Mohon tunggu...
Jatmika AjiSantika
Jatmika AjiSantika Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

Serius banget orangnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Historiografi Islam Modern

12 Juli 2023   16:05 Diperbarui: 12 Juli 2023   18:01 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal penulisan sejarah dalam Islam didorong oleh motif keagamaan. Figur nabi Muhammad sebagai seorang manusia sempurna dan perilaku beliau yang dapat dijadikan suri tauladan menjadi penyebab agar kisah hidup beliau dituliskan, selain itu kitab suci al-Quran mengajarkan bahwa seorang manusia bisa mempelajari sesuatu dari sejarah. Islam sebagai agama, berhasil membangunkan kesadaran sejarah dalam komunitas arab awal Islam. Adapun corak penulisan sejarah awal Islam dipengaruhi oleh 2 tradisi pra-Islam yaitu tradisi al-Ayyam dan al-Ansab. Tradisi al-Ayyam memberikan pengaruh pada gaya menulis sejarawan Islam yang menceritakan kisah Nabi berdasarkan peperangan-peperangan penting yang dilalui nabi. Al-Ansab mempengaruhi gaya sejarah Islam dalam menulis kisah atau biografi Nabi. Kemudian proses penulisan sejarah menggunakan metode khabar atau penyampaian secara lisan (oral) oleh orang yang menyaksikan peristiwa tersebut.  

Pada perkembangan selanjutnya, ketika  kekuasaan Islam meluas sampai ke Persia dan negeri Syam, bangsa Arab sebagai penakluk mulai mendirikan garnisun dan tinggal menetap di kota penduduk taklukannya. Bangsa Arab mulai memiliki kesadaran untuk hidup sebagai satu komunitas. Hal ini mempengaruhi motif penulisan sejarah. Setidaknya ada dua motif dalam menulis sejarah di masa ini yaitu pertama munculnya ide persatuan dan hidup sebagai komunitas tunggal (ummat Islam), kedua untuk menyampaikan misi kenabian yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.  Al Tabari penulis terakhir yang menandai penulisan sejarah periode awal Islam menggunakan pendekatan hadis dalam menuliskan sejarahnya. Dia menuangkan ide terkait dengan misi kenabian dan juga menuangkan ide persatuan melalui memori kolektif yang dialami umat. Menurutnya, penulisan sejarah yang dilakukannya merupakan hal yang dikehendaki sang Ilahi (Divine Will). Keinginan Tuhan terwujud dalam perilaku umat manusia.

Kemudian di abad pertengahan (1000-1500) penulisan sejarah Islam mengalami perkembangan dibanding awal periode Islam. Pada periode ini sejarawan banyak menulis perkembangan suatu kota atau daerah. Hal ini bisa terlihat dari karya yang dihasilkan Ibn Abi Tahir Tayfur yang berjudul Tarikh Baghdad (Sejarah Baghdad) dan Al Azdo yang berjudul; Ta’rikh al-Mawsil (Sejarah Mosul). Regionalisasi penulisan sejarah ini disebabkan oleh adanya desentralisasi politik (Melemahnya kekuasaan sentral Abbasiyah, membuat dominasi kekuasaan Arab-Islam surut di kawasan Persia, Samanid di Transoxania dan Khurasan, Buyid di Iran dan Iraq juga dinasti ghaznawi).

Di periode ini berkembang genre sejarah yaitu biografi sejarah. Penulisan mengenai tokoh religius banyak dituliskan. Hal ini disebabkan kebutuhan untuk mempelajari hadis, untuk mengetahui kualitas hadis tersebut shahih atau tidak maka investigasi tokoh perawi hadis diperlukan. Para ulama atau syeikh dan pengikutnya menjadi fokus utama dalam penulisan sejarah dan bukan orang-orang awam. Selanjutnya, di periode ini sejarawan mulai memperlihatkan ketertarikan pada peristiwa sehari-hari. Para penulis cenderung untuk melaporkan atau mencatat peristiwa yang terjadi di kampung halaman mereka. Hal ini telah membuat penulisan sejarah mengalami transformasi menjadi sejarah popular. 

Selain itu, dari abad sebelas hingga seterusnya ada perubahan dalam ilmu sejarah. Sejarah sebagai ilmu mulai menggunakan metode sains. Contoh karya yang dihasilkan adalah Muqadimmah yang ditulis oleh Ibnu Khaldun yang mengembangkan teori sejarah politik. Ibnu Khaldun juga menuliskan pemikiran historiografinya di Afrika Utara dan alasan mengapa perlu menulis sejarah, menurutnya dengan menulis sejarah kita dapat menghindari kesalahan sama di masa depan. Yang paling penting, penulisan di masa ini mulai meninggalkan tradisi khabar. Penulis sejarah tidak lagi hanya menuliskan informasi yang berasal dari saksi sejarah tetapi juga mulai menyatakan pendapatnya dan menuliskan pemaknaan baru tentang peristiwa sejarah tersebut.

Selain itu ada satu hal pokok yang perlu di soroti pada periode ini yaitu berubahnya tradisi penulisan sejarah Islam yang didasarkan pada tulisan dan bukan sumber lisan atau oral. Transmisi ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah dilakukan melalui tulisan, hal ini disebabkan oleh murahnya harga kertas sebagai tempat untuk menulis bahkan penulisan Al-Quran mulai dituliskan di kertas. Bukti bahwa tulisan menjadi metode menyampaikan ilmu pengetahuan dapat kita lihat dari koleksi perpustakaan Dar al-Hikmah yang terdapat di Baghdad, perpustkaan Umayah, koleksi perpustakaan dinasti Fatimiyah di Kairo dan juga perpustakaan kecil di Damaskus  memiliki 2000 buku yang bertema kan sejarah, terdapat buku klasik didalamnya seperti Al-Tabari dan kisah penaklukan awal Islam oleh al-Azdi,Sayf bin Umar, Ibn A’tham, dan al-Baladhuri juga buku yang ditulis oleh pengarang abad ke-13 seperti Ibn al-Athir, Imad al-din, dan Ibn Shaddad.

Pada periode Modern, Kekuatan Barat  mendominasi wilayah Islam. Keberhasilan barat ini dikarenakan birokrasi yang efisien, kemajuan Sains dan Ilmu Pengetahuan, Kesatuan tentara yang efektif dan persenjataan yang lebih mutakhir (modern)dibandingkan kekuatan Islam di masa itu. Penetrasi barat ke jantung wilayah Islam menimbulkan ketertarikan barat pada dunia Islam. Pengkajian dunia Islam saat itu menjadi proyek besar di masa Napoleon ketika menginvasi Mesir. Penguasa saat itu yang menyaksikan kedigdayaan kekuatan Eropa mulai berpikir untuk melakukan upaya modernisasi Mesir dengan meniru gaya Barat. Pelajar-pelajar Mesir kemudian dikirim ke Eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan mereka. Al-Tahtawi merupakan salah satu intelektual yang dikirim ke Prancis dan menerjemahkan buku-buku sejarah. Setelah studi di Prancis, al-tahtawi kemudian menerapkan metode barat dalam mengkaji sejarah Islam. Dari sini dapat kita lihat gambaran kecil bagaimana perkembangan penulisan sejarah Islam di masa modern, tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan lebih lanjut bagaimana perkembangan penulisan sejarah Islam di masa modern (metode, gaya penulisan sejarawan periode ini yang dapat dilihat dari karyanya)  dan latar belakang yang menyebabkan perkembangan penulisan sejarah terjadi di masa modern. Dalam penyajiannya, penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu membaca literatur-literatur yang terkait dengan topik yang akan dibahas oleh penulis.

 Historiografi Islam modern 

Historiografi Islam modern muncul di Kawasan negara Arab (Mesir dan lainnya). Sebelum tahun 1800-1850, penulisan sejarah belum bisa dibilang ilmiah atau modern. Penulisan di masa ini lebih cocok disebut kronikel dibandingkan penulisan sejarah dikarenakan lebih banyak menceritakan peristiwa menurut urutan waktu peristiwa kejadiannya (kronikel) . Sebelum masa ini, penulisan sejarah Islam sulit mengalami perubahan, ketika beberapa pemikir muslim sudah mendapat akses menuju pengetahuan orang Eropa, mereka masih gagal untuk memahami konsep keseluruhannya ataupun filosofinya dan coba menerapkan metode mereka ke dalam penulisan sejarah Islam. Cahaya baru dalam penulisan sejarah Islam ataupun Arab baru dimulai ketika kemunculan al-Jabarti, usaha merestorasi penulisan sejarah datang dengan diskusi teoritis sebagai latar belakang penulisannya.

Di masa ini berkembangnya Historiografi merupakan hasil dari reformasi tanzimat yang terjadi di masa reformasi Ottoman Sultan Selim III (1789-1807) yang memungkinkan lahirnya suatu paham baru yang muncul yaitu konsep ‘fatherland’ atau Tanah air sebagai objek dari penelitian sejarah. Dampak dari semangat tersebut adalah beralihnya objek penulisan sejarah, yang semula berfokus pada dinasti, kelompok agama berubah menjadi penulisan yang berfokus pada peristiwa yang terjadi di sebuah negara. Menurut Yusuf M Choueiri stabilnya struktur sosial, pemerintahan, ekonomi serta hubungan baik dengan negara luar juga menjadi faktor mengapa historiografi di kawasan ini bisa bangkit kembali. Menurut Fred M Donner Reformasi yang terjadi di kerajaan Ottoman dan meluasnya kekuasaan Eropa ke negeri-negeri Arab serta ketertarikan bangsa Eropa pada negeri Arab turut menjadi penyebab historiografi bisa berkembang kembali. Aktor utama dari ekspansi ini ialah Prancis dan Britania lalu diikuti Italia,Jerman, dan negara Eropa lainnya. Ekspansi negara Eropa ke wilayah Arab berbarengan dengan Gerakan reformasi oleh pemimpin lokal Islam di wilayah kekuasaannya masing masing

Reformasi ini dilakukan oleh pemimpin lokal mereka yang melihat Eropa sebagai bangsa yang sudah maju dan mereka akhirnya melakukan langkah-langkah yang diharapkan mengubah keadaan mereka. Reformasi dilakukan di bidang administrasi, membuat kesatuan tentara yang baru, pemungutan pajak yang lebih efektif, sekolah dan universitas modern dan pengenal mesin printing. Seluruh sistem beroperasi dengan sektor ekonomi yang terhubungan dengan sistem pasar Barat, dikontrol oleh bank kredit dari barat, dan perusahaan-perusahaan dari barat. Bermunculannya kelompok pedagang, pebisnis, birokrat, tentara, guru sekolah, jurnalis dan pengacara merupakan akibat dari reformasi tersebut. Kelas yang baru ini kemudian akan membentuk gambaran atau identitas nasonal dari negara ini. 

Negeri-negeri yang bersentuhan dengan Eropa juga akan mengakses pengetahuan Eropa dengan cara mengirim mahasiswanya. Al-Tahtawi -salah satu mahasiswa yang dikirim untuk studi ke Eropa- setelah kembali dari studinya di Prancis pada tahun 1831, dia kemudian menerjemahkan semua buku sejarah yang terdapat di Prancis. Bahkan kemunculan novel Arab modern pertama hadir dalam bentuk narasi sejarah. Salim al-Bustani pada tahun 1870 dan Jurji Zaydan menjadi pelopor genre seperti ini. Abad ke-19 menghasilkan suatu karya asli tulisan sejarah. Menghasilkan tulisan sejarah menjadi sebuah industri yang menguntungkan bagi para intelektual Arab. Sebelum al-Bustani memulai mempublis ensiklopedianya, dua orang Beirutis, Salim Shihadah (1848-1907) dan Salim al-Khuri (1834-75) mengeluarkan ensiklopedia geografis dan sejarah pada tahun 1875 dengan berjudul Athar al-Adhar. 

Di abad ini, di bawah reformer seperti Muhammad Ali dari Mesir dan Ahmad Bey dari Tunisia, mereka kembali mengemukakan seorang sejarawan Muslim Ibn Khaldun (1332-1406) dan menjadikannya figure intelektual di paruh kedua abad-19. Intelektual lain seperti Muhammad Abduh menganalisa karyanya Muqaddima dalam sebuah kuliah yang di sampaikan di Kairo pada tahun 1878. Di subab selanjutnya akan dijelaskan bagaimana persisnya asal-usul reformasi, lalu dampaknya apa terhadap dunia intelektual khususnya penulisan sejarah, siapa tokoh sejarawan pada periode ini dan terakhir bagaimana corak penulisan & metode sejarah di masa ini. 

Asal-Usul

Historiografi modern di kawasan ini bermula saat Muhammad Ali naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1805 dan menghancurkan tatanan kekuasaan dinasti Mamluk Mesir. Di tahun 1830 Muhammad Ali melakukan gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa mereka. Para translator dan penulis yang telah mengenyam pendidikan Barat kemudian mendirikan sekolah bahasa di tahun 1835. Rifa’a Rafi’ al-Tahtawi(1801-1873) ditunjuk menjadi direktur institusi ini dan memulai gaya penulisan yang baru. Beberapa bahasa Eropa diterjemahkan ke dalam bahasa Turki dan Arab. Dia juga menjelaskan bagaimana selama 5 tahun belajar dan menetap di Paris, lalu menceritakan perbedaan kebudayaan antara tempat negaranya menetap dan tempat negaranya berasal.

Muhammad Ali menganggap sejarah, khususnya biografi sejarah sebagai pembelajaran dari pengalaman seseorang yang bisa kita contoh hal baiknya dan kita hindari kesalahan yang dialami tokoh tersebut. Oleh karena itu, al-Tahtawi lebih banyak menerjemahkan buku sejarah sesuai dengan yang diinginkan penguasa saat itu. Buku-buku yang diterjemahkan di antaranya karya Voltaire ‘Histoire de Charlex XII dan Histoire de l’empire de Russie sous pierre le grand’, selain itu ada karya dari Robertson yang berjudul History of the Reign of the Emperor Charles, buku-buku ini adalah buku utama yang diterjemahkan.

Buku-buku ini kemudian membanjiri dunia Arab. Anak dari Muhammad Ali bernama Ibrahim Pasha membangun sekolah militer di beberapa kota di Suriah. Buku-buku yang tersebar di Aleppo, Damaskus bergenre bermacam-macam seperti sejarah,geografi, sains.

Muhammad Ali kemudian mendorong Tahtawi untuk mempublikasi karyanya, lalu ia memberikan Tahtawi uang yang banyak dan tanah yang luas, bahkan menganugerahkannya tanda kehormatan militer. Tahtawi kemudian mempersembahkan buku terjemahan Geografi pada tahun 1834, karena pekerjaannya ini, dia dipromosikan ke pangkat major di militer Mesir. Takhlis al-ibriz diterjemahkan ke bahasa Turki atas usul Pasha dan mewajibkannya agar dibaca oleh tentara dan pejabat sipil negeri.

Penulisan sejarah bagi Tahtawi menjadi bahan untuk menyoroti penguasa di masa lalu dan menyamakan penguasa saat itu (Muhammad Ali) dengan kehebatan Alexander the Great. Alexander the Great digambarkan sebagai penguasa yang adil,sabar dan toleran terhadap agama setempat. Dia kemudian memuji Muhammad Ali sebagai penguasa yang dapat meraih pencapaian sehebat Alexander the Great. 

Sementara itu, al-Jabarti hampir memiliki pandangan yang berbeda dengan Tahtawi, perbedaan itu dapat terlihat dari opini al-Jabarti mengenai penguasa, kekuatan imperial, konsep politik dan juga pandangan mengenai masa kejayaan Mesir. Hampir semua pandangan al-Jabarti berbanding terbalik dengan al-Tahtawi. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan antara Tahtawi dan al-Jabarti, paragraf selanjutnya akan menjelaskan bagaimana biografi dari kedua tokoh tersebut dan menjelaskan perbedaan kedua tokoh tersebut dalam menilai keempat soal yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, paragraf berikutnyya akan menjelaskan bagaiamana corak, metode, karya mereka dan pandangan al-Tahtawi terkait sejarah.

Al Tahtawi

Al Tahtawi terlahir di keluarga yang religius dan terpelajar, dia menempuh pendidikan di al-Azhar, gurunya Shaykh Hasan al-Attar (1766-1835) banyak mempengaruhi pikirannya, al-Tahtawi kemudian pergi ke Paris untuk studi. Dia kemudian mempelajari bahasa, budaya, literatur Prancis dan memulai membandingkan ide barunya dengan gagasan Islam. Dia memperoleh pengetahuan tentang Mesir Kuno di bawah pengawasan Ilmuwan Prancis seperti Edme Frrancois Jomard(1777-1862), Silvestre de Sacy (1755-1838) dan Cauussin de Perceval ( 1759-1835). 

Corak penulisan berkembang yang pada awalnya hanya seputar aktivitas politik sekitar istana (pergantian raja) menjadi diperluas hingga pembahasan daerah Arab pra-Islam. Al-Tahtawi menulis sejarah dengan semangat, harga diri bangsa Mesir dan sebuah tulisan bernada patriotik ‘Mesir ibu dari dunia’. Tahtawi merupakan orang Mesir yang pertama kali menulis sejarah Mesir kuno. Meskipun pekerjaannya merupakan kumpulan dari sumber Eropa dan Arab tetapi karyanya menuangkan ide orisinilnya dan juga memberikan asumsi teoritis, konsepsi sejarah sebagai suatu disiplin ilmu dan yang paling penting buku ini sangat berkontribusi pada historiografi Arab Modern.  al-Tahtawi juga banyak menjelaskan konsep sejarah, memperbarui metode sejarah & kegunaan sejarah secara umum.

Dia mulai dengan menekankan pada kemampuan natural seorang laki-laki dalam bersosial dan wataknya berkenaan dengan peradaban. Seorang laki-laki menurutnya dipaksa untuk hidup dalam keadaan politik dibawah sebuah pemerintahan.

Selanjutnya, dia menjelaskan tentang kegunaan sejarah. Kegunaan sejarah menurutnya adalah untuk memelihara suatu hal agar terhindar dari kemusnahan. Peristiwa masa lalu, jika tidak dilihat melalui kacamata sejarah hanya akan menjadi debu yang terbawa oleh angin. Manfaat sejarah ditujukan untuk para elite dan orang-orang biasa. Sejarah dan kisah-kisahnya berisikan nasihat atau pelajar bagi setiap orang, baik itu presiden, perdana menteri, wakil rakyat, ataupun masyarakat biasa. Selain itu orang yang mempelajari sejarah menurutnya akan mendapat skill baru dan akan memperluas wawasan dengan mengetahui informasi tentang keadaan di masa lalu. Berkaitan dengan metode, Tahtawi menggunakan sumber Arab & Eropa. Dia kemudian membandingkan sumber-sumber tersebut, memberikan penilaian terhadap informasi yang kontradiksi mengenai satu peristiwa dan menghasilkan sintesa yang memuaskan.

Penulisan sejarah Mesir muncul sebagai konsep baru yaitu sebuah daerah geografis tempat silih bergantinya kekuasaan : Firaun dengan kekuatan militernya yang mendominasi daerah tetangganya, kedatangan Alexander the Great dan penggantinya Ptolomeus, Romawi, kedatangan penakluk Muslim yang membuat Mesir kuat dan sejahtera dibanding dengan kerajaan lainnya dan seterusnya.

Al-Tahtawi membuat konsep baru lainnya yaitu periodisasi sejarah, dia membagi periodisasi sejarah mejadi dua yaitu sakral dan manusia. Sejarah yang bersifat sakral adalah sejarah yang menceritakan kisah orang-orang saleh yang terdapat di dalam kitab suci. Sedangkan sejarah manusia dia bagi menjadi 2 periode yaitu  kuno dan modern. Subjek penulisannya adalah manusia di masa kuno hingga masa modern. Dia banyak menjelaskan tentang kerajaan ang pernah ada di Mesir, Afrika Utara, Babilonia, Persia, India dan Yunani.  Lebih lanjut lagi dia membagi sejarah Mesir (negaranya sendiri) menjadi tiga bagian yaitu : masa kebodohan (jahiliyah), Kristen, kedatangan Islam hingga masa modern.

Al-Tahtawi mengkhususkan sebuah serial untuk menulis sejarah Nabi. Dengan merujuk pada sumber Sirah Nabawiyah dari Ibn Ishaq ( 767 Masehi) dan resensi Sirah Ibn Ishaq oleh Ibn Hisyam (834 Masehi). Dia menuliskan kisah hidup nabi Muhammad, anggota keluarganya, istrinya, para sahabatnya, para pembantunya, dan siapapun yang pernah berinteraksi dengan beliau. Al-tahtawi kemudian menjelaskan persoalan politik, militer, sosial dan institusi ekonomi yang dibangun oleh Nabi untuk kesejahteraan komunitas Muslim secara detail.

Studi & penulisan sejarah menjadi bagian integral dari kebangkitan Mesir. Sejarah tidak lagi hanyamenjadi pembicaraan di kelas-kelas tetapi kemudian objek studi keilmuan. Masyarakat mulai tertarik untuk membaca & menulis sejarah. Seorang Pasha yang mendukung gerakan intelektual ini, rasa ingin tahunya tentang kerajaan-kerajaan sebelumnya yang pernah ada di Mesir. Dengan mengetahui hal itu, menurutnya kita tidak hanya bisa mempelajari peristiwa masa lampau tapi kita juga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu. 

Al-Tahtawi sempat diasingkan ke Sudan di masa pemerintahan pemerintahan Abbas (1849-1854). Kemudian dia kembali ke Mesir di masa pemerintahan Sa’id (1854-1863), di masa ini beliau menganalisa karya  Muqaddima Ibnu Khaldun (1857) dan literatur Arab klasik lainnya.  Al-Tahtawi penulis periode ini terbilang sebagai pionir dalam penulisan sejarah modern di kawasan Islam, munculnya penulis di masa ini menandai berkembangnya penulisan historiografi professional di kawasan ini.

Al-Jabarti

Beliau merupakan sesorang ilmuwan yang religius, tidak kalah pentingnya dia merupakan seseorang yang menjadi saksi atas dua peristiwa besar yaitu invasi dan pendudukan Napoleon ke Mesir  selama 1798-1801, serta kebangkitan  penguasa Ottoman di Mesir yang bernama Muhammad Ali (1805-1848). Karya besar beliau yaitu Aja’ib al-athar fi al-tarajim wa al-akhbar merupakan sebuah karya yang terdiri dari 4 volume yang banyak menceritakan peristiwa sejarah Mesir dan biografi tokoh-tokoh besarnya dalam rentan waktu 1688-1821, karyanya ini menggambarkan dua tradisi historiografi Islam tradisional dan lahirnya sekolah cendekiawan Arab. Dua judul lainnya menjelaskan tentang pendudukan Prancis di Mesir. Dua karya ini berjudul Muzhir al-taqdis bi dhahab Dawlat al-faransis dan Tarikh muddat al-faransis. Di ketiga karyanya, Al- Jabarti berfokus pada sejarah Mesir, setiap peristiwanya disesuaikan dengan kalender Islam. Berbeda dengan karya sejarawan Muslim lainnya yang banyak mengutip peristiwa sejarah dari sumber yang sudah tertera meskipun banyak memiliki kontradiksi tentang penceritaan suatu peristiwa, Al-Jabarti melakukan penilaian terhadap referensi yang dirujuk, menyatakan kecendrungan penulisannya yang berorientasi pada kepentingan negaranya (bercorak nasionalis). Dia juga menulis karyanya dalam bentuk kombinasi biografi dan kronikel (khabar). Kelebihan dari karya al-Jabarti yaitu dapat memberikan potret utuh masyarakat Mesir dan menjelaskan peristiwa sejarah Mesir secara tematis. Penjelasan sejarah yang dilakukan oleh Al-Jabarti jauh dari kepentingan politik dan fokus penulisan sejarahnya adalah sejarah dan biografi kalangan ulama dan penguasa Dinasti Mamluk 

Perbedaan Tahtawi dan al-Jabarti

Al-Jabarti hampir selalu berbeda pendapat dengan Tahtawi. Setidaknya  al-Jabarti dan Tahtawi berbeda dalam empat hal. Pertama Al-jabarti mengkritik penguasa saat itu yaitu Muhammad Ali, al-Jabarti menganggap Muhammad Ali sebagai seorang yang melanggar norma agama karena pemungutan pajak yang memaksa pada masyarakat, menghancurkan kekuasaan dinasti Mamluk, dan mencabut status dan hak para ulama sedangkan al-Tahtawi memuji penguasa tersebut. Kedua, al-Jabarti tidak memuji orang Barat baik itu di bidang administrasi, keefektifan tentaranya, ataupun dunia intelektualnya sedangkan al-Jabarti sebaliknya. Ketiga, al-Jabarti memiliki konsep berbeda tentang teori politik, jika al-Tahtawi menempatkan pemimpin pada posisi tertinggi di atas ulama & tentara maka al-Jabarti menempatkan pemimpin dua tingkat di bawah Nabi dan ulama, menurut al-Jabarti Nabi merupakan seorang tuntunan dan merupakan pilar untuk membangun bangsa sementara ulama adalah para pewaris Nabi sementara itu raja berfungsi untuk menegakkan keadilan dan melindungi orang lemah terhadap para penindas. Keempat, al-Jabarti berpendapat kemakmuran Mesir ketika berada di bawah kekuasaan dinasti Mamluk sedangkan al-Tahtawi berpendapat dibawah Alexander Agung mesir mengalami kemakmuran. 

 Kesimpulan

Dari paparan di atas kita bisa simpulkan bahwa perkembangan penulisan sejarah Islam di kawasan Arab masa modern tidak bisa dilepaskan dari pengaruh  Barat. Selain itu, kawasan Islam yang masih berada di bawah kekuasaan Ottoman terkena dampak reformasi (Tanzimat). Reformasi dilakukan dalam rangka untuk modernisasi kekuatan Islam yang pada saat itu tertinggal jauh dari barat. Langkah modernisasi dilakukan dengan cara mengirim para pelajar ke Eropa untuk studi di sana.

Al- Tahtawi merupakan intelektual yang berhasil studi dari Eropa lalu kembali ke Mesir dan kemudian menerapkan metode atau pendekatan yang dilakukan barat dalam mengkaji sejarah Mesir. Dalam penulisannya, Tahtawi mengisahkan kembali sejarah Negerinya dan menggunakan metode barat dalam pengkajiannya, ketika mengkaji hal yang berkaitan dengan Islam dia menggunakan sumber dari barat dan Arab lalu memverifikasi informasi-informasi yang kontradiksi dan memberi penilaian. Corak penulisan kemudian berubah yang awalnya hanya berfokus pada dinasti, ataupun kelompok agama kemudian berubah pada peristiwa sejarah yang terjadi di suatu daerah (negara), semangat nasionalisme ikut mempengaruhi gaya penulisan sejarah di masa ini. Selain Tahtawi, terdapat penulis lain bernama al-Jabarti. Dia juga melakukan hal yang sama seperti al-Tahtawi ketika menelaah sejarah Islam, dengan melakukan penilaian pada sumber yang kontradiksi satu sama lain, penulisannya juga berfokus pada sejarah negaranya (nasionalnya). Selain kesamaan, ada beberapa perbedaan antara tahtawi dan al-Jabarti yaitu konsep politik, masa kegemilangan Mesir, sikap terhadap barat dan hubungan dengan penguasa. Walaupun demikian, Al-Jabarti dan Tahtawi merupakan pionir kebangkitan penulisan sejarah modern di kawasan Islam.

Sumber :

The Oxford History of Historical Writing Chase F.Robinson 

The Oxford History of Historical Writing Volume 2

The Rise of Historical Writing Among the Arabs 

Arab History and Nation State Youssef M Choiri 

The Oxford History of Historical Writing Volume 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun