Pengandaian berikutnya adalah yang kerap kali terjadi dan realita saat ini bahkan sudah menjadi momok, terlebih khusus di kalangan pekerja atau pengusaha sekalipun. Ya, hidup yang tidak pernah “pas”, hidup yang tidak pernah “cukup”. Baik dari materi, jabatan, dan gengsi. Sebagaimana penghasilan 10 juta maka pengeluaran juga 10 juta (bahkan lebih), kenaikan pangkat atau promosi menyebabkan bertambah gaji menjadi 20 juta selanjutnya pula diimbangi juga kenaikan pengeluaran 20 juta dan demikian seterusnya. Berapa besar yang masuk, begitu juga keluar.
Hidup sebagai sebuah perlombaan tanpa tahu garis “finish”. Berlomba dan berusaha tetap di depan orang lain. Sebuah panduan keserakahan dan ketamakan.
Susahnya menahan daya tarik akan formula linearitas pendapatan dengan pengeluaran. Perang batin antara kebutuhan dengan keinginan. Tidak jarang bahwa saat sebelum berkuasa masih terlihat lebih bahagia, setelah berjabatan atau punya kuasa tak punya waktu bahkan lupa bahagia.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/09/dsc-0159-jpg-604795a5d541df1ec2062302.jpg?t=o&v=555)
Fakta berbicara bahwa saat orang di puncak kekuasaan (tentunya jabatan maupun memiliki materi yang lebih) maka disitulah kata cukup itu hampir tidak berdaya. Dan berbicara tentang cukup ini adalah berbicara tentang sikap mental dan karakter atau identitas diri seseorang.
Tidak bisa instan dan bahkan yang diyakini pernah melewati fase “miskin” kemudian ke fase “cukup” oleh sebagian besar orang sudah banyak yang tertawan dan akhirnya gugur dalam jurang penderitaan. Tidak sedikit dihajar dan justru kembali ke “titik 0” demi menyelamatkan kehidupannya. Bagi sebahagian orang hidup yang cukup ini bisa diperoleh karena justru lebih banyak memberi dan terus memberi.
Kondisi cukup namun memberi seharusnya hitung-hitungan matematikanya adalah defisit namun dalam banyak pengalaman teori ini keliru. Justru menjadi lebih. Tidak ada yang tahu, kecuali sang Maha Tahu.
“Pas” atau “Pass”
“Pass” dalam Bahasa Inggris berarti “lewat”.
Hidup yang bukan hanya “pass”, cuman melewatinya tanpa berbuat apapun adalah level terkonyol.
Usia manusia di planet bumi ini kisaran 70 tahunan, itu berarti sama dengan 840 bulan, atau sebanyak 25.550 hari, 613.200 jam, dan 36.792.000 detik. Saya saja sampai lelah menghitung dan mengetiknya. Dan itupun juga hanya kita anggap “pass” atau lewat saja? Sungguh terlalu. Mungkin banyak yang berbeda pendapat dengan saya, tapi bagi saya jujur saja sangat tidak respek dengan orang yang punya prisip seperti ini. Sungguh bukanlah pilihan dalam menikmati hidup.
Hidup memang tidak pernah “pas(s)”. Karenanya perlu Kompas batin untuk selalu dilihat.
Syalom..