Arteria menganggap kemenag sama sekali tidak ada itikad baik untuk membantu penyelesaian kasus travel umrah bodong. Ada kesan pembiaran. Bahkan membuat kebijakan yang 'nanggung'.
Sikap kemenag dilihatnya sebagai sikap yang menjengkelkan, seperti kutu bangsat. Arteria hanya sekedar menggunakan kata benda daripada keterangan sifat.
Kenapa milih kata tersebut? Itu hanya Arteria yang tahu.
Tapi bisa kita lihat seperti ini.
Contoh:
Lebih suka bilang "Minta nasidong!" atau "Minta beras yang udah dimasak dengan cara ditanak atau dikukus dong!"
Hm?
Bahasa Indonesia memang rumit. Saking rumitnya, kita sudah terbiasa berucap seirit dan semudah mungkin, yang penting pesannya sampai.
"Apakah kamu mau makan?" bisa sangat disederhanakan menjadi "Makan?" dengan tambahan intonasi seperti menawari.
Inilah yang jadi persoalannya. Diskursus. Dalam konteks ini, penggunaan kata 'bangsat' yang sudah terlanjur dipahami sebagai umpatan.
Karena sebagian orang kita senang sekali debat ngalor ngidul, akhirnya peristiwa ini malah mengalihkan fokus. Awalnya membahas soal ijin travel umrah abal, malah jadi berbicara etika. Belum lagi cocokologinya, mengkaitkan Arteria dengan fraksinya, berujung ke generalisasi; "Oh, dari PDI-P, pantes!" Terus lanjut ke retaliasi dari pihak yang tidak suka digeneralisasi. Fokusnya makin menyimpang.
Arteria mengkritik dengan tambahan kata 'bangsat', kemenag baper. Sesederhana itu.