Mohon tunggu...
Jatmika AjiSantika
Jatmika AjiSantika Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

Serius banget orangnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perseteruan Soekarno-Hatta

25 Juli 2023   15:30 Diperbarui: 25 Juli 2023   15:37 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://bondowoso.jatimnetwork.com/pendidikan/pr-1824033659/isak-tangis-bung-karno-pecah-ini-kisah-haru-bung-hatta-saat-menjenguk-bung-karno-sebelum-wafatnya

Soekarno-Hatta sering disebut sebagai dwitunggal. Keduanya merupakan pahlawan bangsa Indonesia dan dijuluki bapak proklamator Indonesia. 

Kedua pahlawan ini memiliki cara yang berbeda dalam pandangan politiknya. Perbedaan itu sudah terlihat sejak masa pergerakan, masa sebelum Indonesia merdeka. Soekarno lebih mengedepankan mobilisasi massa, sedangkan Hatta lebih mengutamakan pendidikan. Hatta berpendapat bahwa kemerdekaan tidak dapat dicapai hanya dengan agitasi dan propaganda saja, rakyat harus diberi pendidikan melalui tulisan dalam buku-buku. Sedangkan Bung Karno berpendapat cara yang coba ditempuh Hatta akan dapat dicapai kalau hari sudah kiamat.

Setelah memperoleh kemerdekaan, Hatta mendampingi Soekarno sebagai wakil presiden hingga 1 Desember 1956. Alasannya bila parlemen dan konstituante pilihan rakyat sudah terbentuk maka wapres tidak diperlukan lagi sehingga Hatta merasa sudah saatnya mundur. Tiga tahun kemudian, Soekarno membubarkan DPR hasil hasil pemilu tahun 1955  melalui Dekrit Presiden 1959 dan setelahnya mengusung gagasan demokrasi terpimpinnya.

Bung Hatta banyak melontarkan kritik keras pada Soekarno dengan sistem demokrasi terpimpinnya. Kritikannya itu ia tulis dan dikenal dengan judul "Demokrasi Kita". 

Bung Hatta berpendapat bahwa Soekarno sudah terlalu banyak melakukan kebijakan yang salah dalam mengelola negara. Hal ini terlihat dari harga kebutuhan pokok yang tinggi seperti air bersih, listrik, dan ongkos transportasi umum. Belum lagi kebiasaan para pejabat yang korup. Bung Hatta menganggap Soekarno lah yang bertanggung jawab atas ini semua.

Kritikan pedas namun elegan dilontarkan Hatta kepada Soekarno dengan mengumpamakan Soekarno seperti tokoh fiksi bernama Mepistopheles "Mepistopheles digambarkan sebagai sosok yang selalu memiliki niat buruk namun yang terjadi malah hal-hal baik, bung Hatta percaya jika Soekarno memiliki niat baik untuk bangsa ini namun yang selalu terjadi adalah hal-hal sebaliknya."

Karena kritikannya yang pedas lewat tulisan "demokrasi kita", Hatta sering dibatasi gerak-geriknya oleh Soekarno. Selepas turun dari jabatannya, Hatta kerap menjadi dosen terbang untuk mengajar di Universitas Gajah Mada tentang prinsip-prinsip koperasi. Namun, ia diberhentikan oleh wakil rektor Prof. Kertonegoro. Pemberhentian itu atas permintaan Soekarno. Prinsip koperasi yang diajarkan oleh Hatta terlalu "neolib" dan dinilai tidak cocok dengan sistem demokrasi terpimpin Soekarno.

Tidak hanya itu, Hatta juga dilarang menghadiri konferensi Economic Cooperation and Partnership di awal Juni 1962, sebuah kerja sama ekonomi negeri-negeri non komunis yang disponsori oleh Theodor Kornerstiftung Fonds. Pelarangan ini atas inisiatif Soekarno melalui kepanjangan tangannya, Menteri Luar Negeri Subandrio.

Lawan politik sekaligus sahabat

Meskipun keduanya berseteru dalam politik, di luar urusan politik keduanya merupakan sahabat baik. Kedua tokoh ini memiliki hubungan yang unik. Soekarno sering tidak terima jika ada orang yang menjelekkan Hatta, begitupun juga sebaliknya. Alkisah, kala Soekarno tengah mesra dengan Partai Komunis, Aidit pernah membuat Soekarno marah karena tidak mengakui peran Hatta sebagai proklamator Indonesia "Aku dan Hatta memang sering berselisih dalam urusan politik, Aku memang gedek dengan politiknya Hatta, tapi menghilangkan Hatta dari teks proklamasi itu perbuatan pengecut" Sambil bangkit berdiri, Bung Karno meninju meja makan hingga bergetar, ia marah pada Aidit. Kemarahan Bung Karno ini dituturkan oleh anaknya Guntur Soekarnoputra.

Begitu juga dengan Hatta, saat ia lawatan ke luar negeri untuk memberi kuliah di Amerika, ada seseorang yang bertanya dengan niat ingin menjelekkan Soekarno dihadapan bung Hatta. Hatta lalu mengatakan "Baik atau buruknya Soekarno, ia adalah presiden kami presiden Indonesia". 

Pada tahun 1970 Sukarno bahkan meminta Hatta sebagai wali nikah putranya, Guntur Soekarnoputra. Kala itu Soekarno sedang sakit-sakitan dan menjadi tahanan politik rumahan di Wisma Yaso "Minta pa Hatta untuk menjadi walimu" bisikan lirih Soekarno pada putranya. Permintaan ini langsung disampaikan kepada bung Hatta melalui ibu Fatmawati, bung Hatta langsung merespon dengan cepat dan menyatakan bersedia. Sontak, Guntur berlari kegirangan ke kamar kecil dan menangis sepuasnya.

Akhir Cerita

Pada 16 Juni 1970, Hatta berada di samping Soekarno yang terbujur lemas di tempat tidur. Rupanya ini pertemuan terakhir kedua proklamator dan sesuatu yang mengharukan terjadi pada pertemuan ini. Bung Karno memandang Bung Hatta beberapa lama kemudian mengucapkan kata-kata yang sulit dipahami "Hou gaat met jou ?" (apa kabar?).

Tak lama kemudian air mata Soekarno menetes di antara bantal sambil melihat bung Hatta yang terus memijiti lengan Bung Karno. Tak ada kata-kata lebih lanjut, mereka berdua saling memandang. Mungkin keduanya saling mengenang perjuangan bersama sejak puluhan tahun silam. 

Pada 21 Juni 1970, Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun