1 Juni 2023, Sleman Yogyakarta,
Bertepatan dengan peringatan hari lahir Pancasila yang  merujuk pada momen sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI) dalam upaya merumuskan dasar negara Republik Indonesia pada 1 Juni  1945. Kita bisa membaca sejarah Pancasila lewat kanal-kanal internet yang mencatat dengan detail bagaimana republik ini dimulai dengan semangat persatuan untuk merdeka. 78 tahun sudah perjalanan  ideologi Pancasila kita jaga  hingga hari ini.
Maka, adalah sebuah keniscayaan jika sebuah kesadaran komunal dari beberapa gerakan pemuda mencoba memperingati hari lahir pancasila dengan cara berbeda. Mereka adalah sekelompok anak muda dan para senior yang mempunyai semangat marhaenisme. Soekarno (1964: 253) menjelaskan bahwa marhaenisme merupakan ideologi yang berkeinginan menghilangkan penindasan, penganiayaan, pemerasan, penghisapan serta menginginkan adanya masyarakat yang adil dan makmur, melalui kemerdekaan nasional dengan adanya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Mereka mencoba memperingati hari lahir Pancasila dengan melakukan tanam padi sebagai simbol perjuangan sejati sebagai pondasi dasar kemanusiaan. Bertempat di sebuah petak sawah daerah Jetis Suruh, Ngaglik Sleman Yogyakarta, anak-anak muda yang tergabung dalam Sekolah Petani Muda, Gerakan Petani Nusantara, perwakilan GMNI, perwakilan Nahdliyin NU, mahasiswa dan para peneliti pertanian yang sedang menggarap desertasi akhir tentang pertanian.
Sukabiwata, wakil ketua GPN menjelaskan, perlu ada regenerasi secara nasional terhadap sumber daya manusia yang tertarik menjadi petani. Betapa anak muda di era sekarang tidak banyak yang bercita-cita menjadi petani dan memilih menjadi pegawai atau karyawan di instansi pemerintah dan swasta.
"Problem kita sangat kompleks. Tidak semua orang mempunyai cukup lahan untuk bertani. Maka perlu ada kesadaran anak muda untuk saling berkolaborasi untuk mempunyai garapan sawah bersama," tambah Sukabiwata. Salah satu ide yang menarik dari Sukabiwata adalah meminta anak muda bekerja sama dalam menggarap pertanian. Jalan paling sederhana adalah dimulai dari pernikahan para pasangan muda yang mempunyai sawah dan kemauan  untuk menggarap sawah tersebut.
Ipung, salah seorang senior GMNI yang hadir pada acara mengatakan bahwa anak muda kita perlu ditumbuhkan semangat untuk bertani dengan cara  merubah pola pikir mereka lewat tayangan multimedia dan virtual tentang pertanian, Dunia online harus  menjadi ala untuk memotivasi  anak muda tertarik terjun menjadi petani.
"Bayangkan, tayangan youtube diisi oleh video tutorial pertanian. Para petani kita libatkan untuk membuat tayangan setiap hari. Ini kerja besar dan harus dilakukan bersama. Anak muda kita butuh asupan visual. Kalau perlu kita membuat  game tentang pertanian," terang Ipung .
Tidak hanya berteori dan berdialektika tentang petani, kegiatan menanam padi juga dilaksanakan dengan menggunakan benih MSP (Mari Sejahterahkan petani). Tanpa ragu, komunitas Sekolah Petani Muda bersama para senior turun ke sawah dan menanamnya satu persatu dengan tangan secara manual. Lumpur sawah menjadi arena bekerja dengan dipandu para petani penggarap sawah yang bersemangat membagikan ilmu mereka dalam hal menanam padi dan mengolah sawah.
"Problem pertanian itu banyak sekali. Sering kali petani sudah bersusah payah menanam padi namun harus berhadapan dengan peraturan pemerintah terhadap peraturan harga jual pada saat panen raya. Pemerintah sering hanya melindungi konsumen dan melupakan para petani. Petani sering berhadapan dengan mekanisme harga beras impor yang membanjiri pasar dan  tidak punya pilihan," terang Inez Sri Winarsih, peneliti pertanian yang sedang menyelesaikan desertasinya. Inez mempunyai banyak data dan literasi yang mendukung komentarnya tersebut. Ia mengharapkan media massa secara aktif menceritakan hal sesungguhnya tentang problem pertanian di Indonesia.
"Saya punya konsep mencukupi kebutuhan pangan sendiri dengan menggarap sawah dan menanam padi. Saat ini, saya hanya mempunyai sawah kecil yang cukup memberikan hasil pangan bagi saya dan sekeluarga," terang Heri, seorang petani yang turut serta bergabung dan membagikan pengalamannya mengelola sawah secara mandiri. Konsep pengelolaan secara mandiri mencoba mengurangi ketergantungan dari subsidi pupuk dan mengelola pertanian secara organik. "Saya berhasil membuktikan hasil sawah saya lebih baik dibandingkan dengan sawah lain di area yang sama. Saya percaya bahwa pengelolaan pertanian secara organik akan membuat kualitas beras yang dihasilkan mempunyai hasil dan harga yang lebih baik," tambah Heri.
Gemah Ripah Lohjinawi?
Cita-cita membuat Indonesia berswasembada beras perlu digiatkan lagi secara nasional. Kita tidak bisa melulu menggantungkan kepada para petani yang kebanyakan berusia lanjut untuk menggarap sawah dan memikirkan cara mendistribusikan hasil taninya. Perlu adanya peran serta generasi muda yang digerakkan bersama-sama lewat berbagai saluran dan instansi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat kesenjangan usia di di sektor pertanian. Jumlah petani per 2019 mencapai 33,4 juta orang. Dari jumlah tersebut, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta orang.
"Saya mempunyai gerakan 'Revolusi sebutir padi  untuk NKRI' . Sudah saya praktekkan secara nyata, sebutir padi yang saya tanam berhasil menghasilkan panen raya dan menghasilkan 86 ton beras. Saya membuka rumah untuk anak muda belajar pertanian secara benar sesuai SOP yang kami buat," terang Sukabiwata. Rumah untuk belajar pertanian secara serius terletak di wilayah Palagan, Ngaglik Sleman. Sukabiwata membuka jaringan petani antar kota lewat Gerakan Petani Nusantara yang dibimbingnya. Bukan hanya pelajaran teori, Sukabiwata juga menyediakan lahan persawahan untuk dijadikan sarana praktek pertanian.
Acara memperingati  hari lahir Pancasila ditutup dengan diskusi  yang gayeng pada sebuah gubuk dipinggir sawah. Hadir pula Gus Komar, pembina petani dan pesantren Sleman yang mewakili kaum nahdliyin, para santri yang menekuni agama dan pertanian. Sungguh sebuah pertemuan yang sangat sederhana tetapi dengan semangat revolusioner untuk kembali memikirkan dunia pertanian Indonesia.  Salah satu simbol pada lambang negara Garuda Pancasila menjadi alasan untuk tetap bergerak, Padi dan Kapas. Merayakan kelahiran Pancasila dengan menanam padi di sawah adalah sebuah kesadaran semesta terhadap keberadaan manusia akan kebutuhan pangan masa kini dan masa depan nanti.
Satria Alif Rizkiadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H