Ibu umat manusia kami menyebutmu,
Ibu yang adalah sebagai penolong bagi dia,
Tiang doa dan juga tulang rusuk yang hilang,
Demikian begitu banyak label pada dirimu,
Tanpamu sejatinya dunia terhenti,
Namun engkau pula yang menjadi petaka,
Mungkin karena kelemahanmu demikian pula itu kekuatanmu,
Yang membuat dunia menjadi terbelah dua,
Sampai hari ini pun karena dirimu,
Mengapa engkau menjadi berarti?
Mengapa engkau jadi penentu?
Barangkali iblis hendak meracunimu kembali,
Dengan logika dan mufakat dirimu terbungkus,
Terbungkus dengan kodrat sucimu tergoda nafsu dunia,
Mengaburkan bahkan mencelakakan,
Sesungguhnya engkau adalah cahaya itu,
Memberi putih di tengah kegelapan,
Kesempurnaan dalam kerapuhanmu,
Asa kami engkau tetap kuat,
Menutup mulutmu menghempaskan dusta,
Dusta dia yang ingin mengaburkanmu,
Membawamu membumbung dan kemudian terhempas,
Lemas di batu cadas dengan luka yang membekas.
Medan, 3 April 2021
--JBS--
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H