Mohon tunggu...
Jason Kartasasmita
Jason Kartasasmita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengembara Asa

Seorang pencinta kehidupan, penjelajah rasa, dan makna, yang haus akan bahasa, pertemuan, nada, dan cakrawala baru. Terus bergerak, merangkai kisah, dan menelusuri dunia dengan perspektif awan yang bergelora demi memburu asa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perjalanan Inspiratif Melintasi Jerman: dari Bahasa hingga Budaya

20 Agustus 2023   14:36 Diperbarui: 21 Agustus 2023   21:44 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Kelompok mengenai Inklusivitas dan Anti Kolonialisme (dokpub/Jason)

Saya merupakan salah satu pemenang Nationalen Deutscholympiade in Indonesien (NDO) 2023 atau Olimpiade Bahasa Jerman tingkat Nasional yang diadakan oleh Goethe Institut. Meraih gelar ini memberikan kesempatan emas bagi saya untuk belajar di Jerman selama sebulan pada bulan Juli.

Keikutsertaan dalam kegiatan ini diorganisir oleh Pdagogische Austauschdienst (PAD) atau Dinas Pertukaran Pedagogis di Jerman. Saya bersemangat menghadapi kesempatan bertemu dengan pemenang NDO 2023 dari berbagai negara dan bersama-sama mengasah keterampilan berbahasa Jerman dalam kehidupan sehari-hari.

Menghadapi keberangkatan, perasaan gugup melanda karena persiapan menyeluruh diperlukan, dari dokumen hingga kostum dan peralatan untuk mengikuti Internationales Abend atau acara Malam Internasional yang akan diadakan di Jerman.

Tugas saya adalah mempersiapkan pertunjukan di depan warga asli Jerman dan para pemenang Olimpiade Bahasa Jerman dari berbagai negara, untuk memperkenalkan Indonesia dan budayanya. Identitas dan impresi positif tentang Indonesia menjadi penting, serta memerlukan totalitas untuk memberikan kesan yang baik kepada mereka.

Pada akhirnya, perjalanan yang dinanti pun tiba dan setelah kurang lebih 16 jam (tidak termasuk waktu transit), saya pun mendarat di Jerman.

Saya tiba di bandara Cologne-Bonn dan dengan penuh harap menunggu pihak yang akan menjemput. Sambutan hangat tour guide kami di Bonn meredakan kecemasan. Namun, penyesuaian belum selesai.

Saya merasa kesulitan memahami apa yang native bicarakan karena tempo berbicara mereka jauh lebih cepat daripada yang sudah saya pelajari selama ini. Perasaan takut dan kikuk hadir ketika interaksi masih sulit, apalagi saya akan tinggal selama sebulan di Jerman.

Kota pertama yang saya kunjungi yaitu Bonn adalah sebuah kota yang terletak di barat Jerman, di sepanjang tepi Sungai Rhein. Kota dengan nilai sejarah yang kaya ini adalah ibu kota Jerman Barat sebelum reunifikasi Jerman.

Bonn dikenal sebagai pusat kegiatan budaya dan pendidikan dengan museum seni dan Ausstellung Halle (ruang pameran) yang kerap menampilkan seni dan pameran internasional, serta Universitas Bonn yang bergengsi. Keindahan alam sekitar seperti taman-taman yang hijau dan kawasan tepi sungai menambah daya tarik kota ini.

Selama di Bonn, saya juga terkesan dengan Universitas Bonn yang sangat luas dan indah. Di Bonn, kami pun mengunjungi taman botanikal dan bermain beberapa permainan kata dalam bahasa Jerman untuk mengasah kemampuan kami dalam berbahasa Jerman.

Setelah beberapa hari berdinamika bersama teman-teman dalam bahasa Jerman, pada hari ketiga terjadi mukjizat karena tiba-tiba saya merasa bisa menangkap dengan jelas pembicaraan native di Jerman.

Demikianlah, kota Bonn begitu penting artinya bagi saya karena di kota inilah saya bisa menemukan kepercayaan diri saya kembali. Saya akhirnya mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan oleh native di Jerman dan mulai mampu berbicara bahasa Jerman dengan lebih cepat. Pertunjukkan Malam Internasional juga berakhir sukses dan saya sungguh menghargai sambutan positif dan keterbukaan dari teman-teman PAD. 

Universitas Bonn Saat Senja (dokpub/Jason)
Universitas Bonn Saat Senja (dokpub/Jason)

Tidak hanya belajar, kami juga menikmati momen santai. Seperti layaknya anak kecil, saya dan teman-teman PAD sangat gembira dan antusias ketika mengunjungi toko permen gummy bear terkenal di Jerman, yang bernama HARIBO. Suasana musim panas yang ceria sungguh kami rasakan ketika mengunyah permen HARIBO yang berbentuk beruang dan kenyal di kota Bonn.

Saya dan teman-teman di Haribo, Bonn, Jerman (dokpub/Jason)
Saya dan teman-teman di Haribo, Bonn, Jerman (dokpub/Jason)

Pada akhirnya, perjalanan indah di Bonn pun berakhir. Kota tujuan saya berikutnya adalah Aschaffenburg, dimana saya akan tinggal bersama dengan keluarga angkat. Saya berdoa semoga diberikan keluarga angkat yang baik dan menerima saya dengan tangan terbuka. 

Sebelum ke Aschaffenburg, kami sempat singgah ke kota Kln. Tempat yang paling berkesan bagi saya di Koln adalah Katedral Koln. Bagaimana tidak, Katedral Koln adalah katedral Gotik terkenal di Jerman, dengan menara-menara yang tinggi dan menjadi simbol kota Koln.

Katedral ini memiliki jendela-jendela kaca patri yang indah dan ternyata diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Setelah menyempatkan diri berdoa di gereja, saya dan teman-teman pun pergi berkeliling kota Koln.

Di kota ini, saya juga pertama kali berbelanja di supermarket bersama dengan teman-teman. Selamat tinggal Koln, saatnya beranjak ke Aschaffenburg. 

Katedral Koln (dokpub/Jason)
Katedral Koln (dokpub/Jason)

Aschaffenburg adalah sebuah kota yang terletak di bagian barat Jerman, tepatnya di negara bagian Bayern. Dengan lokasinya yang strategis di dekat Frankfurt, Aschaffenburg juga menjadi pintu gerbang bagi wisatawan untuk menjelajahi wilayah Rhein-Main yang lebih luas.

Terletak di sepanjang Sungai Main, kota ini menawarkan pemandangan alam yang indah dan memiliki sejarah yang kaya serta daya tarik budaya yang unik.

Selain kekayaan arsitektur dan budaya, Aschaffenburg menawarkan suasana yang ramah dan santai, dengan kafe-kafe yang mengundang untuk menikmati hidangan lokal dan kopi sembari menikmati pemandangan indah sepanjang Sungai Main. Pusat kota yang kuno memiliki jalan-jalan berbatu yang menambah pesona kota ini. 

Di kota yang menawarkan pesona kastil masa lampau Eropa yang mewah di tengah suasana modern inilah, selama dua minggu saya singgah dan tinggal bersama keluarga angkat saya. Saya juga mendapatkan kesempatan menjajal langsung sistem pendidikan di Jerman dengan bersekolah di Friedrich-Dessauer-Gymnasium.

Di kota ini, saya tinggal di rumah Nick, seorang Schuler atau pelajar dari Friedrich-Dessauer-Gymnasium yang berbaik hati mendampingi kami selama program PAD. 

Di Aschaffenburg, saya mengikuti pelajaran layaknya orang Jerman yang menempuh pendidikan di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Saya mendapatkan pengalaman yang sungguh berharga di sana.

Saya juga mengenal banyak teman baru yang menerima saya dengan tangan terbuka. Saya sungguh salut dengan semangat inklusivitas yang mereka tunjukkan. 

Saya juga belajar tentang budaya orang Jerman yang cenderung bebas bertanggung jawab. Di sana, pelajar sangat dibebaskan dalam hal masalah berpakaian atau cara berkomunikasi dengan guru.

Para guru sangat egaliter dan mendorong siswa untuk memiliki pendapat sendiri dan tidak ragu mengungkapkannya.

Saya juga kagum dengan respect yang mereka tunjukkan satu sama lain di kelas. Contohnya adalah bagaimana mereka diam dan menyimak dengan seksama ketika ada teman yang sedang berbicara dan mengungkapkan pandangannya.

Oleh karena itu, diskusi dan kerja kelompok selama proses pembelajaran di kelas berlangsung lancar dan sangat menyenangkan. 

Metode ajar di Jerman juga sangat menarik dan dikemas dalam permainan, misalnya dengan menggunakan perlombaan menyusun alat peraga molekul untuk mempelajari tentang ikatan molekul.

Cara ini jelas lebih menyenangkan bagi siswa dan membuat materi lebih mudah dipahami dan diingat. Jika sistem belajar ini bisa diterapkan di Indonesia, menurut saya akan sangat baik bagi perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. 

Di Aschaffenburg, saya juga menyadari bahwa sebagian besar pelajar di Jerman senang bersosialisasi dan beraktivitas fisik.

Selain sekolah, waktu saya dipenuhi dengan berkunjung ke rumah teman baru atau melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti bermain sepak bola, basket, handball, voli pantai, dan berenang di danau. Airnya dingin seperti air es dan sangat menyegarkan di tengah musim panas.

Hal ini menurut saya adalah hal yang sangat positif karena selain fisik sehat, kita juga berkembang secara sosial dan memiliki jejaring pergaulan yang lebih luas.

Di balik semua hal yang positif yang saya rasakan, ada satu hal yang baru saya sadari dan rindukan tentang Indonesia ketika belajar di Aschaffenburg, yaitu AC. Belajar di dalam ruangan pada musim panas lumayan menantang karena kebanyakan rumah dan bangunan di Jerman tidak memiliki memiliki AC padahal suhunya sangat tinggi ketika musim panas.

Saya pun akhirnya kerap membuka jendela ketika belajar ataupun tidur, demi mendapatkan hembusan angin surga yang sangat nikmat di tengah cuaca terik. Membuka jendela ketika tidur merupakan pengalaman baru yang tidak berani saya terapkan di Indonesia karena kemungkinan diserang nyamuk kebun yang ganas atau malah mengundang kehadiran maling.

Pada akhirnya, saya sadari bahwa segala hal pasti ada plus minusnya dan yang terpenting adalah bagaimana kita beradaptasi dengan baik pada setiap situasi yang kita hadapi.

Tidak terasa dua minggu berakhir di Aschaffenburg, saya mendapatkan keluarga baru yang hangat, Nick teman terbaik saya, lingkaran pertemanan baru, dan badan yang lebih fit karena aktif berolahraga. Dengan berat hati, saya pun meninggalkan Aschaffenburg dan bertolak ke Munich.

Munich adalah ibu kota negara bagian Bayern di Jerman, yang dikenal karena kombinasi warisan sejarah dan inovasi modernnya. Kota ini menawarkan pesona arsitektur klasik, seperti Frauenkirche yang terkenal dan Istana Nymphenburg yang megah. 

Selain itu, saya mendapati bahwa Munich juga merupakan pusat teknologi dan ekonomi di Jerman dengan sejumlah perusahaan teknologi tinggi dan universitas bergengsi seperti Universitas Teknik Munich (TUM).

Munich juga terkenal sebagai tuan rumah Oktoberfest, festival bir terbesar di dunia, serta memiliki taman-taman indah seperti Englischer Garten. Munich merupakan kota yang memadukan kekayaan budaya dan gaya hidup kontemporer.

Namun demikian, seperti palet warna yang beragam, setiap orang memiliki selera uniknya sendiri. Bagi saya, Munich mungkin bukanlah kota idaman, sangat sibuk dan penuh dengan hiruk pikuk. 

Namun demikian, saya sungguh menikmati satu hari perjalanan ke Zugspitze, yaitu puncak tertinggi di Jerman yang terletak di Pegunungan Alpen, yang dapat ditempuh dengan transportasi darat sekitar 1,5 hingga 2,5 jam.

Keunikan utamanya adalah pemandangan spektakuler yang meliputi empat negara, yaitu Jerman, Austria, Italia, dan Swiss. Selain itu, di puncak terdapat restoran, platform observasi, dan area ski, menjadikannya destinasi yang menarik sepanjang tahun bagi para pendaki, pengunjung, dan pecinta alam.

Pada dasarnya alam di Jerman sungguh indah, namun pemandangan di Zugspitze dimana kami masih bisa menemukan es di tengah musim panas sungguh menakjubkan.

 Saya, Keindahan Zugspitze, dan Teman - Teman PAD (dokpub/Jason)
 Saya, Keindahan Zugspitze, dan Teman - Teman PAD (dokpub/Jason)

Selepas dari Munich, perjalanan PAD saya pun berakhir di kota Berlin. Berlin adalah ibu kota Jerman yang kaya akan sejarah dan budaya. Kota ini terkenal dengan keragaman seni, arsitektur modern, dan suasana kreatif yang hidup. Salah satu landmark khas kota Berlin adalah Brandenburger Tor, sebuah gerbang bersejarah yang menjadi simbol reunifikasi Jerman dan perdamaian.

Terkait Tembok Berlin, saya mendapatkan banyak kisah menarik dari teman-teman native Jerman. Bagaimana Tembok Berlin tersebut pernah membagi kota Berlin menjadi Timur dan Barat selama hampir tiga dekade.

Namun untungnya, tembok ini berhasil dirobohkan pada tahun 1989 sehingga mengakhiri pemisahan fisik dan ideologis serta menyatukan kembali keluarga dan teman-teman yang terpisah.

Bagi orang Jerman, penghapusan Tembok Berlin mewakili simbol kesatuan dan harapan baru dan menandai akhir dari masa pembagian dan awal era bersatu yang lebih cerah.

Di Berlin, saya mengunjungi berbagai museum dan salah satu yang paling berkesan adalah ketika saya dan teman-teman diminta untuk membuat suatu karya yang bernafaskan inklusivitas dan semangat anti kolonialisme. Karya kami pun kemudian dipajang di museum. Jika mengunjungi Berlin, siapa tahu Anda menemukannya.

Karya Kelompok mengenai Inklusivitas dan Anti Kolonialisme (dokpub/Jason)
Karya Kelompok mengenai Inklusivitas dan Anti Kolonialisme (dokpub/Jason)

Pada akhirnya, berakhir sudah perjalanan kami peserta PAD 2023. Saya merasa sedih harus berpisah dengan teman-teman PAD dari berbagai negara, tour guide kami dan teman-teman baru di Jerman. Namun, kenangan dan pengalaman selama menjalani program PAD akan terus terpatri dan membentuk saya menjadi pribadi yang lebih baik.

Perjalanan ini mengajarkan tentang keragaman, inklusivitas, dan adaptasi. Terima kasih PAD, Goethe Indonesia, dan pemerintah Jerman untuk kesempatan berlatih bahasa Jerman, mengenal budaya Jerman dan juga belajar mengenai inklusivitas, respect dan kerjasama.

Sekarang saya merasa lebih siap dan percaya diri untuk berkomunikasi, menerima dan membaur dengan berbagai orang dari belahan dunia dengan pengalaman berbeda.

Dalam inklusivitas, rasa hormat, dan kerjasama, perjalanan ini membentuk saya menjadi warga dunia yang lebih siap untuk berkontribusi pada kehidupan yang lebih baik dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun