Mohon tunggu...
Jayu Titen
Jayu Titen Mohon Tunggu... Lainnya - Ambtenaar, Blogger,

https://masjayu.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gen Z: Siapkah Mereka untuk Menjadi Pemimpin?

31 Juli 2023   12:35 Diperbarui: 31 Juli 2023   12:42 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut catatan penelitian McKinsey & Company pada Juni 2023, terlihat tren menarik yang menunjukkan peningkatan jumlah CEO baru S&P 500 yang berusia di bawah 50 tahun. Hampir sepertiga dari CEO baru tersebut berada dalam kategori usia yang lebih muda dari 50 tahun. Jumlah CEO muda tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dari pada tahun 2018. Hal ini menarik perhatian karena rata-rata usia CEO secara keseluruhan masih berada di sekitar 54 tahun. Data ini juga memberikan insight bahwa generasi muda semakin termotivasi dan bersemangat untuk mencapai posisi puncak dalam dunia bisnis. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh EY pada tahun 2021, ternyata 45% dari Generasi Z menyatakan rencana mereka untuk memulai bisnis, menandakan semangat dan minat yang tinggi dari generasi muda untuk terlibat dalam dunia kewirausahaan dan kepemimpinan.

Para ahli manajemen berpendapat bahwa meskipun generasi muda memiliki potensi dan semangat yang luar biasa, keremajaan mereka terkadang dapat menjadi hambatan bagi kepemimpinan yang efektif. Salah satu alasan utama adalah kurangnya pengalaman dalam menghadapi berbagai siklus ekonomi dan tantangan bisnis yang mungkin terjadi dari waktu ke waktu. Mereka belum memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan institusional yang penting dalam menjalankan perusahaan dengan baik.

Selain itu, para pemimpin muda mungkin belum memiliki kecerdasan emosional yang matang atau keterampilan lunak (soft skill) yang diperlukan untuk mengatasi situasi kompleks, seperti beradaptasi dengan perubahan yang cepat, mengelola konflik dengan bijaksana, dan mendorong semangat kerja yang tinggi dalam mengelola tim. Sebagai contoh nyata, kasus burn out yang dialami oleh perdana menteri New Zealand Jacinda Arden yang akhirnya mengundurkan diri menjadi peringatan bahwa terlalu banyak tekanan dan tanggung jawab dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan kinerja seorang pemimpin muda.

Menurut Caroline Webb, seorang pelatih kepemimpinan, penulis, dan penasihat senior di McKinsey, adalah bahwa semua pemimpin, tanpa kecuali, memiliki kelemahan atau "titik buta." Titik buta ini adalah area di mana seorang pemimpin mungkin tidak memiliki kesadaran atau pengenalan penuh terhadap kelemahannya. Pada umumnya, generasi muda cenderung memiliki lebih banyak titik buta karena kurangnya pengalaman kerja dan paparan dalam berbagai situasi yang mempengaruhi pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri. Ketika seseorang masih berada di awal karir, ia belum mengalami cukup banyak pengalaman yang membantu dalam mengidentifikasi area kelemahan atau bias yang mungkin dimilikinya. Menurut Sir Cary Cooper, CBE, seorang profesor di Alliance Manchester Business School, Inggris mengatakan bahwa kekurangan utama anak muda adalah bahwa orang muda tidak tahu seberapa banyak yang mereka tidak tahu, mereka belum memiliki pandangan realistis tentang diri mereka dan kelebihan serta kelemahannya sendiri.

Keragaman, pikiran terbuka, dan kecakapan teknologi

meskipun Generasi Z mungkin memiliki ketidakberpengalamanan di dunia profesional, keremajaan mereka juga dapat memberikan manfaat. Sebagai contoh, para ahli menyatakan bahwa generasi muda seringkali lebih fleksibel dan terbuka terhadap ide-ide inovatif karena mereka belum terpapar oleh batasan-batasan institusional yang ada. Ketika seseorang telah bekerja dalam industri atau organisasi selama bertahun-tahun, mungkin mereka cenderung memiliki pemikiran yang lebih kaku karena terbiasa dengan cara-cara yang sudah ada dan ragu untuk mencoba pendekatan baru. Namun, bagi pemimpin muda, yang belum "terikat" oleh pandangan yang sudah ada, mereka lebih mampu berpikir out-of-the-box dan mencari solusi kreatif untuk masalah yang belum pernah terpecahkan sebelumnya. Hal ini memberikan keleluasaan dalam menghadapi tantangan dengan sudut pandang yang segar dan dapat mendorong inovasi di tempat kerja.

Generasi Z memiliki sifat dan atribut khusus yang sangat sesuai untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa sekarang. Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa Generasi Z adalah generasi yang paling beragam secara etnis dan paling terdidik dalam sejarah Amerika Serikat. Mereka juga cenderung memiliki pandangan progresif, inklusif, dan memiliki keterampilan teknologi yang mumpuni, karena mereka tumbuh dalam era digital dengan ponsel pintar (smartphone) dan teknologi yang mendukung aktivitas sehari-hari. Generasi ini ditandai dengan keragaman, keterbukaan, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi perubahan dunia yang terus berkembang. Semua sifat ini menjadikan mereka sebagai kandidat yang potensial untuk menjadi pemimpin masa depan, mengingat kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan dan memahami kebutuhan serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda. Era digital telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi dengan dunia. dengan memahami nuansa-nuansa ini penting untuk masa depan dan Generasi Z dapat membantu kita memaksimalkan era digital.

Kesadaran diri

Beberapa pemimpin muda menyadari bahwa mereka mungkin tidak memiliki sifat kepemimpinan tradisional - dan mereka menggunakan keremajaan dan keyakinan buta untuk menginspirasi dan berhasil dalam peran mereka. Banyak sekali cerita yang muncul dari anak muda yang memberikan dan mengaplikasikan sebuah ide baru untuk perbaikan organisasi, tetapi kemudian dihakimi oleh seniornya. Namun dengan keyakinan buta dan semangat yang kuat untuk menginspirasi dan mencapai kesuksesan dalam peran kepemimpinan, dalam situasi terpojok tanpa pilihan lain sekalipun, mereka akan mencari jalan keluar dan menemukan cara untuk berhasil.

Dalam era serba digital, seorang senior yang telah bekerja selama 25 tahun ingin merumuskan sebuah konsep pemasaran yang ditargetkan untuk anak-anak berusia 20-an. Menghadapi perbedaan rentang usia yang cukup jauh, tentu saja dia akan menghadapi kesulitan untuk merumuskan konsep pemasaran yang tepat. Namun, dengan berkolaborasi bersama pemimpin yang lebih junior, dia akan mampu merumuskan konsep pemasaran yang tepat. Kolaborasi ini menggabungkan kebijaksanaan dan pengalaman senior dengan pandangan segar dan pemahaman mendalam tentang pasar target yang dimiliki oleh pemimpin muda, sehingga menciptakan kombinasi yang kuat untuk mencapai kesuksesan dalam strategi pemasaran yang lebih relevan dan efektif.

Pemimpin muda ini juga menyadari bahwa ada keuntungan unik dalam keberadaan mereka sebagai Generasi Z, yaitu pemahaman mendalam tentang teknologi digital dan keterampilan kreatif yang tidak terikat oleh cara-cara lama, sehingga memungkinkan mereka untuk memberikan pandangan yang segar dan pemikiran yang lebih bebas dalam menghadapi tantangan bisnis. Meskipun demikian, mereka juga menyadari bahwa ada masalah yang sulit yang mungkin tidak dapat mereka selesaikan sendiri karena kurangnya pengalaman, dan karenanya mereka mencari bimbingan dan nasihat dari para mentor dan orang-orang yang dihormati untuk membantu mengatasi kendala tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun