Lala menjerit kecil, berjingkat namun tetap tak sempat menghindari percikan air itu seperti halnya rona memerah kembang sepatu yang tak berpeluang ia tutupi.
"Hahaha!" alih-alih marah mendapat teguran tajam, Lala terbahak memamerkan gerigi putihnya. "Ijinkan aku tertawa. Lucu sekali. Baru kali ini kutemui seseorang yang GR-nya akut! Super-duper parah, dah-ah!"
"Oh... Sama dong. Sebab selama hidupku di sini, baru kali ini rutinitas cuci motorku dikawal ketat dengan sorot mata rinci selayaknya cctv," Fatih membalas.
Mungkin bola mata Lala saat ini sudah serupa Tarsius Pumilus , primata nocturnal bertubuh kecil dengan sepasang mata besar menguasai wajah imutnya.
"Oho, jadi, pasti kau tak sadar bila Yamaha Abah itu jauh, jauuuhh... lebih cool dibanding dirimu? Memang ada yang menarik darimu untuk dilihat? Nee! Nothing! Zero! Zonk!" Merah padam wajah Lala. Kesal dan geregetan bersatu padu mendera.
"Baiklah. Terima kasih untuk komentar terjujur yang asyik untuk didengar hari ini," Fatih tak terpancing, kesibukkannya menggosok detil Yamaha punya body menegaskan ia sungguh tak peduli.
Dan agaknya bahasa tubuh kaku berikut satire yang diutarakan Fatih itu jelas tepat sasaran. Walau samar namun gurat sesal terlihat di wajah Lala. Kemudian dengan tonasi sedikit diturunkan, ia berkata, "Kau sendiri apa? Darimana kau berkesimpulan aku hanya memelototimu saja? Lagakmu sibuk mencuci motor, hmm...padahal..," Lala menimbang untuk tak melanjutkan kalimatnya, khawatir ia kembali dipermalukan.
"Dari mana? Ya, dari sini," Fatih mengetuk-ketuk kanebonya ke kaca spion Yamaha. Olala!
"Ugh! Dasar kau licik!" umpat Lala kesal, lalu dengan gemas ia melempar beberapa kulit kacang rebus ke arah Fatih.
Fatih tak mengelaknya. Maka hujan kulit kacang rebus itupun tumpah menimpa sebagian wajah dan rambut...hmm, Lala tak yakin apa mahluk ini botak, sebab sekian lama hanya kupluk jeleknya saja yang terlihat. Mata Fatih kemudian menyorot tajam, seolah protes atas kekonyolan Lala. Tangannya gemas meremas kanebo basah.
Lala terkesiap. Wajahnya pasi memucat. Sadar bila tindakannya barusan agak kelewatan. Melanggar batas sopan. Iapun cemas mendapati kanebo malang yang tengah diremas-remas sepenuh gemas. Bagaimana kalau Fatih membalasnya dengan kanebo basah itu? Waduh, bisa perang total nih. Sontak Lala menundukkan badan. Berlindung di balik jari-jari pagar kekayu. Buku ditangannya pun dipaksa untuk menutupi kepalanya, berjaga atas segala kemungkinan serangan balasan. Apa sebaiknya berteriak memanggil bantuan? Abah? Bunda? Pasti mati kutulah si Fatih itu. Tapi..., aih, malu benar rasanya, seperti bocah saja.