Mohon tunggu...
Kertaning Tyas
Kertaning Tyas Mohon Tunggu... Human Resources - Pendiri Lingkar Sosial Indonesia

Panggil saja Ken. Penggerak inklusi di Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Melawan Berita Bohong dengan UU Pers

6 Maret 2020   23:18 Diperbarui: 6 Maret 2020   23:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SS UU Pers No 40 Th 1999

Tahun lalu saya membuat petisi online kepada sebuah parpol agar meminta maaf kepada kami, kelompok difabel yang merasa dirugikan oleh pemberitaan partai tersebut.. Alkisah, petisi dipicu oleh pemberitaan di media massa bahwa parpol itu membuat even musik difabel. Padahal yang benar, even yang mereka maksud adalah acara musik yang kami danai sendiri. Wes jian.., ambyar tenan. 

Singkat cerita, hasil dari petisi tersebut sukses membuat mereka meminta maaf dan membuat revisi pemberitaan sesuai fakta. Lantas apa tujuan penulisan ini? Hanya untuk mengatakan bahwa kita sebagai konsumen berita/ masyarakat berhak memberikan respon terhadap pemberitaan media baik melalui hak jawab maupun hak koreksi. 

Beberapa kasus terkait pemberitaan yang salah

Masih ingin bercerita, sebelum saya menulis tentang apa itu hak jawab dan hak koreksi, yaitu mengapa saya harus menulis ini. Bukankah hak jawab dan hak koreksi sudah populer dan diundangkan dalam UU RI Nomer 40 Tahun 1999 Tentang Pers? Jawabnya ternyata belum. 

Faktanya setidaknya dari beberapa kasus yang penulis alami sendiri. Selain kasus klaim parpol atas even musik, ada pula kasus lainnya, kebetulan masih terkait parpol juga namun kali ini menyangkut iklan kampanye yang menyinggung harkat dan martabat difabel. Kasus ini juga berujung petisi dan permohonan maaf mereka.

Kasus teranyar, berkaitan tujuan penulisan ini adalah curhatan beberapa jaringan gerakan difabel atas berita-berita pencitraan yang dinilai menguntungkan satu pihak saja. Ini bukan soal pamrih atau ingin menonjol siapa telah melakukan apa, melainkan kebenaran informasi yang disebarkan kepada masyarakat. 

Bagi saya pribadi, setelah selama lebih 5 tahun terjun bebas dalam dunia advokasi difabel, menilai bahwa kelompok masyarakat yang kerap kali disebut rentan ini, benar-benar dianggap rentan dan lemah sehingga layak menjadi sasaran ekploitasi. Tentu saja persepsi ini salah, sebab difabel sesungguhnya adalah soal kemampuan yang berbeda saja atau kerap disebut different people ability. 

Difabel juga memiliki jaringan dengan kapasitas dan kapabilitas setara. Contohnya? Lihat saja contoh kasus diatas, bagaimana para parpol pada akhirnya harus meminta maaf pada difabel dan mencabut pemberitaan yang salah.

Dari pengalaman diatas, apakah setiap kesalahan pemberitaan baik disengaja atau tidak disengaja akan dihadapi dengan petisi? Tentu saja tidak. Berikut kita ingat kembali apa itu hak jawab dab hak koreksi bagi masyarakat dan cara menggunakannya. 

Apa itu hak jawab dan hak koreksi? 

Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Hak jawab digunakan ketika pemberitaan di media, baik media cetak, media siber, maupun media elektronik, bertolak belakang dengan fakta yang terjadi dan mencemarkan nama baik seseorang atau sekelompok orang.Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15.

Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 

Hak koreksi digunakan ketika seseorang atau sekelompok orang merasa terdapat kekeliruan informasi yang menyangkut dirinya atau orang lain dalam pemberitaan media, baik media cetak, media elektronik, atau pun media siber.Hak koreksi ini telah diatur oleh pemerintah dan Dewan Pers Indonesia dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.Peraturan tentang hak koreksi ini dimuat dalam pasal 1, pasal 5, pasal 6, pasal 11, dan pasal 15.

Selain telah diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, hak jawab dan hak koreksi juga merupakan bagian dari Kode etik jurnalistik yang harus dipatuhi oleh semua wartawan dan perusahaan media. Berdasarkan pasal 5, sebuah pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Berdasarkan hal itu pula, pers dan wartawan wajib melayani hak koreksi dan hak jawab secara proporsional.

Hak jawab memilki fungsi yang sama dengan hak koreksi, yaitu sebagai kontrol sosial masyarakat dimana setiap orang dijamin haknya oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media dan dewan pers dengan berbagai bentuk dan cara dengan adanya hak jawab dan hak koreksi.

Hak jawab dan hak koreksi menjadi tugas dan peran pers nasional dalam memenuhi hak masyarakat terkait pemberitaan media. Hak-hak tersebut diantaranya mencakup tentang hak masyarakat untuk mengetahui, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Bagaimana cara menggunakan hak jawab dan hak koreksi? 

1. Melalui hak jawab. Caranya tulis surat keberatan terhadap perusahaan pers dari media yang bersangkutan. Jelaskan secara jelas keberatan yang dimaksud, serta lampirkan arsip berita yang dipermasalahkan. 

2. Pengaduan ke Dewan Pers. Caranya serupa tulis surat keberatan terhadap Dewan Pers. Jelaskan secara jelas keberaatan yang dimaksud, serta lampirkan arsip berita yang dipermasalahkan. 

Salah satu tugas Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan pertolongan masyarakat atas kasus-kasus yang berkaitan dengan pemberitaan pers. Pertimbangan yang dimaksud menurut Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Pers adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi Naskah, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. 

Lantas bagaimana cara menghubungi Dewan Pers? Berkirim surat ke Dewan Pers dengan alamat:

Gedung Dewan Pers Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih No.32-34 Jakarta 10110. Telp.021-3521488, 3504877, 3504874-75 Faks.021-3452030

Atau melalui email. Email Sekretariat: sekretariat@dewanpers.or.id. Email Pengaduan: pengaduan@dewanpers.or.id

Demikian artikel, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun