Sebuah simbol peradaban identik sekali dengan sebuah karya baik secara fisik maupun non fisik. Dan bagi negeri ini sejarah kejayaan peradaban sebagai pusat kemajuan dunia pernah ditorehkan. Bukti kebanggaan akan kejayaan negeri ini masih gagah berdiri dan memanggil seluruh anak negeri untuk berdiri tegak kembali dengan menatap simbol jati diri bangsa pada kemegahan mahakarya "Candi Borobudur".
Beradasarkan bebera literatur dan catatan sejarah menyebutkan bahwa Candi Borobudur yang terletak di Magelang yang jaraknya kurang lebih 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta adalah candi stupa yang didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dan diyakini Candi Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Bila hanya melihat catatan sejarah dan juga dari tayangan televisi kemegahan dan rasa kekaguman terhadap mahakarya seni arsitektur candi ini seakan-akan sebuah mimpi belaka. Pesimistis dan tidak terlalu menarik untuk dikunjungi. Namun bermula kurang lebih 7 tahun yang lalu ketika tanpa direncanakan untuk mengunjungi candi ini, akhirnya waktu memperkenankan saya untuk mengunjunginya (dari kota Medan menuju Yogyakarta). Dan sebagaimana pelancong luar yang berkunjung ke Yogyakarta maka tidak lengkap bila kemudian untuk tidak singgah pula ke situs sejarah dunia ini.
Candi Borobudur sebagai mahakarya seni yang diciptakan dengan tingkat akurasi dan presisi yang sangat tinggi.Â
Seperti mimpi apakah candi semegah ini benar adanya dibuat oleh manusia kala itu dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau diturunkan dari langit dan Tuhan yang membuatnya sendiri? Ajaib dan layak sebagai Wonderful Indonesia juga dunia.
Tidak berlama-lama maka perjalanan dimulai untuk mengeksplorasi kemegahan Candi. Berjalan di terik matahari dan berbaur dengan para pengunjung baik dari domestik dan luar negeri untuk kemudian menyentuh langsung dan menikmati realita mahakarya ini. Perjalanan dari setiap langkah menaiki setiap anak tangga satu persatu hingga ke puncak candi. Sebuah perjalanan yang melelahkan dan baru tahu kemudian bahwa sesungguhnya bangunan tepatnya monumen yang monumental ini selain sebagai pusat ziarah dan ibadah keagamaan Buddha memiliki 3 simbol spiritual yang dulu saat mengunjunginya tidak terinfokan sebelumnya (merupakan salah satu poin kelemahan pengelolaan obyek wisata bersejarah yang kurang literasi padahal sejatinya kemegahan dan keindahan suatu obyek wisata itu diperlukan narasi yang cukup yang kemudian menjadi oleh-oleh untuk dibagikan kepada orang lain sebagai pengalaman sehabis berlibur).
Berdasarkan beberapa sumber mengatakan bahwa bangunan candi ini melambangkan ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha yaitu:
Kamadhatu : Bagian kaki candi sebagai awal penziarahan dari dasar tangga candi ini disimbolkan sebagai bermakna "ranah nafsu" atau "dunia nafsu". Sebuah level kehidupan yang paling dasar dari seorang manusia yang dipenuhi oleh nafsu dan keserakahan dunia.
Bila melihat Candi Borobudur ini maka tepatlah kiranya bahwa bangunan maha megah ini adalah bukan hanya tumpukan batu tanpa makna yang diwariskan oleh leluhur dengan seluruh harapan dan doa kejayaan dan kemakmuran terhadap negeri ini.Â
Terlepas dari bangunan yang tepatnya adalah sebuah rumah ibadah maha besar dari penganut agama Buddha, inklusifitas dan eksistensi Candi Borobudur yang berdiri megah dan diyakini pernah menjadi pusat budaya nusantara dan dunia mengingatkan setiap pengunjungnya untuk menghormati Sang Pencipta berikut lingkungannya.
Kesakralan dan spirit candi ini ditandai pula dengan ratusan bahkan mungkin kala itu ribuan relief yang menunjukkan keberadaan seni budaya khususnya kemajuan seni musik yang juga masih terpampang di dinding-dinding Candi yang ditandai dengan instrumen alat musik, yaitu alat musik petik, tiup, pukul, dan membran.Â
Relief-relief ini sebagai bukti sejarah untuk memanggil setiap orang tanpa batas untuk kembali menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat pertunjukan dan persembahan pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa.Â
Dan diharapkan pula semangat yang sama bisa diwujudkan lewat pertunjukan seni dan budaya baik secara lokal maupun domestik bahkan pertunjukan kolosal dengan melibatkan pertunjukan dari beberapa negara.
Dalam diam Candi Borobudur dengan kemegahan dan kemisteriannya juga bertutur merdu kepada setiap orang bahwa sejatinya monumen ini bisa menyatukan setiap suku, agama dan ras. Memberikan lantunan keharmonisan antara manusia dan Pencipta, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam dan lingkungan.Â
Bagi kita sebagai anak negeri sudah sepantasnya pula menjaga dan melestarikan cagar budaya negeri bahkan dunia ini untuk tetap indah dan megah. Sepatutunya bila melihat kemegahan Candi Borobudur kita diingatkan bahwa sejarah mencatat bahwa justru Candi Borobudur pernah terlantar dan hampir tenggelam. Kemudian direstorasi dengan begitu menghabiskan energi dan upaya berikut ribuan gulden oleh pemerintah Belanda (milyaran rupiah bila diperhitungkan saat ini). Dilanjutkan pula sumbangan jutaan dollar oleh UNESCO untuk menyempurnakan pemugaran Candi yang telah menuturkan banyak cerita peradaban kehidupan manusia itu sendiri.
Bagaimana dengan kita sebagai pewaris negeri sendiri? Apakah bukti kejayaan negeri dengan lantunan diam Candi Borobudur masih belum menggugah hati?Â
Medan, 1 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H