Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diganggu Buto Ijo Penunggu Pohon Nangka

1 Desember 2020   16:44 Diperbarui: 1 Desember 2020   17:04 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baik kisah misteri ataupun kejadian mistis sudah bukan menjadi sesuatu hal asing dalam hidup Pringgo. Kesenangannya mendatangi tempat-tempat yang dianggap memiliki nilai historis dan dikeramatkan telah membuatnya lebih bisa merasakan dan menerima hal --hal yang berbau mistis tanpa membuat dirinya merasa ketakutan dalam kehidupan kesehariannya.

Namun kejadian mistis yang dialami Pringgo kali ini cukup membuat dirinya yang dianggap sebagai pemberani itu berdiri bulu kuduknya. Mendekati waktu tengah malam, didengarnya ada suara orang yang tidur mendengkur di kamar Pak Burhan ayahnya Kuntoro. Padahal kamar itu kosong karena pada pagi harinya kedua orang tua Kuntoro sudah berangkat ke Ujung Pandang untuk menghadiri perkawinan salah satu keponakannya yang ada di sana.

Mendengar suara dengkuran yang cukup keras itu membuat Pringgo yang tengah asyik menonton acara televisi di ruang tengah menjadi penasaran. Dilihatnya Kuntoro yang juga ditemani Purnomo sudah tidur terlelap di kamarnya.

Dibiarkannya kedua sahabatnya itu tetap terlelap dalam tidurnya, sementara dirinya berjalan berjingkat-jingkat menuju pintu kamar tidur Pak Burhan. Sebuah tongkat bisbol dipegangnya dengan erat-erat sebagai tindakan berjaga-jaga. Anehnya, begitu Pringgo mendekati pintu kamar tidur Pak Burhan, suara orang mendengkur itu hilang begitu saja. Sebagai gantinya malah lampu kamar Pak Burhan itu yang semula padam, tiba-tiba menyala sendiri.

"Walah mbah, mbok ya jangan becanda kayak gitu to, mengganggu orang saja!" Pringgo menggerutu setelah merasa terganggu adanya kejadian mistis yang baru saja dialaminya itu. Begitu Pringgo selesai menggerutu, mendadak lampu kamar Pak Burhan padam sendiri.

"Dedemit sialan!" umpat Pringgo lalu mematikan televisi dan lampu di ruang tengah yang selanjutnya membaringkan tubuhnya di karpet tebal dan tidur.

Keesokan harinya, saat Mbok Warti pembantu di rumah Kuntoro hendak masuk ke kamar Pak Burhan untuk bersih-bersih, Pringgo menyempatkan dirinya untuk ikut masuk dan mencoba menghidupkan lampu kamar tersebut. Setelah lampu menyala lalu dimatikan, dan dicoba sekali lagi. Ternyata saklar, kabel dan lampu di dalam kamar itu dalam keadaan baik. Berarti benar, kejadian mistis semalam akibat ulah makhluk tak kasat mata.

"Ada apa to mas?" tanya Mbok Warti yang sepertinya heran dengan kelakuan Pringgo yang menghidupkan dan mematikan saklar lampu kamar Pak Burhan itu.

"Nggak ada apa-apa mbok, cuma ngecek saklar lampu saja," jawab Pringgo yang lalu menuju meja makan untuk sarapan bersama Kuntoro dan Purnomo. Sengaja pagi itu Pringgo tak menceritakan kejadian mistis yang semalam dialaminya kepada kedua sahabatnya.

Pringgo tak ingin membuat Kuntoro yang notabene pemilik dan penghuni rumah itu menjadi ketakutan. Lebih-lebih kepada Purnomo yang pernah mempunyai beberapa pengalaman buruk dengan makhluk halus yang membuatnya jatuh pingsan saking takutnya.

Pagi itu juga Pringgo diam-diam menemui Mbah Sarijo di kebun belakang rumah Pak Burhan. Mbah Sarijo ini bapaknya Mbok Warti. Keduanya sudah ikut keluarganya Pak Burhan ini selama puluhan tahun dan sudah dianggap seperti anggota keluarga sendiri di rumah itu. Pekerjaan Mbah Sarijo

selain mengurus kebersihan halaman juga merawat kebun yang lumayan luas yang ada di belakang rumah induk keluarga Pak Burhan.

Tanpa basa-basi, Pringgo menceritakan kejadian mistis yang semalam dialaminya kepada Mbah Sarijo. "Sampeyan sudah cerita sama Mas Kuntoro dan Purnomo ?" tanya Mbah Sarijo ketika selesai mendengar cerita Pringgo.

Pringgo menggeleng sambil menjawab jika dirinya tak bercerita apapun kepada Kuntoro dan Purnomo.

"Mas Pringgo masih ingat kalau di kebun ini ada pohon nangka yang sudah tua yang lebar batang kayunya lebih dari semeteran?" tanya Mbah Sarijo. Mendengar pertanyaan Mbah Sarijo itu Pringgo jadi teringat jika di kebun milik Pak Burhan ini dulu memang ada sebuah pohon nangka yang sudah tua dan besar.

Pohon nangka yang besar itu selain dikenal dengan buahnya yang manis dan jika sedang musimnya bisa menghasilkan puluhan buah yang ukurannya besar-besar, juga dikenal karena keangkerannya. Pohon nangka yang tua itu juga menjadi rumah makhluk halus yang disebut Buto Ijo.

Dulu ketika masih SMP, Purnomo pernah pingsan gara-gara melihat sosok Buto Ijo itu menampakkan dirinya duduk di salah satu dahan pohon pada sore hari. Waktu itu Purnomo sedang akan memanjat pohon nangka untuk mengambil layang-layang yang putus benangnya dan tersangkut di pohon itu. Namun alangkah terkejutnya Purnomo ketika matanya memandang ke atas dan dilihatnya ada sosok yang bertubuh besar dan berwarna hijau dengan rambut yang riap-riapan, mata merah sebesar apel yang melotot tengah menatap tajam kearahnya sambil memamerkan taringnya.

Melihat penampakan itu, Purnomo menjerit kaget dan selanjutnya pingsan. Untung saja waktu Kuntoro, Pringgo dan Mbah Sarijo segera datang menolong dan menggotongnya masuk ke dalam rumah.

"Apa suara dengkuran yang semalam muncul dan yang bermain-main dengan saklar lampu itu si Buto Ijo penghuni pohon nangka itu?" tanya Pringgo kepada Mbah Sarijo.

Mbah Sarijo mengangguk lalu menceritakan jika pohon nangka itu sudah ditebang. Kayunya yang sudah tua itu dipergunakan untuk membuat tempat tidur dan almari. Tempat tidur dan almari itu baru kemarin pagi diantarkan ke rumah ini dan di letakkan di dalam kamar Pak Burhan untuk menggantikan tempat tidur dan almari yang lama.

"Dulu, aku sudah wanti-wanti kepada Pak Burhan juga kepada Bu Sonya kalau pohon itu ada penunggunya, tapi keduanya tak percaya," ucap Mbah Sarijo mengakhiri ceritanya.

Sebelum Pringgo memberikan tanggapannya atas cerita Mbah Sarijo, tiba-tiba saja terdengar suara jeritan seorang perempuan,"Setan, ada setannnn...!"

Suara jeritan itu kemudian diikuti dengan berlarinya tiga sosok manusia yang berhamburan ke luar dari rumah Pak Burhan. Mbok Warti yang berlari di depan dan diikuti oleh Kuntoro dan Purnomo.

Mendengar suara tersebut, Pringgo dan Mbah Sarijo kemudian bergegas berjalan cepat menuju ke arah halaman depan rumah. Disana dilihatnya Mbok Warti, Kuntoro dan Purnomo tampak terengah-engah. Sementara Mbok Warti menuding-nudingkan telunjuknya ke arah rumah.

"Ada apa nduk?" tanya Mbah Sarijo kepada Mbok Warti ketika melihat kondisi anak perempuannya tampak ketakutan.

"Buto Ijo, Buto Ijo pak, ada Buto Ijo di lemari pakaian, aku takut pak," ucap Mbok Warti sambil menangis saking ketakutannya. Mendengar apa yang dialami dan dilihat Mbok Warti, Kuntoro menjadi pucat pasi ketakutan. Lebih-lebih Purnomo, wajahnya menjadi seputih kapas saking takutnya.

Setelah suasana menjadi tenang, Mbok Warti lalu menceritakan jika dirinya selesai membersihkan kamar dan menyeterika semua pakaian Pak Burhan dan Bu Sonya, lalu ketika membuka lemari untuk menyimpan pakaian ke dalamnya, ternyata di dalam almari ada sebuah kepala yang besar yang kulit wajahnya berwarna hijau dengan rambut yang riap-riapan, mata sebesar buah apel, dan taringnya menyeringai sedang menatap dirinya. Tentu saja Mbok Warti menjerit karena terkejut dan takut yang bukan kepalang.

Sementara itu Kuntoro dan Purnomo yang ketakutan setengah mati tampak duduk di atas rumput yang ada di bawah jambu. Tubuh mereka berdua disenderkannya ke batang pohon jambu itu sambil mengambil nafas panjang berulang-kali untuk mengurangi ketegangan dan perasaan takutnya.

"Pur, sepertinya dirimu mau diajak reuni sama Buto Ijo itu," canda Pringgo kepada Purnomo.

"Reuni ndasmu!" umpat Purnomo yang kemudian disusul dengan gelak tawa Pringgo dan Kuntoro. Melihat kedua sahabatnya tertawa tergelak, mau tak mau Purnomo juga ikut terbawa suasana dan ikut tertawa juga.

"Dasar bocah gendheng!" gerutu Mbok Warti tatkala melihat dan mendengar ketiga pemuda itu tertawa tergelak dalam suasana seperti itu. Sedangkan Mbah Sarijo hanya tersenyum melihatnya.

Tak berapa lama kemudian Mbah sarijo mengajak semuanya untuk masuk ke dalam rumah. "Tak usah takut, Buto Ijo itu sedang pergi," ujarnya.

Meski tak percaya sepenuhnya, Kuntoro dan Purnomo akhirnya masuk juga ke dalam rumah mengikuti Mbok Warti dan Pringgo yang berjalan di belakang Mbah Sarijo.

"Kalian tunggu saja di rumah, biar aku yang pergi ke tempat Kyai Abu di Pakis Magelang untuk memindahkan Buto Ijo itu ke tempat lain, "ucap Mbah Sarijo saat mereka semua sudah berada di ruang tengah.

"Mas Pringgo, sampeyan jangan ugal-ugalan ya, jaga mereka semua," pesan Mbah Sarijo kepada Pringgo yang kali ini membuata Pringgo mau tak mau harus membuang semua kebiasaan usilnya.

Sehabis waktu Isya, datanglah Mbah Sarijo bersama seorang lelaki yang sepantaran dengan usia dirinya yang kemudian diperkenalkannya sebagai Kyai Abu dari Pakis.

Setelah berbasa-basi ala kadarnya, mulailah ritual untuk memindahkan Buto Ijo yang bersarang di kamar Pak Burhan dilaksanakan. Negosiasi antara Kyai Abu dan Buto Ijo itu tak berlangsung lama. Intinya Buto Ijo itu bersedia untuk dipindahkan tanpa syarat apapun.

"Nak Kuntoro, makhluk itu sudah bersedia pindah rumah ke pohon gayam yang ada di dekat dam sungai, biarkan dia tinggal disana karena dia sudah berjanji tidak akan mengganggu manusia lagi, jadi kita juga sebaiknya jangan mengganggunya pula," ujar Kyai Abu yang kemudian berpamitan untuk pulang ke Pakis Magelang.

Semenjak malam itu di rumah Pak Burhan sudah tak pernah ada lagi kejadian mistis yang menakutkan. Tidak ada lagi kisah-kisah horor yang membuat ketakutan penghuni rumah atau orang lain yang sedang menginap di rumah itu.

tamat

*Cerpen ini juga ditayangkan di risalahmisteri.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun