Huru-Hara yang pernah terjadi di Mekkah
Kota Mekkah menduduki posisi penting dalam kehidupan beragama umat Islam. Bagi umat Islam, Mekkah adalah kiblat, acuan untuk mengarahkan sujud mereka sesuai dengan letak kabah berada.Â
Mekkah juga menjadi tempat melaksanakan ibadah haji, seluruh umat Islam dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang berbeda berkumpul dalam satu tempat dan melebur menciptakan nuansa persaudaraan dan kesetaraan.Â
Mekkah juga memiliki nilai historis, kota ini merupakan tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW dan awal mula perjuangan beliau menyebarkan ajaran Islam. Sudah menjadi suatu hal yang lazim apabila kaum muslim dari seluruh dunia mengarahkan pandangan mereka pada Mekkah sebagai pusat umat Islam.Â
Tiap insan umat Islam dari seluruh dunia ingin menginjakkan kakinya setidak-tidaknya satu kali seumur hidup di tanah suci entah untuk ibadah haji, belajar ilmu agama atau hanya sekedar pergi berumroh, mereka ingin mengalami getaran rohani yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Energi spiritual memancar di kota Mekkah yang dirasakan setiap pengunjungnya. Sejenak para peziarah merasa segala jenis egoisme dilucuti dari jasmani mereka ; kebencian, kedengkian, persaingan, ambisi, dan seluruh hasrat duniawi lenyap diganti oleh ketenangan.
Namun ironisnya, jika kita melongok masa lalu, tidak dapat dielakkan bahwa faktanya, kota suci ini juga pernah dinodai oleh beberapa peristiwa yang didorong oleh keinginan-keinginan duniawi.Â
Mekkah tidak hanya menjalankan fungsi agamanya ; meningkatkan dimensi rohaniah dan spiritualitas, tetapi juga kerap menjadi lahan perebutan kekuasaan, gairah keagamaan umat Islam kadang kala terhenti dibajak dan dipaksa melayani nafsu kekuasaan.Â
Peperangan, Â perebutan kuasa, gerakan politik atas nama keagamaan, semuanya hilir mudik hadir mewarnai pertikaian yang pada dasarnya bukan untuk kepentingan agama melainkan hanya ambisi-ambisi politik. Â Kita akan membahas Mekkah sebagai saksi bisu yang menyaksikan pertumpahan darah terjadi di tanah suci ini.
Di masa Umayyah
Saat Muawiyah meninggal, opini di kalangan masyarakat muslim terbentuk, kekuasaan harus dikembalikan pada orang seharusnya, Husein. Masyarakat Irak meminta Husein untuk datang ke Kufah dan berjanji akan membaiat Husein sebagai pemimpin mereka.Â
Nyatanya, para penduduk kufah membelot dan membiarkan Husein beserta 75 pasukannya berjuang melawan balatentara Yazid dengan kekuatan penuh. Alhasil, pertempuran Karbala terjadi, sebuah peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Husein gugur dalam peperangan yang tidak seimbang tersebut dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya lalu dibawa ke hadapan Yazid.