Merespon orang yang kemudian semakin di depan kita dengan kata “ancaman”, dan juga “mengancam” anggota adalah praktik kerja yang mungkin diantara kita pernah mengalaminya. Derajat atau modus yang tentunya berbeda. Tanggapan dan mentalitas berikut motivasi akhir dari setiap pekerja akan akhirnya menjadi penentu apakah kita bagian dari mereka-mereka diatas, atau sebaliknya di era disrupsi ini bukan menjadi sebuah kebiasaan apalagi budaya. Sesuatu hal yang sangat memalukan di kala tuntutan kemajuan zaman dan dinamika organisasi yang masif dan cepat.
No Interest : “Tak ada kepentingan lain, selain mencapai tujuan organisasi”
Adanya konflik kepentingan berikut memprioritaskan tugas utama sebagai seseorang yang makan gaji atau pekerja di sebuah perusahaan, menuntut kita untuk fokus terhadap ruang lingkup pekerjaan dan kewenangan. Konflik kepentingan di beberapa perusahaan banyak terjadi dan membuat diantaranya jatuh pada upaya sebagai seorang “penjilat” atau “mencari muka”. Tanpa menguraikan panjang lebar saya berkeyakinan masing-masing pembaca paham dan pernah mengalami langsung berhadapan dengan tipikal seperti mereka.
Lagi-lagi hidup adalah pilihan. Dan setiap pilihan memiliki konsekuensi logis.
Dalam praktiknya terkadang konflik kepentingan yang tujuan akhirnya adalah untuk pemuasan diri pribadi terbungkus dengan sebuah pola pengambilan keputusan yang “samar”. Samar dalam artian demi kepentingan organisasi namun bukanlah demikian adanya. Pola-pola seperti ini oleh para penegak hukum khususnya di organisasi atau perusahaan bukanlah hal yang baru. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dengan pola baru yang semakin canggih dan terencana menjadi sebuah pembuktian apakah akhirnya kepentingan dan keputusan yang dibuat demi orang banyak atau hanya sekedar basa-basi. Sama seperti menggunakan kata “mengancam” diatas maka pola-pola konflik kepentingan akan semakin mengarahkan pencapaian kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi.
Sederhananya saja terjadinya konflik kepentingan adalah di kala mekanisme atau Standar Prosedur Operasi tidak berjalan dengan semestinya maka indikasi terhadap keputusan yang diambil mengarah kepada kepentingan pribadi atau kelompok semakin menjadi nyata dan sinyal yang kuat.
Lantas apakah semua orang dituntut suci? Seyogyanya iya, namun karakter sekuat apapun akan pudar dan akan kelelahan bila akhirnya berjalan sendirian di tengah-tengah keramaian. Upaya dengan memfasilitasi setiap pekerja dan juga kompensasi yang mencukupi berikut “duit” extra dengan insentip sebagai bonus bekerja lebih dari target adalah sesuatu yang hari-hari ini diharapkan untuk mencegah kerja untuk kepentingan pribadi. Meski tidak akan menjadi sebuah jaminan. Tergantung kembali motivasi dan sikap mental sejak awal masuk bekerja.
No Popularity : “Maaf Saya bukan pemuas semua orang”
Sadar atau tidak keberadaan seorang pemimpin yang baik, cekatan, lugas dan tegas di sebuah organisasi yang bebas dari kepentingan adalah menjadi sosok yang tidak disukai. Bahkan dihindari dan dibenci. Terlalu banyak persepsi bahwa orang-orang bekerja terlalu mengejar misi atau tujuan jangka pendek. Demi apa? Uang dan uang, tok!. Ya siapa yang tidak butuh uang apalagi di kondisi pandemi saat ini. Kondisi pandemi dengan isu kesejahteraan yang menjadi tuntutan utama di tengah ancaman “mati mendadak” sebuah organisasi.
Demi memuaskan semua orang dan kemudian mengorbankan perusahaan untuk “sustain” di tengah pandemi seakan-akan menjadi omong kosong bagi orang-orang di dalamnya. Pilihan untuk tetap populer dan ramah bagi setiap orang yang kemudian tidak berpikir panjang demi keberlangsungan perusahaan adalah sebuah upaya memasukkan perusahaan ke lembah kelam. Hancur dan lenyap.