Dalam benak Pembaca mungkin terlintas bahwa judul tulisan ini mirip dengan nama acara  yang pernah tayang di salah satu TV Swasta, dimana Mamah Dedeh sebagai Narasumbernya. Ya, memang benar. Penulis memodifikasinya dengan merubah kata "Mah" menjadi "Kom."
Kom disini bukanlah nama panggilan untuk orang yang bernama Kokom atau Komariah atau Komalasari. Kom yang dimaksud, melainkan Kompasiana beserta Kompasianernya. Dan memang benar pula, dalam tulisan kali ini penulis ingin mencurahkan isi hati (curhat) kapada Kompasiana dan Kompasianer-Kompasianernya.
Awalnya tulisan ini mau diberi judul "Antara Pandemi, Kompasiana, Ramadhan, dan Saya." Tidak salah juga kalau saya memilih judul ini karena Pandemi, Ramadhan dan Kompasiana berpengaruh terhadap saya sebagai kompasianer debutan.
Curhat dong, Kom!
Jadi ceritanya begini. Ketika Pandemi Novel Covid 19 mulai merebah ke negeri ini, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Stay At Home, Work From Home. Beruntung tidak terkena PHK seperti karyawan perusahaan swasta, saya salah satu yang terkena kebijakan tersebut.
Sejak pertengahan Maret, saya bertahan di rumah dan bekerja dari rumah. Beraktivitas di rumah tentu tidak sepadat ketika bekerja di tempat kerja yang tugas tambahannya justru seabreg. Bekerja di rumah hanya mengerjakan tugas pokok. Jujur kalau ada orang yang mengatakan saya makan gaji buta, tidak sepenuhnya salah. Karena memang banyak waktu luangnya.
Saya mulai mencari kesibukan dengan membuat karya tulis makalah tentang pendidikan. Sampai minggu ke 3 dan ke 4 Maret, masih berkutat di pendahuluan. Masuk ke April mencoba memotivasi diri untuk memulai pembahasan, namun gagal. Buka laptop, no idea, tutup lagi. Terus seperti itu, waktu banyak terbuang.
Masuk minggu ke 3, ketika sedang mampir di Facebook, menjumpai iklan sebuah artikel dari Kompasiana. Sebenarnya sudah lama saya tahu Kompasiana, tapi tidak pernah tertarik untuk menelusuri lebih jauh.
Kali ini iseng, klick iklan tersebut, saya baca artikelnya. Saya jelajahi pula artikel-artikel dari berbagai macam tema konten. Saya klick tawaran "Mulai Nulis," diminta registrasi terlebih dahulu.
Setelah data registrasi tervalidasi, saya pindahkan tulisan makalah saya yang sudah berminggu-minggu menggantung. Walaupun belum selesai, saya coba beranikan diri click "Review." Ih... keren tampilannya. Belum apa-apa sudah GR. Saya lebih terangsang dan tertantang untuk menyelesaikan tulisan saya yang kemudian saya ubah kedalam bentuk artikel yang lebih populer.
Dan, akhirnya artikel pertama saya tayang tanggal 19 April 2020. Sedikit bangga, saya bagikan linknya ke FB dan grup-grup WA yang saya ikut di dalamnya.
Ramadhan tiba di minggu terakhir April. Semakin memberikan banyak waktu untuk berkompasiana, terutama malam hari sampai waktu makan sahur. View demi view didapat plus satu dua rating dan komentar. Semakin rajin pula saya baca artikel-artikel kompasianer lain terutama yang telah memberi rating dan komentar pada artikel saya.
29 April, hari kelima berpuasa, artikel kedua berhasil tayang. Masih bertema pendidikan, artikel tersebut berhasil menjadi artikel "Pilihan." Kalau artikel pertama memperoleh kurang dari 100 views, artikel kedua sampai lebih dari 300. Waktu itu saya belum menyadari dan tidak paham makna "Pilihan" yang dimaksud.
Saya mencoba menulis genre lain. "Fiksiana," lebih tepatnya "Novel" pilihan saya. Saya menggali lagi pengalaman-pengalaman hidup saya beberapa tahun ke belakang yang saya anggap telah merubah pribadi saya. Berhasil tayang 5 episode dengan sambutan biasa saja, jumlah view tidak pernah mencapai angka 100.
Masih di bulan Ramadhan. Melawan kejenuhan, beralih lagi ke Edukasi, ke Fiksiana lagi. Get stuck.Â
Sampai lah saya ke informasi bahwa Peresiden China Xi Jinping berpidato tentang Covid 19. Muncul ide untuk membaca surat kabar dari China untuk mengetahui lebih banyak isi pidatonya. Pilihan jatuh pada CHINADAILY.COM.CN.
Saya terjemahkan rangkuman isi pidato Xi yang dimuat di Harian tersebut. Jujur, dengan hanya sedikit memberi pendahuluan, saya buat hasil terjemahan tersebut menjadi sebuah artikel. Tayang dengan label "Pilihan" diberikan oleh Kompasiana.
Dari situ saya mulai menyadari makna "Pilihan" yang dilabelkan setelah menelusuri di Profil Kompasiana. Walaupun jumlah views tidak sampai 100, artikel tersebut mendapat cukup banyak rating dari sesama kompasianer.
Selain membaca tulisan-tulisan di Kompasiana, saya berusaha update dengan membaca isu-isu hangat di harian nasional dan internasional. Saya buat dan saya sarikan hasil akhir penjelajahan saya menjadi tulisan.Â
Dua artikel saya berikutnya, di hari-hari terakhir Ramadhan, mendapat lebih dari 100 views serta rating dan komentar yang lebih dari artikel-artikel sebelumnya. Dalam hidup saya, ini hal yang luar biasa!
Sampai akhirnya, saya tergelitik untuk menulis curhat ini.
Terima kasih, Pandemi Covid 19. Terima kasih, Ramadhan. Telah memberi kesempatan saya untuk memanfaatkan waktu dengan lebih banyak menulis.
Terima kasih, Kompasiana. Terima kasih Kompasianers. Telah memberi, tidak hanya ruang, tapi juga rangsangan dan tantangan bagi saya untuk terus belajar menulis dan belajar mengapresiasi karya orang lain.
Salam.
Cirebon, 26 Mei 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H