”Ha...ha..haa...ha..ha,” tawaku pecah mengimbangi ledekan Yuni. ” Nah gitu dong. Itu lebih baik”. ”Mendengar suara tawa dan melihat senyum kamu meneduhkan perasan”. ”Maka hiasilah selalu hidupmu dengan keduanya, pasti kamu dan orang-orang sekitarmu akan lebih bahagia”. Setuju, Yun?” tanyaku meminta prsetujuannya. ”Ya Pak, setuju,” jawab Yuni mengiyakanku.
”Pak Adi, terima kasih banyak atas nasehat bapak,” kata Yuni membuka pembicaraan lagi. ”Aku akan selalu mencoba untuk tersenyum dan bahagia, untuk diriku dan orang-orang tersayang di sekitarku”. Dan lain kali masih bolehkan Yuni curhat sama bapak?” Boleh yah pak?” pintanya merajuk padaku.
”Ya boleh, tapi jangan dengan memeluk pak Adi yah” tambahku mengingatkannya. ”Tapi sukakan?” sanggah Yuni menggodaku. ”Iya, sangat suka.” ”Namun karena kita guru dan murid, jadi malu jugakan?” ”Apalagi di hadapan kawan kawanmu dan guru-guru yang lain,” kataku. ”Tuh, lihat pak Azhar cekikikan.” ”Ya kan Pak?” tanyaku meminta dukungan pak Azhar. ”Iya, jangan ulangi lagi yap” timpal pak Azhar masih dengan senyum sumringahnya yang diikuti sorak sorai para siswa.
”Maaf ya Sal bila cerita tadi bikin kamu cemburu,” kata suamiku memecah pikiranku yang menerawang. ”Meski malu, aku bahagia karena telah memberikan kebaikan dan kebahagiaan kepada siswiku, Yuni”. ”Aku sendiri kadang bingung, begitu sering siswa-siswaku menyampaikan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi kepadaku”. ”Dan mayoritasnya masalah yang tak terkait dengan pelajaran sejarah yang aku asuh”. ”Tapi aku melayani semua keluh kesah mereka sebagai kesempatan terbaikku berbuat baik”. Dan sejauh ini semua kesempatan itu kurasakan membahagiakan aku, meski kadang mempermalukanku seperti kejadian tadi”.
”Kamu Mas terlampau baik sama siswa-siswamu,” kataku menimpali suamiku. ”Mestinya kamu jangan terlampau dekat dengan mereka, apalagi di sini”. ”Kamu tahukan, masyarakat di sini begitu cenderung dengan gosip”. ”Aku cuma khawatir berkembang gosip yang tak sedap tentang kamu,” tambahku meyakinkan suamiku dan membiasakan kesan kecemburuanku.
“Tadi pagi ada SMS dari Ayu, mantanmu Mas”. “Mantan muridmu maksudnya, jangan geer dulu Mas. Hi...hi...hi,” ledekku pada mas Adi suamiku. Bunyinya,” Salam”. ”Pak Adi bagaimana kabar Bapak?” ”Ayu mau curhat nih, boleh yah?” “Aku gak betah kuliah Pak”. Aku salah milih jurusan pak. “Ternyata bahasa China tuh sangat sulit”. “Aku seringkali menangis meratapi penyesalanku Pak”. “Gimana nih jalan keluarnya?” “Les yah! Salam”.
“Hebat yah kamu, Mas”. “Bisa-bisanya siswa yang sudah lulus masih ngirim SMS untuk curhatan,” ledekke bersungut kepada suamiku. ”Tapi mungkin ini tanda kamu memang guru yang orang baik dan dipercaya orang lain, dalam hal ini siswamu”. “Aku minta maaf Mas, SMS itu aku balas”. “Aku bacaain yap isinya, ”Ayu yang baik tetaplah kamu fokus pada kuliahmu!”. “Lakukan yang terbaik, pasti hasil terbaik pula yang akan kamu dapatkan”. “Kabar pak Adi baik-baik saja, berkat do’a kamu tentunya, Yu”. “Salam”
”Bunda! ” sapa Amar anakku mengangetkanku. ”Ayah hari ini pulang jam berapa yah?” tanya Amar kepadaku sambil menggamit tangan kananku. ”Ini hari senin, biasanya sih ayah pulang jam tujuh malam tuh” jawabku. ”Memang kenapa Mar? Kangen yah?” kataku balik bertanya. ”Iya Amar kangen, mau main sepak bola. ”Kan sama bunda tidak mungkin’” jawab Amar sambil memainkan bola sepaknya. ”Ya sudah besok hari sabtu dan ayah libur kerja, kalian bisa bermain sepak bola di lapangan”. ”Nah sekarang sudah jam satu siang, waktunya untuk tidur siang”. ”Pasti kamu lelah setelah belajar seharian di sekolah” ajakku kepadanya untuk tidur siang.
Lima belas menit menemani Amar agar mau tidur, ia akhirnya tertidur pulas. Aku sendiri sesungguhnya ingin tidur, tapi aku bellum bisa. Pikiranku menerawang jauh ke Jakarta sana. Kesendirianku di pedalaman kebun tebu tempat suamiku bekerja sebagai guru kadang menyuburkan rasa jenuh. Kejenuhan yang tumbuh karena jauhnya akses transportasi dengan kota besar yang memungkinkan aku bersentuhan dengan dinamika hidup yang lebih berwarna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H