Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balaputradewa, Pangeran Jawa yang Bertakhta di Sumatera

25 Oktober 2020   16:18 Diperbarui: 25 Oktober 2020   16:21 1529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1921, Hirananda Shastri telah menemukan sebuah prasasti yang terbuat dari  tembaga di ruang depan Biara Nalanda yang berlokasi di Nalanda, negara bagian Bihar di India Timur Laut. Prasasti yang berupa piring tembaga ini kemudian dikenal dengan nama Prasasti Nalanda.

Prasasti Nalanda ini dibuat oleh Raja Depaladeva dari Dinasti Pala yang berkuasa di Bengala. Tidak jelas tahun berapa prasasti ini dibuat, yang ada hanya keterangan bahwa prasasti ini dibuat pada tahun ke-39 masa pemerintahan raja Devaladeva. Namun, diduga kuat Prasasti Nalanda dituliskan pada paruh pertama abad kesembilan mengingat kematian Raja Devaladeva terjadi antara tahun 843 dan 850.

Isi tulisan prasasti Nalanda ini pada bagian awalnya menyebutkan bahwa Raja Depaladeva telah diminta oleh Maharaja Balaputradewa yang termashur, raja dari Swarnadwipa melalui seorang utusan untuk mendirikan bangunan vihara di Nalanda. 

Pada bagian berikutnya disebutkan bahwa Raja Balaputradewa adalah cucu dari raja  Jawa (Javabhumi) dari wangsa Sailendra yang dikenal sebagai "permata dari wangsa Sailendra (sailendravamsatilaka) yang dijuluki  Sriviravairimathana (pembunuh pahlawan musuh). Raja jawa yang kawin dengan Tr, anak Dharmasetu.

Disebutkan juga bahwa Raja Jawa ini berputra seorang yang cakap dan gagah perkasa laksana pahlawan seperti Yudishtira, Paracara, Bhimasena, Karna dan Arjuna, yang tak lain adalah ayah dari Balaputradewa.

Merujuk pada pendapat Zakharov, satu-satunya raja Jawa, yang dalam hal ini adalah penguasa Medang (Mataram Kuno) yang memiliki gelar dan julukan seperti itu adalah Sri Maharaja Rakai Panamkarana Dyah Pancapana sebagaimanan disebutkan di prasasti Kalasan (778 M), yang dalam Prasasti Mantyasih (907 M) disebut Sri Maharaja Rakai Panangkaran dan Wanua tengah III (908 M) disebut sebagai Rake Panangkaran. Nama raja ini pula yang disebutkan di prasasti Ligor (775 M) dan Kelurak (782 M)

www.dictio.id
www.dictio.id
Menurut prasasti Wanua tengah III, Rake Panangkaran ini berputra Rake Panaraban (yang dalam prasasti Mantyasih disebut Sri Maharaja Rakai Panunggalan). Rakai Panaraban berkuasa di Medang, sesuai penanggalan di prasasti Wanua tengah III, pada tahun 784-803 M.

www.dictio.id
www.dictio.id
Setelah Rake Panaraban, menurut prasasti Wanua Tengah III, raja Medang yang berkuasa adalah Rake Warak Dyah Manara yang berkuasa pada tahun 803- 827 M (yang dalam prasasti Mantyasih disebut Sri Maharaja Rakai Warak). Rakai Warak ini adalah putra dari Rake Panaraban dan juga cucu dari Rake Panangkaran.

Dari Prasasti Wanua Tengah III dan prasasti Nalanda dapat diperoleh keterangan bahwa kedua cucu dari Rake Panangkaran itu sama-sama  menjadi raja, meski raja di dua tempat yang berbeda dimana Rakai Warak Dyah Manara menjadi raja di Medang (Mataram Kuno/Jawa) dan Balaputradewa menjadi raja di Swarnadwipa (Sumatera).

Jika kakek dari Balaputradewa dapat diidentifikasikan sebagai Rake Panangkaran, apakah secara langsung dapat dikatakan bahwa Balaputradewa adalah putra dari Rake Panaraban, putra bungsunya? 

Jika hal ini dibenarkan, dan penulis juga beranggapan demikian karena sesuai dengan penggambaran yang ada di prasasti Nalanda bahwa ayah dari Balaputradewa adalah raja yang cakap dan gagah perwira yang digambarkan seperti Yudishtira, Paracara, Bhimasena, Karna dan Arjuna.

Dalam pandangan penulis, Balaputradewa dapat menjadi raja di Swarnadwipa karena faktor perkawinan. Balaputradewa kawin dengan putri raja Swarnadwipa, dan ketika mertuanya meninggal, dirinya lah yang mewarisisi kekuasaannya. 

Sebagai pangeran dari Medang (Jawa) dan cucu dari penguasa Jawa sekaligus penguasa Sriwijaya (Sumatera dan Semenanjung Malaya) hingga Khmer di Kamboja, tentunya hal tersebut bukan sebuah persoalan yang sulit bagi Balaputradewa untuk menjadi raja di daerah taklukan kakeknya.

Jadi dapat dikatakan pula bahwa prasasti Nalanda dipergunakan oleh Balaputradewa sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaannya di Swarnadwipa karena dirinya berasal dari Medang (Jawa) dan bukan dari Swarnadwipa.

Sumber bacaan:

  • Wikipedia, Prasasti Nalanda
  • Wikipedia, Prasasti Mantyasih
  • Kemendikbud, Prasasti Wanua Tengah III.
  • Anton O. Zakharov, THE AILENDRAS RECONSIDERED Nalanda-Sriwijaya centre working paper series, no. 12, Aug 2012.
  • Baskoro Daru Tjahjono, Mataram Kuna: Agraris atau Maritim, Indonesiana Platform Kebudayaan. Kemendikbud, 18 Agustus 2017.
  • Risa Herdahita Putri, Orang Jawa Yang Bertahta Di Sumatera, Historia 15 Mei 2018.

podjok pawon, Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun