Rumah kuno yang terletak di pinggir Sungai Gadjah Uwong memang tampak luas, indah dan asri. Kehadiran rumpun bambu yang tertata rapi di sepanjang sungai dan beberapa pohon sawo  yang besar-besar menambah suasana sejuk dan segarnya halaman rumah itu. Salah satu pohon sawo yang terbesar dan tampak tua adalah yang terletak  di sebelah kiri bangunan induk rumah kuno itu.
Penghuni rumah kuno itu adalah  sepasang suami isteri dengan dua orang anaknya yang sudah menginjak usia dewasa.  Yang lelaki adalah Murdopo, seorang yang berbadan gagah dan tegap dengan kumis ala Raden Gatotkaca, pekerjaannya sehari-hari adalah tukang kayu dan "blandong" alias tukang pangkas dan tebang pohon-pohon yang besar.
Sedangkan perempuan yang menjadi isterinya bernama Riswani, seorang bakul sayuran di pasar Legi. Perawakannya langsing, kulitnya kuning dan wajahnya cantik sehingga jika mereka berdua berjalan akan tampak begitu serasi.
Dasar turunan orang yang gagah dan cantik, kedua putra putrinya pun mewarisi keelokan paras dari kedua orang tuanya. Keduanya tinggal bersama budhe-nya yang berada di Salatiga karena selain untuk bersekolah juga untuk menemani budhe dan neneknya yang tinggal disana. Praktis dalam keseharian rumah kuno itu hanya ditempati oleh Murdopo dan Riswani isterinya.
Pada suat sore, Murdopo tampak sudah berpakaian rapi dan sepertinya hendak bepergian ke sebuah acara. "Dik, aku mau ke Imogiri dulu , kondangan di rumahnya Pak Suryono", ucap Murdopo kepada isterinya."Sekalian nanti mau mampir beli jamu ditempatnya Kang Trimo,"imbuh Murdopo.
Seperti biasa jika dipamiti suaminya Riswani hanya mengiyakan dan berpesan supaya suaminya hati-hati di jalan, naik kendaraan tidak perlu ngebut yang penting selamat sampai tempat yang dituju dan sepulangnya nanti.
Kira-kira jam delapan malam, Riswani yang tengah menonton acara di TV Â mendengar suara ketukan yang cukup keras pada pintu rumahnya yang disertai suara ,"Dik, dik cepat buka pintunya!"
"Siapa di luar?" Riswani bertanya kepada yang mengetuk pintu.
"Walah, masih juga tanya, Aku kan suamimu, masa tidak hapal dengan suara suami sendiri,"jawab yang dari luar  rumah yang cukup keras disela-sela suara berisik berkerontangan air hujan yang jatuh menimpa seng yang memayungi teras rumah.
Karena merasa yakin yang bersuara di luar itu adalah suaminya, Riswani lalu membuka pintu rumah, dan benar, lelaki yang mengetuk pintu ternyata adalah suaminya. Setelah masuk ke rumah, Murdopo lalu meletakan bungkusan "berkat" yang dibuntel kain taplak di meja makan. "Lumayan juga berkat ini, bisa buat sarapan besok pagi,"ucap Murdopo.
Setelah menutup pintu dan menguncinya, Riswani lalu menghampiri 'berkat" yang ditaruh suaminya di meja makan. Dibukanya dan dilihatnya apa saja yang ada di dalam bungkusan yang terbuat dari besek anyaman bambu itu. Ternyata isinya adalah nasi gurih yang masih hangat, Â ayam goreng plus sambal trasi, lalapan, Â krupuk udang dan pisang.
Sementara itu Murdopo dilihatnya sudah masuk ke kamar dan rebahan diatas ranjang. "Dik, tolong punggungku dipijit!"suara Murdopo dari dalam kamar.
Riswani lalu masuk ke dalam kamar dan dilihatnya Murdopo sudah melepas bajunya serta tidur tengkurap. Lalu dengan pelan punggung suaminya dipijit-pijit. "Badanmu koq dingin sekali mas, masuk angin apa?"tanya Riswani.
Alih-alih menjawab pertanyaan isterinya, Murdopo malah membalikkan badan lalu menarik tangan isterinya, yang lalu diajak bercumbu mesra. Riswani hanya tertawa melihat "keberingasan" suaminya yang dipikirnya ini mungkin akibat dari minum jamunya Kang Trimo.
Riswani pun membalas tindakan suaminya dengan tak kalah agresifnya. Keduanya lalu berpacu mendaki jalan asmara dengan penuh gelora. Udara yang dingin karena hujan rupanya menambah suasana menjadi semakin menggila.
Kali ini Riswani merasa heran karena tandang suaminya benar-benar berbeda tidak seperti biasanya tatkala mereka berdua sedang memadu cinta. Tandang Murdopo suaminya jadi berubah seperti anak muda saja, seperti jaman masih pengantin baru saja. Baru berapa saat selesai babak pertama, babak berikutnya sudah dimulainya. "Sepertinya efek jamu Kang Trimo benar-benar mustajab, "pikir Riswani. Kali ini Riswani benar-benar merasakan kepuasan yang tiada tara.
Selagi asyik menikmati "surganya dunia" suara ketukan pintu rumah berbunyi dengan keras. "Thok,thok,thok!"
Berkali-kali suara ketukan yang keras di pintu depan rumahnya dan suara orang yang meminta dibukakan pintu rumahnya membuat Riswani yang tengah asyik bercinta menjadi kaget. Kali ini dengan menggerutu ditinggalkannya Murdopo yang  terlentang  di kasur.
"Siapa yang diluar!"suara Riswani dengan lantang dan keras sambil membetulkan pakaian yang dikenakannya.
"Dik Ris, ini aku Murdopo suamimu, cepat buka pintunya!"ujar suara yang dari luar pintu tak kalah kerasnya disela-sela derasnya hujan dan  suara berisik berkerontangan dari air hujan yang jatuh mengenai permukaan seng teras rumah.
Dengan perasaan bingung dan kaget mendengar suara suaminya dari luar rumah yang seperti itu, cepat-cepat Riswani membuka pintu rumah. Dilihatnya Murdopo suaminya masih memakai helm dan baju serta celananya tampak basah terkena air hujan berdiri di depan pintu sambil membawa berkat yang dibuntel dengan kantong kresek plastik.
Dibiarkannya sang suami masuk rumah, sementara Riswani  bergegas berjalan cepat menuju ke kamar tidur. Alanglah kagetnya ternyata "Murdopo" yang tadi bercinta dengan dirinya sudah tak ada disana.
Dengan perasaan heran dan sedikit bercampur rasa takut dihampirinya dan dibukanya "berkat" yang baru saja dibawa Murdopo suaminya yang hanya diletakkan begitu saja di meja ruang tamu.. Ternyata isinya sama persis dengan apa yang tadi dibawa "Murdopo suaminya". Nasi gurih yang masih hangat, ayam goreng plus sambal trasi, lalapan dan krupuk udang serta pisang. Taplak kain yang untuk membungkus "berkat" pun sama persis baik corak maupun warnanya.
Sementara itu "berkat yang tadi dibawa oleh "Murdopo" yang datang lebih awal sudah tak ada di meja makan. Hilang bebarengan dengan menghilangnya "Murdopo" yang tadi bercinta dengan begitu hebatnya dengan dirinya.
Terhadap peristiwa yang baru saja dialaminya itu, Riswani tak berani  menceritakannya kepada Murdopo. Hal ini dilakukannya agar tidak muncul persoalan yang baru di dalam rumah tangganya yang sudah terbina selama belasan tahun.
Diam-diam, keesokan harinya Riswani pergi ke daerah Piyungan untuk menemui Mbah Karto, seorang dukun yang cukup kondang seantero wilayah timur Yogya. Mbah Karto ini bukan orang asing baginya karena "orang tua" itu masih terhitung kerabat dekat dengan almarhum ayah Riswani.
"Nduk, lelaki yang mengajak dirimu bercinta tadi malam itu jelas merupakan Gendruwo, mahluk halus yang menyukai dirimu lalu menyamar sebagai suamimu,"ucap Mbah Karto ketikan Riswani menanyakan tentang siapa lelaki yang mengajaknya bercinta semalam dan menghilang begitu saja saat suaminya pulang dari kenduri.
"Gendruwo itu rumahnya di pohon sawo yang ada di sebelah kiri bangunan induk rumamu, dan supaya dia tak mengganggu lagi, ditegor saja pohon itu sampai ke akar-akarnya biar Gendruwo itu pergi dari sana,"ucap Mbah Karto menjawab pertanyaan Riswani tentang bagaimana cara mengusir Gendruwo itu dari lingkungan tempat tinggalnya.
"Nanti aku yang mengurusnya dari sini,"ujar Mbah Karto meyakinkan Riswani yang kemudian berpamitan untuk kembali ke pasar dan berjualan seperti biasanya.
Sore harinya ketika Murdopo sudah pulang dari bekerja, Riswani lalu mengutarakan maksudnya dan meminta kepada suaminya agar pohon sawo yang berada di sebelah kiri rumah induk itu ditebang saja supaya rumahnya tampak lebih bersih dan terang. Soal pertemuannya dengan Mbah Karto tak diceritakan sama sekali.
Keesokan harinya, pohon sawo yang berada di kiri bangunan induk itu benar-benar ditebang oleh Murdopo. Sebelum tengah hari tempat itu sudah bersih dan terang dengan tidak adanya pohon sawo. Kayu yang besar-besar itu  sudah diborong bakul kayu untuk dijadikan meubel,  dan yang kecil-kecil dijadikan kayu bakar.
Semenjak ditebangnya pohon sawo itu, Gendruwo penghuni pohon itu benar-benar sudah pergi entah kemana dan Riswani merasa aman untuk tinggal di rumah itu. Hanya Riswani dan Mbah Karto saja yang mengetahui persoalan menghilangnya Gendruwo itu.
Rumah tangga Murdopo dan Riswani tetap terjaga dan langgeng sampai keduanya meninggalkan dunia fana ini. Murdopo sama sekali tak pernah menyangka jika Riswani isterinya itu pernah disukai dan ditiduri oleh Gendruwo penghuni pohon sawo yang menyamar sebagai dirinya.
tamat
Cerpen ini juga ditayangkan di risalahmisteri.com dengan judul yang sama
podjok pawon, November 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI