Mohon tunggu...
JBS_surbakti
JBS_surbakti Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Ecek-Ecek dan Penikmat Hidup

Menulis Adalah Sebuah Esensi Dan Level Tertinggi Dari Sebuah Kompetensi - Untuk Segala Sesuatu Ada Masanya, Untuk Apapun Di Bawah Langit Ada Waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hidup Yang Tidak Pernah "Pas(s)"

9 Maret 2021   22:39 Diperbarui: 12 Maret 2021   16:03 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pas” atau “Sesuai”

Banyak sekali anekdot tentang hidup yang tidak pernah “pas” dalam artian “sesuai”. Kata sesuai berarti mengandung arti tidak ada jurang perbedaan antara harapan dengan kenyataan. Sederhananya adalah hidup yang tidak ada masalah. 

Sebagaimana masalah akan timbul dari waktu ke waktu. Seperti setelah lahir maka masalah timbul terkait siapa yang akan merawat si bayi dikala si Ibu bekerja, beranjak dewasa timbul masalah akan kebutuhan dan bagaimana mendidiknya, sesudah tamat maka masalah bagaimana mendapatkan pekerjaan, sesudah berkerja maka orang tua pusing karena anaknya belum menikah, setelah menikah orang tua ingin sekali menimang cucu, setelah si anak dapat momongan kembali ke awal masalah bingung cucunya siapa yang jaga.

Kejenakaan ini sebenarnya telah terpotong dengan begitu banyak drama masalah lainnya dan berputar-putar terus dengan selalu ada masalah tiada akhir. Melelahkan dan terkadang membosankan.

Hidup adalah masalah, sejatinya seperti itu. 

Tidak mungkin semua prosesnya adalah sesuai dengan yang diharapkan dan mulus dari awal sampai akhir. Prosesnya yang wajib dinikmati dan jauh dari kata sempurna, bahkan menurut Nabi dan orang suci mengatakan hidup sesungguhnya adalah penuh dengan kesia-siaan. Ya semua dipikirkan, diharapkan, diprediksikan akan bla dan bla tapi berujung tidak sesuai, begitu tidak sesuai maka cenderung akan menjadi masalah. 

Ini fakta, alami dan sebuah kepastian! Bolehkan kita melawan dan mencoba mengabaikannya? Silahkan saja, tapi saran saya “Jangan”! Menyerah saja dengan hidup yang tidak pas, atau hidup yang tidak sesuai ini. Sebuah kata “menyerah” atau “kalah” dengan pengertian bahwa kodratnya manusia yang penuh keterbatasan, kefanaan, dan kerapuhan. Anda yang percaya Tuhan atau atheis sekalipun sadar bahwa ada kuasa yang tidak tampak yang jauh lebih kuat yang tidak bisa kita lawan. 

Mengapa? Karena hidup ini bukan hanya dirimu saja. Ingat jangan beranggapan “Saya adalah satu-satunya pemilik hidup dan selebihnya penyewa”.

Hadapi saja dan syukuri.

 “Pas” atau “Cukup”

Pengandaian berikutnya adalah yang kerap kali terjadi dan realita saat ini bahkan sudah menjadi momok, terlebih khusus di kalangan pekerja atau pengusaha sekalipun. Ya, hidup yang tidak pernah “pas”, hidup yang tidak pernah “cukup”. Baik dari materi, jabatan, dan gengsi. Sebagaimana penghasilan 10 juta maka pengeluaran juga 10 juta (bahkan lebih), kenaikan pangkat atau promosi menyebabkan bertambah gaji menjadi 20 juta selanjutnya pula diimbangi juga kenaikan pengeluaran 20 juta dan demikian seterusnya. Berapa besar yang masuk, begitu juga keluar.

Hidup sebagai sebuah perlombaan tanpa tahu garis “finish”. Berlomba dan berusaha tetap di depan orang lain. Sebuah panduan keserakahan dan ketamakan. 

Susahnya menahan daya tarik akan formula linearitas pendapatan dengan pengeluaran. Perang batin antara kebutuhan dengan keinginan. Tidak jarang bahwa saat sebelum berkuasa masih terlihat lebih bahagia, setelah berjabatan atau punya kuasa tak punya waktu bahkan lupa bahagia.

Belajar mencukupkan diri ini dalam segala hal adalah sangat sulit sekali. Terjadi pemberontakan dan perlawanan batin yang hebat dan masif dalam diri. Kedagingan manusia sulit untuk menolak apalagi seiring dengan faktor usia dan kebutuhannya lebih semakin berkuasa faktor psikis dibandingkan fisik. Prestise itu lebih yang dicari dibandingkan kebutuhan dasar atau pokok.

Fakta berbicara bahwa saat orang di puncak kekuasaan (tentunya jabatan maupun memiliki materi yang lebih) maka disitulah kata cukup itu hampir tidak berdaya. Dan berbicara tentang cukup ini adalah berbicara tentang sikap mental dan karakter atau identitas diri seseorang.

 Tidak bisa instan dan bahkan yang diyakini pernah melewati fase “miskin” kemudian ke fase “cukup” oleh sebagian besar orang sudah banyak yang tertawan dan akhirnya gugur dalam jurang penderitaan. Tidak sedikit dihajar dan justru kembali ke “titik 0” demi menyelamatkan kehidupannya. Bagi sebahagian orang hidup yang cukup ini bisa diperoleh karena justru lebih banyak memberi dan terus memberi. 

Kondisi cukup namun memberi seharusnya hitung-hitungan matematikanya adalah defisit namun dalam banyak pengalaman teori ini keliru. Justru menjadi lebih. Tidak ada yang tahu, kecuali sang Maha Tahu.

“Pas” atau “Pass”

“Pass” dalam Bahasa Inggris berarti “lewat”.

Hidup yang bukan hanya “pass”, cuman melewatinya tanpa berbuat apapun adalah level terkonyol.

Usia manusia di planet bumi ini kisaran 70 tahunan, itu berarti sama dengan 840 bulan, atau sebanyak 25.550 hari, 613.200 jam, dan 36.792.000 detik. Saya saja sampai lelah menghitung dan mengetiknya. Dan itupun juga hanya kita anggap “pass” atau lewat saja? Sungguh terlalu. Mungkin banyak yang berbeda pendapat dengan saya, tapi bagi saya jujur saja sangat tidak respek dengan orang yang punya prisip seperti ini. Sungguh bukanlah pilihan dalam menikmati hidup.

Hidup memang tidak pernah “pas(s)”. Karenanya perlu Kompas batin untuk selalu dilihat.

Syalom..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun