Sambil tersenyum mendengar kesombongan dan tantangan Sumantri ini, Harjuna Sasrabahu melepas semua atribut "raja"nya dan meladeni Sumantri dalam sebuah perang tanding yang setara, adil dan seru. Karena terdesak, Sumantri kemudian mengeluarkan senjata pamungkasnya. Harjuna Sasrabahu yang merasa tidak perlu untuk melakukan sampai sejauh itu, kemudian merubah wujud (bhs Jw: tiwikrama) menjadi raksasa sebesar gunung bertangan seribu (Sasrabahu=seribu tangan). Sumantri yang merasa tidak mampu menandingi lagi, untuk pertama kali dalam hidupnya, menyerah tanpa syarat.
Patih Suwanda yang tunduk lahir bathin kepada rajanya segera saja menjadi pejabat panutan di Mahespati. Segera saja menjadi kesayangan dan kepercayaan Sang Raja.
(Di beberapa versi cerita, ada yang mengakhirinya sampai di sini. Ada juga yang melanjutkannya, terutama cerita yang mengambil judul "Harjuna Sasrabahu")
Ketika suatu kali Sang Raja pergi meninggalkan tahta untuk bertapa (yang memang sering dilakukannya), Patih Suwanda harus menghadapi invasi kerajaan Alengka dari selatan yang  ingin menaklukkan Mahespati. Patih Suwanda benernya gak merasa kalah oleh raja Alengka, Prabu Dasamuka. Tapi kemudian dilihatnya, sosok Dasamuka itu berubah jadi wujud adiknya, Sukrasana. Sang Patih merasa waktunya telah sampai, dan dia gugur dalam duel ini. Harjuna Sasrabahu yang dibangunkan dari samadhinya marah betul karena gugurnya patih kesayangannya. Dalam wujud raksasa, seorang diri dia mengobrak abrik pasukan Alengka dan menyiksa Dasamuka. Pembunuhan atas Dasamuka dicegah oleh Batara Narada. Dan selama Harjuna Sasrabahu masih hidup, keangkaramurkaan Dasamuka tidak lagi muncul, sudah kapok, pok, pok. Tapi itu tidaklah berlangsung lama.............
Esensi cerita.
Cerita ini adalah juga bagian dari "opera sabun" Ramayana yang itu. Juga cerita carangan bikinan bangsa sendiri. Dalam kisah ini diceritakan Sang Dasamuka sudah menjadi raja menggantikan kakeknya dan sudah memulai program angkara murkanya. Biasanya diberi label judul cerita "Sumantri Ngenger" (Ngenger=mengabdi), "Alap-alapan Sukrasana" (Kisah Sukrasana), "Harjuna Sasrabahu", atau yang lain.
Seperti yang terdahulu, cerita ini juga menyisipkan "pesan sponsor" pitutur (petuah) serta tuladha (contoh) dalam mengarungi hidup. Bentuknya bisa samar, tergantung proses perenungan penerimanya dan dalang yang menyampaikannya.
Ah, Anak Muda! Meskipun kalian telah sukses melewati beberapa rintangan hidup, apakah itu sudah berarti bahwa dunia sudah kalian taklukkan?. Sudah layakkah kalian untuk berpuas  diri dan bersikap Adhigang-Adhigung-Adhiguna?. Perlukah kalian menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi?Ingatlah selalu, di atas langit masih ada langit................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H