Di Mahespati, Dewi Citrawati hanya bersedia menjadi permaisuri sang raja Harjuna Sasrabahu dengan syarat yang tak kurang gilanya. Taman di keputrennya di Magada harus dipindahkan ke Mahespati dalam semalam! (Ada versi yang menyebut taman Maerakaca, atau taman Sriwedari di kahyangan, milik Dewi Sri). Sumantri lah yang ditugaskan merealisasikan keinginan itu, siapa lagi? Meskipun menyanggupinya, Sumantri suntuk bukan main. Hal itu benar-benar di luar kemampuannya. Semalaman dia bengong di tempat yang ditunjukkan sang putri, tanpa mampu berbuat apa-apa. Daripada mundur malu, dia memutuskan bunuh diri saja!. Di saat terakhir, Sukrasana yang sudah sejak lama membayangi kakaknya menggagalkan bunuh diri itu.
Sukrasana hanya tersenyum saja mendengar penyebab Sumantri hampir bunuh diri itu. Buat dia itu gampang saja. Dia akan membantu kakaknya untuk mewujudkannya, asal kakaknya tidak lagi berusaha meninggalkannya. Sukrasana akan ikut kemana saja Sumantri pergi. Kakaknya, yang ngasal saja sebab kepepet, segera menyanggupinya.
Sumantri hanya diminta menutup mata dan memusatkan pikiran untuk membantunya. Sukrasana segera bersamadhi, memusatkan seluruh jiwaraganya untuk tujuan ini.
Kahyangan dilanda gempa dan tsunami akibat ulah Sukrasana ini. Batara Guru sebagai penguasa Kahyangan, menugaskan Batara Narada untuk mencari penyebab bencana ini.
Setelah bertemu, Narada bilang memindahkan Taman dengan cara seperti itu tidak mungkin dilakukan manusia, menyalahi kodrat!. Sukrasana mengancam, kalau tidak bisa, ya dia akan bersamadhi terus sampai bisa. Narada menyerah, karena kerusakan Kahyangan akibat samadhi Sukrasana ini sungguh tak terbayangkan.
Menjelang pagi, sang Taman si biang masalah, berhasil mulus dipindahkan.
(Beberapa puluh tahun lampau, saya sempat nonton Sang Maestro, Ki Narto Sabdho mementaskan lakon ini di TMII. Sequence ini sangat indah. Di tengah layar/kelir hanya tertancap wayang Sukrasana saja. Berkat perbendaharaan bahasanya yang sungguh memukau, imajinasi saya mengantar saya malam itu benar-benar turun hujan bunga yang mengiringi pemindahan taman ini. Fantastis!)
Tapi Sumantri segera punya pikiran lain. Dia merasa integritasnya berkurang kalau keberadaan Sukrasana bersamanya diketahui orang. Kemampuannya akan diragukan. Keberadaan adiknya yang buruk rupa ini sungguh dirasa mengganggunya bila berhadapan dengan para petinggi kerajaan. Oleh karena itu dia memohon Sukrasana untuk sementara menyingkir, atau kembali pulang ke Arga Sekar saja, sampai semua urusan diselesaikannya. Sukrasana jelas tidak mau pergi dan menuduh Sumantri ingkar janji. Sambil menangis dan berpegangan baju kakaknya Sukrasana bilang tidak mau ditinggalkan lagi. Sumantri jadi habis sabar (jadi ingat sequence ini ketika ditampilkan oleh Asep Sunandar Sunarya, ketika Sukrasana menangis-nangis dipukuli kakaknya, sungguh memilukan!). Dipasangnya panah di busurnya dan dipentangnya habis, untuk mengancam dan menyuruh adiknya pergi. Apa mau karena emosi Sumantri yang berlebihan, sang panah benar-benar lepas dari busurnya. Dari jarak dekat, panah Sumantri yang kesaktiannya menyundul langit itu melibas leher adiknya. Sukrasana tewas seketika.
Sumantri yang menyesal bukan main, menubruk adiknya, tapi jasad adiknya menghilang dari pandangannya. Sebagai gantinya terdengar suara adiknya yang menyatakan tetap ingin bersamanya. Dia akan menunggu kakaknya untuk bareng-bareng ke surga, sambil memberi pratanda menyuruh kakaknya agar berhati-hati kalau berhadapan dengan seorang raja raksasa dari selatan.
Sang raja Harjuna Sasrabahu yang puas bukan main akan prestasi kerja Sumantri, memenuhi janjinya. Sumantri diangkat menjadi Patih, dengan nama baru, Patih Suwanda. Tapi Sumantri ogah menerimanya begitu saja. Kalau dia sudah diuji untuk kedudukannya itu, apa tidak perlu menguji seorang raja tentang kepantasannya menjadi pemimpin? Layakkah Sang Raja yang belum teruji untuk memerintah Patihnya yang jelas-jelas sudah teruji?