Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Final Piala Thomas 1967 dan Penonton Istora

17 November 2010   09:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:32 4051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371262971155879359

Tergelitik membaca postingan bung (atau mbak) Ciki di Kompasiana 14 Desember 2009, "Herbert, publik telah memaafkanmu".  Di tulisan itu disebutkan, ulah penonton kita yang tidak sopan kepada tamu lah yang menjadi penyebab, sehingga pertandingan Final Piala Thomas 1967 di Istora Senayan-Jakarta itu dihentikan.

Maafkan saya, kalau punya pendapat berbeda.........

Meskipun sangat terlambat, saya ingin berbagi pengalaman saya ketika menjadi saksi mata peristiwa Final Perebutan Thomas Cup 1967, Indonesia vs Malaysia, meskipun dari mata seorang anak yang belum lulus SD.

Tergerak karena ingin berbagi, karena selama bertahun-tahun divonnis bahwa penontonlah yang memicu peristiwa itu. Bertahun-tahun opini publik kita sendiri memberi stigma negatif kepada penonton saat itu yang di "cap" terlalu anti Malaysia.

Tak dipungkiri, suasana ketika itu memang begitu, meskipun konfrontasi dengan Malaysia sudah diselesaikan secara damai setahun sebelumnya. Semangat "Ganyang Malaysia" masih tebal menggantung di Indonesia, juga malam itu di langit-langit Istora. Tapi hampir pada semua pertandingan, penonton terlihat santun, apalagi kalau memakai ukuran "kesantunan" penonton sekarang.

Yang amat jelas adalah,  semangat patriotik  "Ke-Indonesia-an"  itu terasa sangat kuat.....

A. Prolog

Meskipun maju ke final sebagai juara bertahan (juara 1964 vs Denmark 5-4), oleh sebab itu hanya menunggu pemenang Challenge Round, sebenarnya kondisi dunia Bulutangkis di tanah air waktu itu sedang berada pada titik nadir. Pahlawan Piala Thomas Indonesia 1958 - 1964 Tan Joe Hock telah mengundurkan diri. Ferry Sonneville sudah berusia 36 th dan sudah beberapa saat tidak terlibat lagi dalam kompetisi. Pelatnas belum ada, jadi penyusunan ranking pemain didasarkan atas Kejuaraan Nasional, beberapa bulan sebelum pertandingan Piala Thomas digelar. [caption id="attachment_248970" align="aligncenter" width="250" caption="Mulyadi (Ang Tjin Siang) bersama Piala Thomas 1964 (Wikipedia)"][/caption]

Kejuaraan itu dimenangi oleh seorang remaja kelas 3 SMA asal Surabaya, Rudy Nio yang mengalahkan seniornya Muljadi (sebelumnya bernama Ang Tjin Siang) di final.

Tapi rupanya pengurus PBSI merasa gamang untuk mempercayakan Tunggal Utama Indonesia pada remaja tanpa pengalaman internasional itu, sehingga Ferry Sonneville dipanggil kembali (meskipun tanpa melalui kompetisi) sebagai Tunggal Utama.

Sektor ganda yang bertahun-tahun sebelumnya menjadi titik lemah Indonesia masih dipercayakan kepada Tan King Gwan (Darmawan Saputra)/Unang AP, penentu kemenangan Indonesia pada final Thomas Cup 1964 di Tokyo.  Padahal, King Gwan saat itu juga sudah berumur 37 th!

Malaysia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun