Baru-baru ini Alfiansyah Bustami atau lebih dikenal dengan nama Komeng memprotes penempatannya di Komite II DPD RI yang membahas pertanian. Komeng menyatakan bahwa bidang tersebut di luar kompetensinya dan berharap ditugaskan mengurus masalah seni budaya di Komite III. Selain kurang paham dengan bidangnya, Komeng menyampaikan bahwa ia kuatir dicap tidak amanah oleh pendukungnya karena terlanjur berkampanye untuk hal-hal yang berkaitan dengan isu seni budaya saat masa pemilihan. Ironisnya, Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, menanggapi penempatan Komeng di Komite II "untuk hiburan". Fenomena ini menyiratkan pertanyaan yang lebih besar terkait peran selebriti sebagai anggota DPR. Apakah mereka akan memimpin dan memperjuangkan kepentingan rakyat atau sekadar menjadi bintang penghibur di dalam gedung parlemen?
Pelantikan anggota DPR RI periode 2024-2029 yang berlangsung dengan meriah, menghadirkan harapan baru bagi rakyat. Di antara para wakil masyarakat yang terpilih, tak sedikit yang berasal dari dunia hiburan.Â
Selebriti-selebriti Tanah Air kini ikut duduk di kursi parlemen, mewakili suara rakyat. Nama-nama seperti Ahmad Dhani, Melly Goeslaw, hingga Verrell Bramasta kini tidak hanya dikenal di panggung hiburan, tetapi juga di panggung politik. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah para bintang ini punya kompetensi yang cukup untuk menjalankan amanah rakyat di Gedung Senayan?
Jika kita bandingkan dengan negara-negara maju, selebriti yang terjun ke politik bukanlah hal baru. Di Amerika Serikat, misalnya, Ronald Reagan yang seorang aktor mampu menjadi Presiden.Â
Begitu juga di India, banyak selebriti Bollywood yang sukses berkarier di dunia politik. Namun, keberhasilan mereka tak terlepas dari pendidikan dan pengalaman yang kuat dalam pemerintahan sebelum mereka memimpin. Apakah hal yang sama dapat terjadi di Indonesia ketika beberapa selebriti yang melangkah ke Senayan tidak memiliki latar belakang politik yang memadai?
Kapabilitas Politik Selebriti
Bayangkan seorang musisi yang terbiasa menghibur ratusan ribu penggemar di atas panggung, kini harus duduk berjam-jam mengikuti sidang, membahas undang-undang, dan merumuskan kebijakan yang berdampak pada jutaan rakyat.Â
Pembahasan undang-undang dan kebijakan merupakan dunia yang sungguh berbeda dari latihan vokal dan uji coba panggung. Seorang artis yang biasanya berkreasi di dunia hiburan kini harus berpikir kritis tentang masalah ekonomi, sosial, dan hukum. Apakah keahlian mereka di bidang seni bisa diterjemahkan menjadi keputusan politik yang bijak dan berdampak positif bagi masyarakat?
Ambil contoh Ahmad Dhani, seorang musisi legendaris yang dikenal dengan karya-karyanya di dunia musik. Ia kini berada di parlemen dengan tanggung jawab yang besar untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, apakah pengalaman bermusik dapat menjadi modal yang cukup untuk memahami kompleksitas regulasi yang ada di Indonesia?Â
Begitu pula dengan selebriti lain seperti Verrell Bramasta, yang lebih banyak dikenal sebagai aktor sinetron. Dunia yang mereka hadapi kini jauh berbeda dari dunia yang mereka tinggalkan. Memang manusia itu harus senantiasa belajar dan terus mengembangkan diri, namun sempatkah ketika tawaran dan "job" dunia hiburan masih bergulir?
Popularitas vs Kompetensi
Tidak ada yang salah dengan selebriti yang mencoba berkontribusi dalam politik. Yang menjadi kekhawatiran adalah apakah mereka memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang isu-isu yang akan mereka hadapi sebagai anggota DPR. Apakah popularitas yang mereka miliki sudah cukup untuk menggantikan kurangnya pengalaman di bidang politik? Politik adalah seni yang berbeda dengan seni hiburan dan rakyat berhak mendapatkan pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga kompeten.
Seperti seorang dokter yang tidak mungkin mengoperasi pasien tanpa pengetahuan medis yang cukup, seorang anggota DPR juga tidak bisa mengambil keputusan untuk rakyat tanpa pemahaman mendalam tentang peraturan perundang-undangan dan dinamika sosial politik di Tanah Air. Seperti halnya seorang pilot yang diizinkan menerbangkan pesawat setelah memiliki pengalaman yang cukup, begitu pula anggota DPR seyogyanya memiliki pengalaman yang relevan untuk mewakili rakyat dalam pengambilan keputusan penting. Jika mereka tidak dibekali dengan pemahaman yang baik dan pengalaman yang matang, keputusan yang mereka ambil bisa berisiko bagi kehidupan jutaan orang.Â
Popularitas bukanlah syarat utama menjadi pemimpin yang baik, justru pengetahuan dan kapabilitas adalah kuncinya. Analoginya, bak Dennis Rodman, pemain basket legendaris, yang mampu membawa kemenangan bagi timnya berkat keterampilan merebut bola dan bertahan di lapangan, daripada penampilan fisik atau popularitasnya di luar lapangan.
Kini, gedung megah Senayan tidak hanya dipenuhi oleh politisi, tetapi juga para artis yang datang dengan popularitas tinggi. Namun, apakah gemerlap bintang dan tampilan superior mereka mampu menjawab tantangan besar yang dihadapi bangsa ini? Mampukah seorang selebriti yang belum pernah terlibat dalam diskusi kebijakan berat, tiba-tiba memahami isu-isu seperti ekonomi global atau reformasi hukum? Apakah mereka bisa belajar dengan cepat, beradaptasi dengan dunia politik, dan benar-benar memahami apa yang menjadi kebutuhan rakyat? Hanya waktu yang akan membuktikan apakah para selebriti ini mampu menjadi wakil rakyat yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat atau hanya menjadi bintang di panggung yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H