Dani mengangkat wajahnya dan melihat Nadia, seorang rekan kerja yang baru dikenalnya. "Tentu, duduklah," jawabnya sambil tersenyum.
Nadia adalah sosok yang ceria dan penuh energi. Kehadirannya membawa keceriaan tersendiri di kantor. "Aku dengar kamu baru kembali dari cuti. Bagaimana perasaanmu?"
Dani berpikir sejenak sebelum menjawab. "Jujur saja, masih sulit. Tapi aku berusaha untuk kembali normal."
Nadia mengangguk pengertian. "Aku mengerti. Aku juga pernah berada di posisi yang sama. Tapi ingatlah, kita tidak sendirian. Ada teman-teman yang siap membantu."
Percakapan mereka berlanjut, dari topik pekerjaan hingga hal-hal ringan. Perlahan, Dani merasa beban di pundaknya sedikit terangkat. Ada sesuatu tentang Nadia yang membuatnya merasa lebih baik.
Malam harinya, setelah pulang kerja, Dani kembali merenung di dapur. Kali ini, dia membuat secangkir teh hangat, mencoba sesuatu yang berbeda. Sambil menyesap tehnya, dia memutuskan untuk menulis pesan pada Maya.
"Hai Maya, aku berharap kamu baik-baik saja. Aku ingin minta maaf atas semua yang terjadi. Aku tahu ini mungkin tidak cukup, tapi aku berusaha untuk memperbaiki diri. Semoga kita bisa bicara suatu saat nanti."
Dani menekan tombol kirim dan merasakan kelegaan. Entah Maya akan membalas atau tidak, setidaknya dia telah mencoba. Dia menatap cangkir tehnya yang kosong dan tersenyum. Pahitnya kopi pagi tadi mulai terasa jauh.
Hari-hari berikutnya, Dani terus bekerja keras. Dia mulai merasa nyaman kembali di kantor, dan hubungan dengan rekan-rekannya semakin baik. Nadia sering mengajaknya berbicara dan mendukungnya di setiap langkah. Perlahan, hidupnya mulai berwarna lagi.
Suatu pagi, ketika sedang menikmati secangkir kopi yang kali ini tidak terasa terlalu pahit, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Maya.
"Hai Dani, aku menerima pesanmu. Aku senang kamu berusaha memperbaiki diri. Aku juga ingin kita bicara. Mungkin kita bisa bertemu minggu depan?"