Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Freelancer - Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mensyukuri Bahasa Kita, Mensyukuri Kebangsaan Kita

5 Maret 2015   18:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:07 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_400996" align="aligncenter" width="323" caption="Dengan teman berbagai latar belakang di perantauan, Jakarta (dok. Suhar)"][/caption]

Menjadi anak perantauan, bertemu dengan bermacam tipe orang adalah sesuatu yang pasti terjadi. Perbedaan mudah sekali ditemui dari yang paling sederhana misalkan warna kulit, hingga yang sedikit komplek, katakanlah budaya. Tapi salah satu yang menarik perhatian saya adalah keragaman bahasa kita.

Setelah beberapa tahun tinggal, belajar dan bekerja di Jakarta, saya baru menyadari bahwa rupanya Bahasa Indonesia itu ‘banyak macamnya’. Dari beberapa kawanku, bahasa Indonesia terdengar tak sama, meski maksudnya tak berbeda. Aksen mereka berbeda-beda.

Bahasa ini, terlepas dari perbedaan aksesnnya yang menarik, rupanya telah menyatukan dan menyelaraskan banyak pembicaraan, canda, diskusi, perundingan, negosiasi dan transaksi di negeri ini.

Aneh-aneh bahasa kita

Dari pertemanan, baru kita sadari kalau di Indonesia aksen bahasa ini bisa beratus-ratus jumlahnya. Beragam aksen tersebut diantaranya Jawa, Minang, Batak, Tegal, Madura, Sunda, Papua, Aceh, Bugis, Manado, Bali, Jakarta, dan masih banyak lagi. Saya sendiri beraksen Jawa yang kental dengan medhok-nya.

Bila kita sedikit ‘iseng’ merenungkan kembali bahasa ini, ternyata bahasa kita ini juga punya beberapa keanehan yang menarik. Seperti kata tujuh. Pelafalannya hanya tuju. Kata jumat yang dibaca jum-at. Kata tidak juga sering diucapkan hanya dengan tida’. Penulisan dan pelafalan berbeda bukan?

Ada juga soal gabungan kata yang berlainan arti ternyata kita juga punya. Ada kata tinggal. Perhatikan kata-kata turunannya berikut: meninggal, meninggalkan, tertinggal, ketinggalan, dan tinggal. Ada juga cuma, percuma, dan cuma-cuma. Juga pura dan pura-pura. Alamak, sudah pasti ini memusingkan orang yang baru belajar bahasa kita ini.

Tentu, masih banyak hal yang aneh tapi menarik yang dapat kita perhatikan dari bahasa kita bahasa Indonesia ini. Tapi bagaimana Indonesia dengan perbedaannya yang bergitu banyak, bisa dipersatukan dengan bahasa ini? Siapa (saja) yang mau ‘susah-susah’ memikirkan perlunya bahasa Indonesia ini? Beruntungkah kita bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia ini?

Sebuah perjalanan bahasa

Kalau mau sejenak menapak balik ke sejarah, bahasa Indonesia ternyata bukan bahasa yang lahir lalu berkembang melalui mekanisme alam sehingga terbentuk seperti sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun