"Nam Ha! Partes-tu Francais?" mata Claude terbelalak dijejali ketakjuban.
"Juste un petit peu," Nam Ha tersipu malu, jemarinya yang lentik bermain-main di atas lima kancing yang menjadi ciri dan keharusan sebuah busana tradisional.
Perkenalan itu tak berlangsung lama ketika entah darimana datangnya, tetiba muncullah sepasang orang tua, warga lokal lainnya. Claude semula mengira pasangan itu bertujuan sama, memancing di sungai yang praktis bersendiri dalam muram nyaris sesepi cemetery. Nuansa yang bagi umumnya orang Asia akan dianggap situs yang penuh mistis. Namun menyadari aura kedatangannya yang tampak sangat tidak bersahabat, Claude segera berwaspada. Apalagi sejak kunjungannya ke negeri Vietnam Rose ini, baru kali inilah Claude bertemu warga lokal dengan wajah aneh kalau tak ingin disebut menyeramkan. Tak  ada sedikitpun keramahan lokal seperti banyak dijajakan dalam buku dan brosur Travel Guide yang diperuntukkan bagi para pelancong.
Sepasang tua itu lantas berbicara dalam bahasa ibunya dengan irama cepat dan nada tegas yang terkesan penuh luapan amarah. Bahkan Nam Ha tampak canggung menghadapinya. Gadis itu tidak berkata sepatah katapun, wajah cantiknya saja yang menunjukkan derajat kecemasan amat sangat.
"Tuan, uhm..., CC, bolehkan saya memanggilmu CC?" Nam Ha berinisiatif meruntuhkan ketegangan dengan menegur Claude. Terbukti upayanya berhasil ketika pasangan itu lantas menurunkan volume suara lalu tak lama diam walau tetap mengirimkan sorot mata mengancam.
"Ya, silakan saja. Saya suka dengan panggilan itu," Claude menjawab tanpa ragu.
"Jangan takut, CC. Mereka ini baru kembali dari festival. Dan itu hanya...topeng. Uhm... kau tahulah, macam helloween party," jelas Nam Ha setelah beberapa saat berhasil membangun komunikasi dengan pasutri sepuh itu.
"Oh, jadi kurasa, kau sedang berusaha mengatakan bahwa wajah buruk rupa ini hanyalah topeng, begitu kan, Nam Ha?" Claude memandang sekilas pada pasangan yang kompak berbaju warna senada, hitam. Caping mereka tampak usang, anyaman bambunya banyak terlepas. Entah festival apa dengan dress code semacam itu, bahkan kostum Helloween selalu memiliki tema. Tapi ah, sudahlah. Claude cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Mengapa harus repot dengan 'orang-orangan sawah' yang menganggu ini, sementara ada yang lebih sejuk dipandang mata.
Secepat Claude berpaling, secepat itulah sepasang tua buruk rupa itu menghilang. Claude tak ingat kapan tepatnya pasutri itu bergerak. Tapi Claude tak terlalu peduli. Kehadiran Nam Ha telah sukses mensabotase seluruh perhatiannya. Yang takkan terlupa baginya hanyalah tentang harum mewangi kesturi dalam dekapan hangat Nam Ha pada keesokan hari. Claude sungguh tak ingin melepas tubuh mungil itu. Rambutnya yang panjang tebal dan hitam sangat menyenangkan untuk dibelai. Dan dengus nafas halus yang genit menggelitik Adam's apple-nya, membuatnya malas turun dari ranjang. Sejak saat itu Claude terus dibuat takjub oleh fakta, entah darimana asalnya ia punya energi sebanyak ini namun yang pasti Nam Ha selalu berhasil membujuknya beradu cinta seperti sepasang cerpelai. Sepanjang hidupnya Claude telah bercinta dengan banyak wanita di setiap penjuru negeri yang ia kunjungi. Namun baru Nam Ha yang dapat menjaga gelora asmaranya tak pernah padam. Dan secara mengejutkan pula, hanya dengan Nam Ha, vitalitasnya berdobel-kuadrat.Â
"Porc a l'aigre-doux," Nam Ha berkata dengan tak lupa mengedipkan sebelah mata. "Kuliner Asia bercitarasa Perancis sebagai pemulih tenaga monsieur CC," tambahnya lagi dengan sesungging senyum penuh arti.
Begitulah Nam Ha. Istrinya itu tak hanya piawai memanjakan lidahnya saja. Ia juga terampil mengurus rumah tangga. Claude kerap membanggakan kegesitan Nam Ha yang membuatnya tak lagi memakai jasa Gavo, Cleanexpress dan Madame et Services. Padahal sebelumnya, minimal dua bulan sekali, Claude harus merogoh dana lumayan besar untuk merawat lukisan, membersihkan tirai-tirai, karpet, langit-langit, kebun dan taman yang mustahil tanpa bantuan tenaga professional.