Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Horor Tirakat ke Goa Langse di Tebing Pantai Selatan yang Curam

2 September 2019   19:21 Diperbarui: 2 September 2019   19:36 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peristiwa saya ikut tirakat ke Goa Langse yang berada di tebing tepat dipinggi laut pantai selatan di timur pantai Parangtritis ini sebenarnya juga tak pernah direncanakan. Semua terjadi begitu saja saat saya ditawari Pak Ab mau dan langsung mengiyakan dan malamnya terus berangkat menuju ke lokasi tetirah atau tirakat itu.

Peristiwa ini sudah lama sekali yaitu di tahun 1992, dimana saat itu masih muda dan kalau mempunyai kemauan pasti ngotot untuk merealisasikannya. Termasuk juga untuk ikut tirakat ke Goa Langse ini. Semuanya itu  hanya didorong oleh tekad dan tenaga yang masih kuat selain karena menganggap yang mengajak adalah orang yang memang memiliki kelebihan dalam olah spiritual.

Malam itu malam Selasa Kliwon. Kami berlima naik kendaraan roda dua. Pak Ab membonceng motor saya, sedang mas Ay sendirian memakai RX-King, yang dua lagi Mas T dan mas B berboncengan dengan GL-Max. Sekitar jam 8 malam kami berangkat menuju Parangtritis.

Sejam kemudian kami sudah sampai di Parangtritis dan menitipkan motornya. Acara selanjutnya bersantai sejenak menunggu jam agar nanti sampai di lokasi itu menjelang tengah malam. Diperkirakan untuk ke Goa Langse melalui jalur perbukitan dan kemudian turun menyusuri tebing pantai itu akan memakan waktu kurang lebih satu jam.

Sungguh saya tak pernah menduga jika jalannya benar-benar mengerikan seperti itu. Semula sih jalan biasa naik turun bukit tak ada yang susah apalagi dibantu penerangan lampu senter yang terang. Tapi mendekati bibir tebing yang curam, jalannya sudah mulai mengerikan.

Pertama turun melewati 2 atau 3 tangga bambu yang disambung dan diikat pepohonan atau bebatuan yang kuat. Selanjutnya berjalan maju sedikit demi sedikit sambil berpegangan pada akar kayu atau bebatuan karang yang menonjol. Sementara itu kakinya juga harus mencari pijakan yang kokoh untuk melangkah ke depannya.

Saya masih ingat apa yang dikatakan oleh Pak Ab waktu itu. "Dik Jati, sampeyan ngetutke sikil kaleh tangan kulo nggih le cekelan oyot kaleh watu!" (Dik Jati, kamu mengikuti langkah kaki dan cara berpegangan seperti saya ya pada akar dan bebatuan karang)

Cukup mendebarkan jantung  perjalannya. Salah sedikit dan oleng kalau jatuh bakal tinggal nama. Karena kemiringan tebing itu hampir 90 derajad alias hampir tegak lurus dengan laut selatan. Benar-benar super hati-hati dalam melangkah apalagi saya hanya memakai sendal jepit.

Semuan berjalan dengan lambat, saling  bergantian  menyorotkan lampu senter untuk menunjukkan akar kayu atau batu yang akan dipegangnya dan juga  jalan yang ada didepannya. Begitu terus hingga akhirnya kami berlima sampai di tempat yang datar yang merupakan tempat orang-orang beristirahat melepaskan lelah yang berada tak jauh dari mulut Goa Langse.

Disana ternyata sudah banyak yang datang untuk melakukan tirakat Kami berlima pun lalu membaur dan beristirahat sebentar untuk memulihkan tenaga dan mengendorkan saraf yang tegang.

Setelah dirasa cukup dan waktu juga sudah melewati tengah malam, kami berlima masuk ke dalam goa. Saya langsung mencari sumber air yang memang mengalir dari dalam goa untuk minum. Luar biasa, sungguh segar air yang berasal dari mata iar yang ada di perut bukit ini. setelah nya kemudian saya cuci muka, tangan dan kaki yang dilanjutkan dengan diam duduk-duduk di dalam goa itu sembari menunggu yang lainnya selesai meditasi.

Sungguh segar badan setelah minum air dan istirahat di dalam goa itu walau waktunya tak lama karena masih banyak juga yang ingin masuk ke dalam goa dan meminum airnya karena haus. Disana tak ada yang jualan minuman botol plastik atau makanan.

Kami yang sudah keluar dari goa itu kemudian duduk-duduk santai sambil merokok. Pandangan saya tujukan ke laut yang ada di selatannya itu. Seandainya laut pasang tinggi apa nggak klelep ya goa ini pikir saya dalam hati. Mengingat tingginya goa itu bukan mustahil jika pasang naik yang tinggi maka goa ini akan terendam seluruhnya. Ngeri juga...!

Tiba-tiba saja Pak Ab menuruh kami semua mematikan rokok dan mengajak berjalan lagi untuk segera pulang. Saya tak banyak tanya dan segera mengikuti langkahnya.

Seperti saat berangkat turun, kini dengan cara yang sama kami berlima menaiki tebing yang curam itu untuk pulang. Hanya saja saya melihat ada kesan terburu-buru dari Pak Ab dilihat dari cara jalannya dan mendadak jadi pendiam.

Singkat cerita, sesampai di Parangtritis Pak Ab langsung mengajak ambil motor dan segera pulang. Saya ya manut-manut saja dengan apa yang diperintahkan olehnya.

Sesampai di rumah Pak Ab, dan ketiga teman tadi juga sudah pulang ke rumahnya sendiri-sendiri, barulah Pak Ab bercerita mengapa mendadak diam dan tergesa-gesa untuk pulang.

Ternyata ada salah satu dari mereka bertiga yang melakukan tindakan gegabah. Merokok cerutu yang berasal dari sesaji yang mereka lakukan sebelum berangkat ke Goa langse. Tindakan ini jelas merupakan tindakan mengundang  para penghuni laut selatan untuk mendatangi kami semua. Padahal tadi sebelum berangkat mereka semua sudah diwanti-wanti supaya tak merokok cerutu sajen itu.

Untunglah Pak Ab masih bisa membetengi kami berempat ini, jika tidak bukan mustahil kami bisa celaka disana yang mungkin juga bisa pulang tinggal nama. Begitu kata Pak Ab menceritakan apa yang dilihat dengan mata batinnya.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Ab, rasanya saya  mau mengumpat kepada si tolol yang bertindak gegabah itu karena saya tahu siapa orang yang merokok cerutu seperti yang dimaksudkan itu. Benar-benar bikin kapok jika pergi dengan orang macam itu. Benar-benar sembrono tak mengukur kemampuan diri dan membahayakn orang lain dan juga dirinya sendiri.

Jk, 2 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun