Berdiskusi dengan emak-emak dari anak berkebutuhan khusus (ABK) sejak bulan Februari 2019 lalu, tentang layanan kesehatan bagi anak-anak mereka, rasanya menjadi setumpuk amanat yang harus dikerjakan segera.
Mereka mengeluhkan betapa anak dengan disabilitas membutuhkan biaya yang tak sedikit. Idealnya, beban itu diselesaikan  oleh negara sesuai amanah UU RI Nomer 8 Tahun 2016, bahwa setiap orang berhak atas kesetaraan layanan kesehatan, tak terkecuali penyandang disabilitas atau difabel.Â
Namun faktanya, layanan kesehatan yang akses masih menjadi barang mewah bagi difabel. Dimulai dari aksesibilitas bangunan fisik misalnya, bagaimana tangga-tangga jalan masuk, pintu kamar mandi yang sempit, hingga meja admin yang terlalu tinggi bagi pengguna kursi roda dan orang pendek.Â
Sementara itu, dalam layanan non fisik orang tuli masih kebingungan di antrian poly sebab tak ada informasi tulisan, hingga tuna netra yang kesulitan membaca resep obat.Â
Selanjutnya, bagi emak-emak ABK sendiri yang paling penting adalah layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan ragam disabilitas. Misalnya adanya fisio terapi bagi anak-anak celebral palsy, juga terapi wicara bagai anak-anak dengan hambatan bicara. Termasuk imunisasi khusus, bagi anak- anak downsyndrom.Â
"Layanan terapi belum semua dijamin oleh Pemerintah melalui asuransi, belum juga ada di Puskesmas apalagi Posyandu, sedangkan biayanya mahal, bisa 75.000 per jam, jadi sekali terapi dan layanan lainnya bisa mencapai 200-300an ribu," terang Nur, warga Kabupaten Malang, orangtua dari anak dengan keterlambatan mental.
Ini belum termasuk ongkos wira- wiri alias transportasi, kerugian kami sebagai orangtua ijin tidak bekerja sebab nunggui anak terapi dan lainnya.Â
Sementara itu di Kota Malang, beberapa paguyuban orangtua ABK melakukan inisiatif terapi untuk ABK secara mandiri/ swadaya. Mereka bekerjasama dengan lembaga sosial yang menyediakan bantuan tenaga terapis.
Kegiatan ini sangat membantu para orangtua ABK, namun beberapa kendala masih sering ada, diantaranya soal hambatan transportasi, tidak adanya kepastian lokasi terapi sehingga berpindah-pindah dan kesulitan menyimpan alat terapi.
Orangtua ABK yang rerata berasal dari kalangan tidak mampu juga membutuhkan asuransi kesehatan gratis dari Pemerintah, seperti BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun kesulitan mengurusnya.
Perbaikan layanan kesehatan melalui Posyandu Disabilitas
Untuk pertama kalinya, khususnya di Jawa Timur sebuah Posyandu Disabilitas hadir dengan memberikan layanan kesehatan khusus kepada penyandang disabilitas sesuai dengan kebutuhan ragamnya, seperti fisio terapi, terapi wicara, hingga konseling parenting dan ketersediaan ambulance untuk antar jemput ke lokasi posyandu.
Bahkan posyandu ini mengkombinasi kegiatan pemberdayaan ekonomi sebagai bagian dari modalitas terapi baik bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) pasca rehabilitasi di rumah sakit jiwa maupun bagi penyandang disabilitas pada umumnya yang rentan mengalami masalah kejiwaan dari sebab faktor ekonomi.
Posyandu Disabilitas adalah jawaban dari kegelisahan orangtua dari anak berkebutuhan khusus (ABK) selama ini atas belum tersedianya layanan kesehatan khusus bagi anak-anak mereka.
Posyandu Disabilitas berlokasi di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Semua layanan kesehatan tersebut diatas semuanya gratis. Beban operasional baik finansial maupun dukungan SDM dari kegiatan ini ditanggung bersama oleh lintas stake holder yang bergabung.Â
Mereka adalah yang pertama, Pemerintah Desa Bedali sebagai penanggungjawab kegiatan. kemudian dari sektor kesehatan terdapat Puskesmas Lawang dan RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat. Mereka bertanggungjawab pada layanan kesehatan termasuk terapi-terapi, konseling dan parenting.Â
Selanjutnya dari sektor pendidikan terdapat SLB Pembina Tingkat Nasional Bedali dan SDN V Inklusi Bedali. Mereka berperan mendampingi kegiatan konseling dan parenting. Khususnya tim dari SLB sekaligus berperan sebagai juru bahasa insyarat.Â
Juga dari organisasi sosial terdapat Yayasan Lingkar Sosial Indonesia yang berperan sebagai koordinator umum kegiatan. Organisasi ini ditunjuk sebagai koordinator oleh lintas pihak atas dasar sebagai inisiator kegiatan. Sedangkan BMH Malang berperan mendukung fasilitasi pelatihan keterampilan.Â
Awal mula adanya Posyandu Disabilitas ini, adalah kegiatan Sarasehan Pembangunan Inklusif yang diadakan oleh Yayasan Lingkar Sosial Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Desa Bedali.
Sarasehan tersebut merupakan rangkaian proyek Pengembangan Pokja Wirausaha Difabel, kerjasama NLR Indonesia, organisasi sosial mitra Kemenkes RI Â yang fokus pada eliminasi kusta dan pemberdayaan difabel.
Sarasehan dihadiri oleh lintas pihak yang terkait, diantaranya Camat Lawang, Dinas Sosial Kabupaten Malang, Dinas PMD Kabupaten Malang, Puskesmas Lawang, RSJ Dr.Radjiman Wediodiningrat, SLB Pembina Tingkat Nasional Bedali, SDN V Inklusi Bedali, serta perwakilan organisasi penyandang disabilitas Forum Malang Inklusi.Â
Hasil dari Sarasehan tersebut adalah Komitmen Bersama Desa Bedali Inklusif Disabilitas, yang pada prinsipnya selain sistem desa yang menjamin peran aktif dan partisiapasi warga difabel dalam pembangunan, serta pemenuhan hak-hak difabel.
Lantas bagaimana mencapai hal tersebut? Pada sisi inilah yang menarik, bahwa persoalan layanan kesehatan masyarakat, yang secara peraturan perundangan wajib dipenuhi oleh Pemerintah, dalam praktiknya dikerjakan bersama dengan masyarakat.
Harapannya pun sederhana, semoga Posyandu Disabilitas ini bisa direplikasi di setiap desa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H