Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tisu Gulung di Kamar Mandi

23 Oktober 2020   18:54 Diperbarui: 23 Oktober 2020   18:59 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Copyright: Ralf Roletschek via https://commons.wikimedia.org

Semenjak habis Subuh, hujan terus saja turun dan tak berhenti barang sejenak hingga aku akhirnya memutuskan harus naik kendaraan umum untuk berangkat ke kantor. Konsekwensinya aku harus berangkat lebih awal untuk sampai ke kantor dengan kendaraan umum seperti itu bisa memakan waktu sampai empat puluh menitan.

Jam delapan kurang seperempat aku sudah memasuki areal perkantoran. Seperti biasa Pak Waluyo yang bertugas sebagai sekuriti di kantor itu selalu menyambut kedatanganku dengan ramah. "Selamat pagi  Bu Rianti, tumben ke kantor naik kendaraan umum,"sapanya.

"Hiya pak, kalau naik motor malah ribet, dan tetep juga basah bajunya kalau hujannya turun terus seperti ini,"jawabku sambil melipat payung dan kemudian meletakannya di kotak tempat disediakan untuk menaruh payung di dekat tangga utama ke lantai dua.

Selanjutnya aku berjalan menuju ruang kerjaku yang berada disisi kiri tangga utama ke lantai dua. Setelah meletakkan peralatan perkantoran yang kubawa dari rumah, aku lalu mengambil baju batik, baju yang menjadi seragam kerjaku di kantor ini dan tak lupa membawa tas kecil yang berisi perlengkapan kosmetik. Segera aku berjalan keluar ruangan menuju ke kamar mandi dan toilet yang letaknya di ruangan paling ujung barat untuk berganti pakaian.

Jarak antara ruang kerjaku dengan kamar mandi itu sekitar 30 meteran. Kamar mandi itu berdekatan dengan ruang aula yang biasa kami pergunakan untuk pertemuan atau acara kantor yang membutuhkan tempat yang luas. Di seberang depan aula itu ada dua buah ruangan,  yang satunya digunakan  sebagai gudang tempat penyimpanan alat-alat kebersihan kantor dan satunya lagi dibiarkan tetap kosong.

Dengan cepat aku berganti baju di kamar mandi, dan kemudian berdandan  merias diri seperlunya di cermin yang ada dipasang di tembok di atas wastafel. Setelah selesai berdandan dan mematut diri, aku pun bergegas berjalan kembali menuju ruang kerjaku.

Kulihat pintu ruang kerjaku sedikit terbuka, dan dari jendela kaca kulihat  Mbak Linda teman kerjaku sudah datang di ruangan dan duduk menghadap ke layar komputer yang ada di meja kerjanya. Begitu melihat aku masuk, Mbak Linda langsung bicara," Dik Rianti, tolong ini diselesaikan ya, aku ada tugas keluar sampai tengah hari nanti, mendampingi Pak Kabid untuk penyuluhan!"

"Ya mbak, "jawabku singkat. Sudah biasa Mbak Linda mesti mendampingi Pak Kabid setiap ada acara penyuluhan ke masyarakat. Dan aku yang tinggal di kantor harus menyelesaikan pekerjaan Mbak Linda, selain tentu saja mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan utamaku.

Setelah Mbak Linda berangkat, tinggalah aku sendiri di ruangan itu. Dengan bertambahnya pekerjaan dari Mbak Linda, semakin tenggelamlah aku di dalam pekerjaan itu. Sampai-sampai tak terasa ketika jam di dinding sudah menunjukkan waktu mendekati tengah hari.

Suara azan Dhuhur dari toa yang dipasang di masjid kantor mengingatkan aku agar sejenak berhenti bekerja untuk menjalankan ibadah yang menjadi kewajiban dalam ajaran agamaku. Sekaligus setelahnya adalah acara untuk istirahan dan makan siang untuk memulihkan tenaga agar nanti tetap bugar ketika meneruskan pekerjaan di kantor.

Sebelum kembali bekerja aku merasa perlu untuk pergi ke toilet dahulu karena kebelet pipis. Setelah selesai pipis, kusempatkan diriku memperbaiki riasan wajah yang mulai luntur dengan memanfaatkan cermin besar yang di tempel ke tembok di atas wastafel.

Belum juga aku mulai merias diri, mendadak pintu kamar mandi terbuka. Kulihat dari pantulan cermin ternyata yang masuk adalah Mbak Linda yang sepertinya terburu-buru hendak ke toilet.  Begitu Mbak Linda masuk ke bilik toilet Mbak Linda lalu meminta kertas tissue. "Dik Rianti, tolong aku minta kertas tissue gulungnya," katanya.

"Ini mbak," sahutku yang lalu menyodorkan kertas tissue gulung kepada Mbak Linda melalui atas pintu bilik toilet.

Aku kembali ke depan cermin dan mulai merias wajahku supaya tampak segar kembali. Saat asyik merias, aku menerima begitu saja ketika tissue gulung yang tadi aku berikan ke Mbak Linda itu dikembalikan kepadaku. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika melihat tangan yang memberikan tissue  gulung itu adalah sepotong tangan yang penuh bulu tanpa badan. Ya, sepotong tangan penuh bulu tanpa badan.

Sontak aku menjerit sekeras-kerasnya dan setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi. Tahu-tahu ketika aku bangun, aku sudah berada di sebuah rumah sakit.

Tamat

podjok pawon, Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun