benar-benar bisa menjadi sahabat yang memberikan waktu untuk menolong dan menjadi saudara dalam menghadapi setiap kesukaran.

Pertemanan (sumber : suaramuhammadiyah.id)
Pertemanan (sumber : suaramuhammadiyah.id)
Tetangga atau bertetangga selaku pribadi juga sebenarnya tidak lepas dari sebuah hubungan persahabatan atau persaudaraan. 

Tetangga juga adalah kala meja atau ruang kerja berikut orang-orang yang berada dekatan dengan area kerja juga terkait langsung dengan alur proses kerja. 

Demikian pula sebagai bangsa atau negara juga memiliki negara tetangga yang juga adalah negara-negara sahabat dalam satu kawasan tertentu.

Lantas apakah omongan tetangga adalah sebuah gibahan saja? Menceritakan keburukan atau kelemahan tetangga, jiran atau sejatinya adalah sahabat dekat? 

Mungkin ada yang salah dalam mengartikan kata tetangga atau bertetangga yang selama ini terjadi. Atau mungkin karena kemajuan, bukan kemajuan tepatnya bila dampak yang ditimbulkan adalah sebuah penurunan nilai. 

Ya tepatnya dekadensi moral, yaitu standar moral dengan nilai-nilai luhur yang telah semakin terkikis digilas zaman terhadap perilaku kita sebagai tetangga atau bertetangga.

Anomali terjadi di mana yang dekat menjadi musuh sementara mencari yang jauh untuk menjadi sahabat. Sesuatu yang gak nyata dengan hanya sekadar sahabat virtual atau maya yang belum tentu adalah seorang tetangga yang baik. Bisa saja pula omongan tetangga juga adalah omongan kecil “Tuhan” untuk mengingatkan kekurangan. 

Respon terhadap omongan tetangga berikut seluruh kekesalan yang ditimbulkannya juga bisa membuat refleksi diri. Daripada sekadar kata manis bertetangga namun justru membiarkan diri jatuh dalam sebuah hubungan tanpa makna.

Sampai hari ini dampak yang baik maupun buruk akan terasa menyakitkan atau menghibur memang tergantung dari subyek yang terdekat mengatakannya. Sama dengan berelasi dalam sebuah keluarga atau saudara yang paling rentan menghancurkan atau melanggengkan karena unsur kedekatannya.

Bila orang yang tidak dikenal atau jauh mungkin omongan itu adalah hanya omong kosong dan tidak perlu diambil hati demikian, sebaliknya omongan tersebut akan terngiang-ngiang membisingkan telinga dan hati. 

Semoga semangat Rukun Tetangga dan Rukun Warga masih bisa terwujud di tengah-tengah masyarakat kita. Semoga

Salam rukun dan damai

Medan, 4 Mei 2021

-JBS-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun