“Pakne, tumben pake baju rapi dimasukkan segala dan harum mewangi !” tegur Titi kepada Kuntoro suaminya dengan tersenyum geli.
“Mau ke Balai Desa, diundang rapat. Bune koq malah senyum-senyum, apa aneh kalo aku dandan?” Kuntoro balik bertanya.
“Gak papa, cuma itu ‘pintu jendelanya’ masih terbuka … hihihi” Balas titi sambil tertawa kecil.
“Waduh …. Hahahaha ….!” Kuntoro tertawa dan langsung balik kanan masuk kamar.
Di dalam kamar, Kuntoro membetulkan retsluiting celananya yang ternyata masih terbuka. Berkali-kali dibuka ke bawah dan ditarik ke atas, tetap saja tidak bisa menutup. Retsluiting celanayanya sudah rusak.
Tanpa pikir panjang, Kuntoro lalu mencari peniti untuk menutupkan retsluiting celanya. Dengan baju yang semula dimasukkan kini jadi dikeluarkan untuk menutupi peniti di celana bagian atasnya.
Titi yang melihat suaminya memakai peniti untuk mengganti retsluiting celana menjadi tertawa.
“Pakne nanti kalo penitinya lepas bisa nyate ‘manuk kututmu’ lho … hihihi … !Canda Titi.
“Wah, bune … bune janganbercanda kayak gitu to!” Kuntoro menanggapi candaan isterinya.
“Nggak begitu pakne, soalnya kalo nanti penitinya lepas, orang-orang yang tau kalo ‘menuk kututmu’ kesate itu bukannya menolong tapi malah tertawa dulu melihat sampeyan kejet-kejet megangi ‘sate kutut’ . Baru kalo sampeyan sudah pingsan, mereka akan menolong membawa pakne ke UGD … hihihi! Canda Titi.
Kuntoro yang merasa ditegur isterinya dengan bercanda lalu melepaskan celananya. Dengan masih memakai celana pendek, Kuntoro lalu menyambar sarung dan bergegas pergi ke Balai Desa.