Istrinya menggeleng. Johar memiringkan kepalanya, menunggu langkah itu mendekat dan berhenti di depan pintu rumahnya. Namun, langkah itu hanya mendekat dan seperti berbelok di sudut rumah mereka, kemudian menjauh lalu menghilang, untuk kemudian muncul lagi dari sisi rumah yang berbeda dan terdengar mendekat lagi. Johar menunggu, tetapi langkah itu hanya melewati depan rumahnya, jaraknya begitu dekat seperti hanya di balik tembok. Sekali lagi langkah itu tidak berhenti, tetapi kembali memutari rumahnya. Johar menyibakkan tirai jendela dan memandang keluar. Tidak ada siapa pun.
"Benar, kau tidak menunggu tamu?" tanyanya sekali lagi.
"Tidak, Mas."
Johar menunggu dengan penasaran hingga langkah itu kembali terdengar dan melewatinya, tetapi dia tetap tidak melihat siapa pun.
"Kau tunggu di sini," katanya gusar. "Aku akan lihat siapa yang sedang main-main. Menganggu saja."
"Mungkin hanya anak-anak."
Sejenak Johar masuk ke dalam kamar dan mengambil senter, kemudian keluar rumah. Udara dingin langsung menerpa wajahnya saat membuka pintu, membuat tubuhnya menggigil, buru-buru dia menutup pintu kembali agar udara dingin tidak masuk. Suara langkah itu kini terdengar berada di belakang rumahnya, Johar segera menghampiri dengan lampu senter menyala.
"Siapa di sana?" hardiknya. Langkah kaki itu tiba-tiba berhenti, tepat di pojok belakang rumahnya. Johar mengarahkan cahaya senternya ke sana, sekilas dia melihat warna kuning berkelebat melintas. Johar terkesiap, tidak yakin apa yang telah dilihatnya. Dengan gemetar dia menurunkan cahaya senternya, di sana---hanya berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri, seekor ular belang hitam dengan garis kuning bergelung tenang. Ular itu sebesar paha pria dewasa, matanya menatap Johar tajam dengan lidah yang menjulur-julur.
Tulang-tulang di sekujur tubuh Johar seperti meleleh, dia terpuruk ke tanah, senternya terjatuh. Lidahnya kelu, dia tidak dapat berteriak. Satu-satunya hal yang bisa dia lakuan hanyalah merangkak menjauhi tempat tersebut, hingga pada belokan menuju pintu depan dia baru dapat berdiri dan menghambur masuk ke dalam rumah. Â
"Ada apa. Mas?" tanya istrinya heran.
"Ti-tidak a-ada apa-apa," katanya terengah-engah. Keringat sudah membanjiri wajah dan kausnya. "Terus---teruskan makanmu," lanjutnya berusaha menutupi apa yang terjadi.