Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga-harga Naik, Apakah Bukti Ekonomi Era Jokowi Hancur?

18 Maret 2019   15:03 Diperbarui: 18 Maret 2019   15:47 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga-harga yang naik menjadi argumen utama oposisi yang mencoba menciptakan ketidak percayaan publik pada pemerintahan Jokowi. Alasan utamanya adalah kalau harga-harga mahal, masyarakat kecil tercekik. Padahal, kenaikan harga ini sudah terjadi sejak era presiden-presiden sebelumnya. Dan, dalam kacamata ekonomi, kenaikan harga adalah tanda bahwa Indonesia makin bersaing di ekonomi internasional.

Yang paling menyuarakan isu harga naik ini adalah tokoh-tokoh seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Bahkan, Sandi Uno sebagai cawapres memasukan persoalan harga ini ke dalam program kampanyenya. Sandi sering menyampaikan bahwa komitmennya untuk menyelamatkan hidup emak-emak adalah dengan menekan harga, terutama harga-harga kebutuhan pokok.

Di saat yang sama, harga-harga yang naik, baik harga bahan pokok dan komoditi, menjadikan ekonomi Indonesia lemah. Dampaknya adalah rakyat kecil merasakan taraf hidup mereka yang cenderung memburuk, khususnya di era Jokowi ini, begitu argumen mereka.

Terkait harga yang tidak stabil saat ini, membawa spekulasi bahwa pemerintahan Jokowi dianggap gagal dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Padahal jika ditelisik lebih dalam, kenaikan harga adalah bagian dari dampak inflasi.

Menyoal harga dari persepektif yang lain

Dalam ekonomi, kenaikan harga sering diukur dengan angka inflasi yang merupakan selisih perubahan harga secara umum dari periode tertentu dengan periode sebelumnya. Inflasi adalah fenomena umum yang terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.

Untuk di Indonesia sendiri, saat ini tingkat inflasinya sangat rendah 3,2 persen dengan stabilitas inflasi terjaga pada angka 3,5 persen pada tahun terakhir. Artinya, kenaikan harga yang terjadi selama ini hanya bersifat musiman, dan tidak berlaku secara umum dan pastinya tidak berlaku secara terus menerus.

Yang harus kita garis bawahi adalah Kenaikan harga terjadi bukan karena figur tertentu. Artinya, siapapun yang memimpin sebuah negara termasuk indonesia, akan berurusan dengan kenaikan harga. Misalnya Kenaikan harga terjadi baik di era Bung Karno, Pak Harto, hingga Pak Jokowi. Karena itu sebuah keberhasilan bukanlah menurunkan harga tetapi menekan kenaikan se minim mungkin dan mengimbanginya dengan program bantuan atau subsidi.

Dari cara pandang itu, memang benar terjadi kenaikan harga pada era Pak Jokowi. Namun kenaikan harga pada era ini relatif terkendali dan kenaikannya adalah salah satu paling sedikit ketimbang era presiden-presiden sebelumnya.

Gagalkah dalam membangun ekonomi Indonesia?

Kenaikan harga adalah sebuah proses yang niscaya terjadi pada sebuah ekonomi yang terhubung dengan ekonomi internasional. Indonesia sendiri ekonominya kini sudah sangat terbuka. Hal ini dibuktikan dengan arus deras ekspor dan impor terus mengalir.

Adanya skema pergerakan arus ekonomi, berdampak pada stabilitas harga, yang pastinya tidak selalu diartikan sebagai kemunduran dari sebuah pemerintahan. Fluktuasi harga adalah bagian dari keterkaitan ekonomi akan terus bergerak secara dinamis, bahkan di negara-negara maju sekalipun. 

Perspektif lain misalnya, untuk harga komoditi seperti hasil tambang ,  batubara, dan perkebunan - seperti kopi, dan hasil budidaya - seperti udang, jika harganya tinggi, malah menguntungkan Indonesia. Banyak pundi-pundi uang masuk ke kantong orang Indonesia dari hasil ekspor. Pengusahanya maju, pekerjanya juga sejahtera.

Karena itu kenaikan harga-harga bukanlah tanda bahwa ekonomi melemah. Bahkan, fluktuasi harga adalah tanda bahwa ekonomi menggeliat dan terus bergerak. Tidak stagnan.

Pasti ada efek samping dari geliat ekonomi yakni tidak semua merasakan pergerakan ekonomi ini. Karena itulah pemerintah mengeluarkan beberapa program 'buffer' atau penyangga yang dapat membantu mereka yang belum bisa mengimbangi geliat ekonomi ini.

Pemerintah Jokowi sudah mengeluarkan banyak program penyangga yang terbukti memberikan daya topang ekonomi yang nyata. Masyarakat kecil mendapatkan kartu-kartu sakti KIP dan KIS yang memang memberikan mereka kemudahan mulai dari akses pendidikan yang lebih terjangkau dan harga-harga yang lebih ramah kantong.

Sebagai sebuah bahan refleksi, Sri Mulyani menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami akselerasi. Pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat 5,17 persen di semester satu 2018 tertinggi sejak 2014. Tingkat pengangguran menurun dan tingkat kemiskinan juga ikut menurun selama dua dekade. Intinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait isu harga, apalagi menafikan kerja nyata seorang pemimpin dalam memajukan bangsa kita. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun