Hari-hari berlalu, dan Fahri terus menjalankan tugasnya dengan penuh semangat. Suatu malam, saat mengumandangkan adzan Isya, ia melihat seorang gadis muda berdiri di pintu masjid, menatapnya dengan penuh perhatian. Setelah sholat, gadis itu mendekati Fahri.
"Assalamualaikum, Mas Fahri. Namaku Hana," kata gadis itu dengan senyuman manis.
"Waalaikumsalam, Hana. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Fahri dengan ramah.
Hana tersenyum lembut. "Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih. Suara adzan Mas Fahri selalu membuat hati saya tenang. Terutama setelah kehilangan ibu beberapa bulan lalu, saya merasa sangat kesepian. Tapi suara adzan itu, entah bagaimana, memberi saya kekuatan."
Mendengar kisah Hana, Fahri merasa terharu. Ia mengerti perasaan kehilangan yang dirasakan Hana. "Hana, kehilangan memang berat. Tapi ingatlah, Allah selalu bersama kita. Setiap kali kamu mendengar adzan, ingatlah bahwa itu adalah panggilan untuk kita mendekat kepada-Nya dan mencari kekuatan dari-Nya."
Hana mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Mas Fahri. Saya akan ingat itu."
Malam itu, Fahri pulang dengan hati yang penuh kehangatan. Ia menyadari bahwa di balik setiap panggilan adzan yang ia kumandangkan, ada hati-hati yang terhubung, ada jiwa-jiwa yang dikuatkan. Tugasnya sebagai muadzin bukan hanya tentang menjalankan kewajiban, tetapi juga tentang menyebarkan cinta dan ketenangan.
Di balik adzan Isya yang merdu, tersembunyi kisah-kisah tentang iman, harapan, dan cinta yang tulus. Fahri, dengan keikhlasannya, telah menjadi jembatan yang menghubungkan hati-hati yang merindukan kedamaian. Suara adzan itu bukan hanya panggilan sholat, tetapi juga panggilan untuk selalu bersama, saling mendukung, dan mengingat bahwa kita tidak pernah sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H