Mohon tunggu...
Dani -
Dani - Mohon Tunggu... profesional -

mencari keindonesiaan, menggali kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tol Cipali: Setitik Harapan untuk Awal dari Kejayaan?

6 Agustus 2015   14:52 Diperbarui: 6 Agustus 2015   14:52 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

When we build the infrastructure, we build the nation.”
Budi Hadimuljono – Menteri PUPR

Saya tertegun sejenak ketika memasuki gerbang tol dengan tulisan besar biru “Cikopo” diatasnya.Ya, pintu dari arah Jakarta ini adalah awal dari jalan tol Cikopo – Palimanan (Cipali). Terlihat deretan 12 gardu terbagi dalam masing-masing 6 jalur untuk masuk dan keluar. Masih baru dan segar. Tol Cipali ini memang belum lama diresmikan oleh Presiden Jokowi, tepatnya 13 Juni 2015 lalu. Dan, baik publik ataupun media menyambutnya dengan cukup hiruk-pikuk. Mungkin, karena inilah tol terpanjang di Indonesia saat ini, membentang sejauh 116,75 km. Atau, mungkin karena jalan tol ini dibuka beberapa hari menjelang Ramadhan, yang berarti dapat membantu proses mudik ribuan orang pada saat Lebaran. Atau, mungkin juga karena cerita-cerita unik di balik pembangunan jalan ini.1 Di luar itu, kunjungan bersama Kompasiana, memberikan refleksi kepada saya mengapa tol Cipali layak untuk kita diskusikan. Beberapa di antaranya adalah berikut ini:

[caption caption="Deretan pintu masuk dan gardu tol di Cikopo, seakan-akan memberi semangat baru. Sumber: pribadi. "][/caption]

1. Mendorong penyelesaian proyek jalan tol Trans Jawa

Tol Cipali merupakan sepenggal bagian dari jalan tol Trans Jawa, yang akan menghubungkan bagian barat dan timur Pulau Jawa, khususnya dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya. Jalan yang menurut rencana, memiliki panjang kurang lebih 1000 km ini, telah terbangun sebagian. Hampir bersamaan dengan peresmian tol Cipali, adalah tol Gempol – Pandaan di Jawa Timur. Tol lain yang sudah ada adalah Cikampek, Cirebon, Semarang dan Surabaya. Namun, yang belum dibangun masih sekitar 642,56 km. Ini berarti lebih dari separoh masih belum terealisasi. Alasan utama mangkraknya pembangunan beberapa ruas jalan tol adalah biaya dan proses pembebasan lahan. Dengan rencana selesai dalam waktu dua hingga tiga tahun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan solusi dengan memakai dana APBN atau APBD untuk pembebasan lahan, bukan modal usaha. Cara ini harapannya dapat mempercepat penyelesaian sembilan proyek jalan tol yang belum selesai.

Kenyataannya, proses pembangunan fasilitas publik sering kali mendapat tantangan tersendiri, ketika berhadapan dengan harapan individu ataupun kepentingan sekelompok masyarakat. Apalagi di era pemerintahan yang lebih demokratis seperti saat ini, proses yang ditempuh membutuhkan waktu dan kesabaran lebih. Kuncinya, pada dasarnya, adalah proses dialog dan negosiasi yang kreatif dalam mencari solusi menang-menang. Sebenarnya, masalah serupa sempat terjadi pula pada saat pembangunan tol Cipali. Seperti yang diutarakan Wisnu Dewanto, dari PT. Lintas Marga Sedaya (LMS), ada satu ruas jalan yang berubah dari rencana semula karena penolakan warga setempat. Hal ini, setidaknya, dapat menginspirasi bahwa masalah pembebasan lahan dapat diselesaikan. Sudah sepatutnya, jalan tol Trans Jawa segera diselesaikan karena memiliki nilai strategis, seperti yang pernah diupayakan oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda, Daendels, dengan jalan dari Anyer – Banten ke Panarukan – Jawa Timur, lebih dari dua ratus tahun yang lalu.

 

2. Memicu proyek konektivitas yang lain.

 

“Konektivitas” adalah kunci utama dalam berkompetisi di abad 21 ini. Demikian, pendapat seorang ahli hubungan internasional dan strategi global, Parag Khanna. Semakin terhubung seseorang atau suatu negara dengan orang atau negara lain, semakin besar kesempatan untuk berkembang. Jalan tol Cipali menunjukkan hal ini, seperti halnya rencana jalan tol Trans Jawa. Namun, konektivitas ini hendaknya dikembangkan ke seluruh pelosok negeri. Mulai dari tol Trans Sumatera, yang akan diprioritaskan untuk menghadapi Asian Games 2018, hingga tol Trans Kalimantan, Trans Sulawesi dan Trans Papua. Selain itu, jalan-jalan bebas hambatan ini juga hendaknya tidak mengabaikan pembangunan jalan yang lain, khususnya di daerah pelosok.

Lebih dari itu, sebagai negara archipelago dengan sebagian besar wilayahnya berupa perairan,2 konektivitas di atas air juga hendaknya diperhatikan dan dibangun, sesuai dengan misi Presiden Jokowi. Istilah “tol laut” adalah bagaimana memperbaiki pelabuhan, kapal dan infrastruktur lainnya agar konektivitas lewat air terbangun. Tidak hanya, konektivitas lewat udara, dan jalur komunikasi seperti jaringan telefon dan internet, juga adalah hal lain yang tak kalah pentingnya. Di sinilah, tol Cipali diharapkan dapat menjadi pemicu pembangunan konektivitas darat, laut, udara serta jalur komunikasi lainnya. Apalagi, tol Trans Jawa adalah bagian dari Jaringan Jalan Asia (Asian Highway 2), yang menyambungkan Natuna, Kalimantan, Puerto Princesa, Manila, Luzon hingga Jepang.

 

3. Menginspirasi pembangunan infrastruktur lainnya.

Selain konektivitas, pembangunan infrastruktur lainnya, seperti bendungan, jembatan, saluran irigasi, pemukiman sehat, rumah sakit dan lainnya, juga sangat fundamental bagi pertumbuhan ekonomi. Tanpa didukung infrastruktur ini, ekonomi tidak akan mudah tumbuh dengan cepat. Infrastruktur yang tidak memadai menyebabkan ekonomi biaya tinggi dengan biaya transportasi dan logistik yang tinggi pula. Infrastruktur yang baik mempengaruhi secara langsung tingkat daya saing yang dimiliki. Di tingkat ASEAN, kualitas infrastruktur Indonesia secara umum berada di peringkat tiga, dan berada di peringkat empat untuk tingkat indeks kompetitif. Menurut laporan Habibie Center bulan Oktober 2014, ada empat tantangan utama dalam pengembangan infrastruktur di Indonesia, dimana salah satunya telah disebutkan di atas, pembebasan lahan. Tiga lainnya adalah isu pembiayaan, kapasitas yang rendah dan kurangnya koordinasi pihak-pihak yang terkait. Dari sini, kita bisa lihat bahwa tol Cipali sekali lagi menunjukkan inspirasi, bahwa tantangan-tantangan tersebut dapat dijawab. Pembangunan infrastruktur yang lain dapat belajar dari keberhasilan (maupun kegagalan) dalam pembangunan tol Cipali.

 

[caption caption="Entah kegiatan penambangan pasir ini legal atau tidak. Entah mereka cukup terpengaruh dengan adanya jalan tol Cipali atau tidak. Yang pasti, para penambang pasir di sungai Cimanuk yang melintas di salah satu dari 99 jembatan di tol Cipali ini, turut berkontribusi untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sumber: pribadi."]

[/caption]

 

4. Membuka lebih jauh kemungkinan kerja sama pemerintah dan swasta.

 

Pembangunan tol Cipali merupakan suatu contoh kerja sama pemerintah dan swasta (PPP, public private partnership). Pelaksana pembangunan tol ini, PT Lintas Marga Sedaya, dimiliki 55% oleh Plus Expressways Berhad dan 45% PT Bhaskara Utama Sedaya. Total biaya investasi Rp 13,779 trilyun berasal dari equity Badan Usaha Jalan Tol dan pinjaman dari perbankan. Masa konsesi jalan ini selama 35 tahun dari Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol di tahun 2006. Skema PPP seringkali dikritik sebagai bentuk privatisasi, yang merugikan kepentingan publik dan negara. Namun, di sisi lain, alasan yang sering digunakan untuk mendukung skema ini adalah beban finansial pemerintah yang terlalu besar dan kemungkinan untuk mencari pola kerjasama yang lebih produktif dan efisien. Pada kenyataannya, skema PPP ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Yang terpenting adalah bagaimana tujuan saling menguntungkan bagi baik pihak pemerintah, swasta dan masyarakat umum dapat tercapai. Dalam hal ini, tol Cipali dapat menjadi pelajaran berharga bagaimana skema kemitraan pemerintah dan swasta sebaiknya dilakukan.

 

5. Mendorong laju roda ekonomi.

 

Seperti yang telah disampaikan di atas, efisiensi ekonomi diharapkan tercapai lewat keberadaan jalan tol Cipali ini. Dengan kepadatan jalur pantai utara (pantura) yang diperkirakan dapat berkurang dari 40% hingga 60%, biaya distribusi barang dan jasa dapat ditekan, sehingga tingkat daya saingnya meningkat. Selain itu, di sekitar jalur tol akan tumbuh pusat perdagangan maupun sentra industri, yang dapat memutar roda ekonomi lebih cepat. Ada kritikan bahwa tol Cipali ini akan menyebabkan kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar jalur pantura akan menurun. Hal ini sangat mungkin terjadi. Namun, yang lebih krusial adalah bagaimana pemerintah dan masyarakat bisa memanfaatkan kedua jalur ini untuk “berkompetisi” secara sehat. “Silahkan dipilih, mau lewat jalur mana, Pantura atau Cipali. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya sendiri,” papar Wisnu.

[caption caption="Truk-truk besar bermuatan penuh ini sedang parkir di salah satu area di tol Cipali. Semakin banyak angkutan seperti ini akan menggunakan jalur tol ini, yang berarti membantu efisiensi biaya transportasi. Sumber: pribadi."]

[/caption]

 

Proses pembangunan tol yang terpanjang dan termahal di Indonesia ini tidaklah selalu mulus. Dirintis sejak 2006 dan dimulai pembangunannya sejak 2011, tol Cipali akhirnya selesai tahun ini. Dan, ini lebih cepat dari target, sebelum hari Idul Fitri menjadi sebelum bulan puasa. Semua ini tentu saja patut diapresiasi. Yang terpenting adalah bagaimana meneruskan bola salju dari prestasi ini, untuk kepentingan ke depan yang lebih strategis: tol Trans Jawa, proyek konektivitas lainnya, program infrastruktur lainnya, kerjasama pemerintah dan swasta, dan manfaat ekonomi. Dan inilah tantangan bagi kita semua untuk awal sebuah kejayaan. Tantangan ini pula harus dijawab dengan semangat, seperti yang sudah dicanangkan pemerintah, “Ayo Kerja!”

 

 

1 Contoh kisah unik adalah batu yang berada di pinggir jalan, 90 km dari gerbang Cikopo, yang konon bagian dari kebijaksanaan lokal masyarakat setempat.

2 Hilmar Farid menyatakan hal menarik tentang makna “archipelago.” Menurutnya, archipelagic state tidak seharusnya diterjemahkan menjadi negara kepulauan dimana fokus utamanya adalah daratan atau pulau. Sebagai gantinya, lebih tepat, adalah negara maritim atau “lautan yang ditaburi pulau-pulau,” dengan fokus utama laut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun