Kontroversi mewarnai pengesahan Peraturan Presiden RI Nomor 68 Tahun 2020 Tentang Komisi Nasional Disabilitas (KND). Ada yang menilai sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam upaya pemenuhan, pelindungan dan penghormatan hak-hak penyandang disabilitas, namun sebagian lainnya menilai sebagai sebuah kemunduran, lalu muncullah gerakan petisi yang mendesak Presiden merevisi Perpres tersebut.
Ada pula yang menyatakan adanya KND justru bertentangan dan menjadi sebuah ketidakkonsistenan gerakan inklusi. Saya sendiri memilih untuk melakukan sosialiasi KND kepada Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan lintas organisasi difabel.Â
Menengok beberapa pendapat para tokoh soal KND yang dimuat di beberapa media. Dimulai dari Fajri Nursyamsi, Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), jauh hari sebelum Perpres disahkan tepatnya pada Februari 2020, dalam tulisannya di Kolom Hukum Online yang berjudul Komisi Nasional Disabilitas untuk Siapa, di antaranya menyebutkan ada tiga poin kesalahan perspektif Pemerintah dalam penyusunan Perpres KND ini.
Pertama, menempatkan KND melekat secara keuangan kepada Kementerian Sosial, menempatkan sekretariat KND setara dengan esselon III, dan membagi kategori pengisian jabatan pimpinan KND antara disabilitas dan non disabilitas.
Pandangan lainnya dari anggota Komisi Nasional Perempuan, Bahrul Fuad dalam liputan Tempo (1/7) yang berjudul Paradigma Berbeda Tentang Keberadaan Komisi Nasional Disabilitas, justru menilai pembentukan Komisi Nasional Disabilitas justru bertentangan dan menjadi sebuah ketidakkonsistenan gerakan inklusi.
Dikatakannya, lembaga yang mengurus atau terkait dengan penegakan hak asasi manusia, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komnas Anak, bisa jadi merasa tidak perlu mengurus isu disabilitas karena sudah ada Komisi Nasional Disabilitas itu. Dampaknya, lembaga-lembaga tersebut tidak akan belajar tentang isu disabilitas.
Sementara itu Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyampaikan beberapa hal yang menjadi critical points terhadap Perpres Nomor 68 tahun 2020, diantaranya soal independensi Komisi Nasional Disabilitas sebagai lembaga HAM.
Ia sampaikan dalam dalam webinar yang dilaksanakan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya, Selasa (30/06) bahwa menempatkan sekretariat pada Kementerian yang merupakan lembaga eksekutif negara, dikhawatirkan dapat mengurangi independensinya.Â
Menurutnya, akan lebih ideal untuk menempatkan kesekretariatan Komisi Nasional Disabilitas pada lembaga HAM yang telah eksis dibandingkan menempatkannya pada lembaga eksekutif.
Mensikapi petisi lintas organisasi penyandang disabilitas kepada Presiden, bahwa yang pertama saya memberikan apresiasi sebagai bentuk dukungan menghidupkan semangat demokrasi dan mendorong pengakuan publik terhadap kesetaraan hak penyandang disabilitas sebagai warga negara.