Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan sekitar 34%(±6000) pulau yang berpenghuni. Wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan, yaitu mencapai 5,8 juta km2. Laut Indonesia banyak menyimpan kekayaan alam, selain itu Indonesia terletak di wilayah triangle coral reef. Sebesar 14% dari terumbu karang dunia ada di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup didalamnya. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi bagi para penyelam .
Selain merupakan kekayaan alam Indonesia, terumbu karang dan binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi manusia yaitu melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di air adalah gigitan atau sengatan yang beracun. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut. Beberapa tipe gigitan atau sengatan dapat menyebabkan kematian.
Terdapat lebih dari 200 spesies ikan beracun di dunia yang dapat menyebabkan cedera pada manusia. Paling terkenal dari spesies ini adalah ikan pari, ikan lele, lionfish, scorpionfish, stonefish, weeverfish, toadfish, dan ikan hiu. Semua ikan ini memiliki aparatus racun yang sama terdiri dari satu duri atau lebih, di lokasi berbeda, yang dilindungi oleh pembungkus yang menutupi berbagai bentuk kelenjar racun. Pada saat duri binatang menembus korbannya pembungkus dilepaskan dan kelenjar racun mengeluarkan toksin-toksinnya pada luka. Toksin dari ikan – ikan ini dapat bertahan 24 – 48 jam setelah ikan – ikan ini mati.
Stonefish (Synanceia sp)
Stonefish(ikan batu) dari genus Synanceja,  golongan yang paling berbahaya dari famili Scorpionfish merupakan  ikan yang paling mematikan di dunia, dan dapat ditemukan di laut Indo-Pasifik. Dari ukurannya stonefish ini sangat kecil tapi dengan durinya yang berjumlah 13 ini memiliki racun yang sangat mematikan 1 kelenjar racun ikan batu dapat membunuh 100 tikus Hidup . Ikan ini memiliki kamuflase yang sempurna di bawah laut  dan di perairan dangkal dengan menyerupai karang, kadang tertimbun dengan pasir atau lumpur, atau dalam lubang batu-batuan, daerah karang dan berwujud seperti batu sehingga susah terlihat dan tidak akan bergerak meskipun didekati. Banyak penyelam yang tidak menyadari kehadiran ikan ini dan akhirnya menginjak sehingga menyebabkan luka tertusuk bagi para penyelam cedera terjadi pada waktu terinjak duri beracun pada daerah dorsal pada saat stonefish membela diri. Duri stonefish pendek dan tebal serta sangat besar dengan kelenjar racun yang terbentuk dengan baik dan mengeluarkan neurotoksin, racun yang menyerang sistem saraf. Bila tidak secepatnya ditangani maka racunnya bisa menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan rusaknya jaringan syaraf, kelumpuhan, hingga kematian
 Gambar 1. Stonefish(Ikan Batu)
Gejala Lokal dan Sistemik dari Duri Ikan Batu
Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar, bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat gigitan atau sengatan. Gejala lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram, diare, sesak napas, nyeri pada daerah inguinal atau aksila, demam, nausea atau vomitus, paralisis, berkeringat, lemas, pusing, dan pingsan.
Toksisitas akibat sengatan ikan beracun tergantung pada beberapa faktor, lokasi dan beratnya luka, banyaknya racun yang dilepaskan, dan pertolongan pertolongan pertama serta pertolongan medis yang diberikan. Pada umumnya, luka – luka ini menyebabkan nyeri tergantung dari beratnya cedera. Nyerinya langsung dan terus – menerus. nyeri bisa sangat hebat yang mengakibatkan korban mengamuk dan berteriak dan akhirnya kehilangan kesadaran. Awalnya tempat sengatan akan tampak pucat dan sianotik. Daerah sekitar luka dapat menjadi anestetik atau hiperestetik, kemudian terjadi eritema dan edema, dan memberikan gambaran selulitis. Dapat terbentuk vesikel – vesikel. Pada sengatan hebat yang disebabkan stonefish, daerah yang cedera dapat menjadi indurasi dan membentuk area nekrosis iskemik kemudian terjadi pengelupasan dan pembentukan ulkus.
Efek sistemik dari duri ikan batu bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung pada spesiesnya dan jumlah racun yang masuk pada luka. Berupa sakit kepala, nausea, muntah, diare, nyeri dan kram perut, demam, limfangitis lokal dan limfadenitis, nyeri sendi, kelemahan otot, diaforesis, neuropati perifer, paralisis anggota gerak, kelemahan, delirium, kejang, aritmia jantung, iskemik miokardial, perikarditis, hipotensi, dan gagal napas, dan dapat berakhir pada kematian.
Penanganan pertama
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada penyelam yang terkena sengatan ialah menyingkirkan penyebab gigitan atau sengatan tersebut dengan handuk, sebaiknya penolong menggunakan sarung tangan, cuci area yang digigit atau disengat dengan air asin, rendam luka di air panas selama 30 – 90 menit.
Luka tusuk dan laserasi akibat duri ikan beracun sebaiknya segera diirigasi dengan NaCl atau air jika tersedia atau dengan air laut sebagai upaya terakhir. Daerah luka harus segera direndam di air yang panas (tidak mendidih) sekitar 430C – 460C selama 30 – 90 menit sampai didapatkan perbaikan rasa nyeri yang maksimal. Membasahi dengan air panas dapat diulangi jika nyeri kembali terasa. Karena luka atau ekstremitas sebagian teranestesi maka orang yang melakukan pertolongan pertama pada korban harus menguji suhu air.
Infiltrasi lokal pada luka dengan lidokain 1 – 2% tanpa epinefrin dapat mengurangi nyeri yang signifikan dan memungkinkan untuk eksplorasi luka setelah radiografi dilakukan untuk menemukan bagian duri yang tertinggal. Anestesi yang masa kerjanya lebih lama seperti prokain dan bupivakain dapat dipilih untuk mengurangi nyeri dalam waktu yang lama. Direkomendasikan untuk membersihkan dengan menggunakan sikat gigi dan heksaklorofen dalam alkohol 70%. Pada umumnya luka sebaiknya dibiarkan terbuka atau ditutup dengan plester atau jahitan untuk mendapatkan drainase yang adekuat dan mencegah pembentukan abses.  Profilaksis tetanus sebaiknya diberikan jika ada indikasi, dan antibiotik direkomendasikan jika luka sudah lebih dari 6 jam, jika luka lebar, atau luka dalam pada tangan atau kaki. Pilihan antibiotik harus berdasarkan bakteriologi dari lingkungan laut di mana luka terjadi dan kemudian berdasarkan hasil kultur luka atau jaringan. Terapi antibiotika empirik untuk infeksi pada luka yang terjadi di air laut harus termasuk antibiotik yang memiliki efek terhadap spesies Vibrio.Sebelum hasil kultur luka diketahui, pilihan pertama adalah antibiotika parenteral termasuk siprofloksasin intravena, imipenem-cilastatin, sefotaksim, seftazidim, gentamisin, tobramisin, atau trimetoprim-sulfametoksazol.  Komplikasi sengatan stonefishdengan reaksi berat dapat diobati dengan antiracun secara intravena yang dimasukkan secara perlahan.
Antivenom stonefish
CSL stonefish antivenom:, IV  opioid analgesic , blok regional dan sistemik antivenom  digunakan untuk pertologan pertama pada keadaan nyeri yang parah yang disebabkan oleh tusukan ikan batu. Antivenom diberikan untuk menetralkan racun, mencegah penyakit berbahaya dan untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Antivenom stonefish ini adalah sebuah injeksi yang dibuat dari hasil imunisasi dari kuda yang telah diberikan racun stonefish tersebut dan kemudian darah dari kuda yang telah dinetralkan dari racun stonefish dikumpulkan dan setelah itu dimurnikan dan dibuat sebagai injeksi.. Antivenom ini juga dapat digunakan dalam pengobatan akibat sengatan bullrout (Notesthes robusta) dan untuk spesies lain dalam keluarga Scorpaenidae.
Berikan satu ampul (2000 unit) untuk setiap dua luka tusukan tulang (untuk maksimal tiga ampul), murni dengan suntikan intramuskular atau diencerkan dalam 100 mL normal saline lebih dari 20 menit.
Tidak diketahui apakah Stonefish antivenom lebih mujarab dengan IV atau IM
Contraindications
Tidak ada kontraindikasi absolut
Kehamilan dan menyusui: Tidak ada pembatasan pada penggunaan
Pediatri: Berikan dosis dewasa standar dalam 10 mL / kg saline normal.
Ada peningkatan risiko anafilaksis pada pasien yang sebelumnya telah diobati dengan antivenom atau yang memiliki diketahui atau diduga kuda alergi sera.
Administration
Tempatkan pasien di daerah yang dipantau di mana peralatan, obat-obatan dan tenaga yang tersedia untuk mengelola reaksi alergi
Berikan satu ampul untuk setiap dua luka tusukan tulang (untuk maksimal tiga ampul) murni dengan injeksi intramuskular. Atau antivenom yang dapat diencerkan dalam 100 mL saline normal dan intravena lebih dari 20 menit
Premedikasi dengan adrenalin tidak perlu
Ulangi dosis satu ampul diberikan sampai titik akhir terapi tercapai (lihat di bawah)
Catatan: Ini dapat diberikan sebagai dorongan IV cepat jika pasien hemodinamik tidak stabil atau serangan jantung.
titik akhir Terapi
 Resolusi fitur lokal dan sistemik envenoming.
Adverse drug reactions and management
- akut reaksi alergi atau anafilaksis
- Segera berhenti infus antivenom
- Berikan oksigen, cairan IV dan pengatur adrenalin IM 0,01 mg / kg (max 0,5 mg) u pada bagian paha lateral.
Serum sickness
- Ini komplikasi membatasi relatif jinak dan self dapat terjadi 5-10 hari setelah antivenom
- Manifestasi termasuk demam, ruam, arthralgia dan mialgia
- Steroid oral (misalnya prednisolon 50 mg / hari atau 1-2 mg / kg / hari pada anak-anak selama 5 hari) memperbaiki gejala
- Catatan: Semua pasien harus memperingatkan tentang komplikasi yang potensial ini sebelum digunakan.
Catatan :
- Pasien tanpa fitur klinis envenoming sistemik pada 2 jam tidak memerlukan observasi medis lebih lanjut
- Pasien yang diobati dengan analgesia opioid atau antivenom mungkin akan habis ketika mereka telah menunjukkan gejala selama 4 jam.
Referensi
Suling, Pieter L.2011.Cutaneus Lesions From Coastal and Marine Organism.surabaya.Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
White J. CSL Antivenom Handbook 2001. CSL Ltd: Parkville, Melbourne, Victoria
Lee JYL, Teoh LC, Leo SPM. Stonefish envenomation of the hand – a local marine hazard. A series of 8 cases and review of the literature. Annals of the Academy of Medicine, Singapore 2004; 33:515–520
Little M. Stonefish (Synanceia species) sting. Emergency Medicine 1990; 2(4):5.
Sutherland SK, Tibballs J. Australian animal toxins: the creatures, their toxins and care of the poisoned patient. South Melbourne: Oxford University Press, 2001.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H