Berhati-hatilah akan serakah!
Telah aku katakan tadi, prosa (atau puisi) ini jelek. Saking jeleknya, aku khawatir dahi orang yang membacanya berkerut. Maafkan aku. Lihat saja, pemilihan katanya tepat berada di bawah garis kemiskinan sastra. Nilainya juga tidak mengena. Serta banyak lagi unsur prosa yang kurang pas terkandung di dalamnya. Terbukti sudah dan mempertegas kalau aku bukan seorang yang ahli di bidang karang-mengarang prosa. Karyaku itu tidak seindah kebanyakan prosa milik orang lain. Tapi aku tidak berkecil hati. Untunglah iri tidak hinggap di hati. Bagiku baik-buruknya bukan hal utama.
Saya sadar dengan diri sendiri. Saya mengerti bahwa prosa karyaku tak indah. Maka jangan pernah pernah berkata alangkah aku tidak tahu malu sampai-sampai mau menuliskan lalu membagikan prosa jelek ini. Aku hanya ingin menulis. Dan aku berkeyakinan, menulis punya manfaat, setidaknya bagiku.
Aku juga tadi katakan bahwa setelah prosa pertamaku, maka lahir banyak prosa jelek dan mirip. Maka sebelum aku menuliskan lagi satu prosa jelek , izinkan aku mendapat maaf dari Anda. Sekali lagi, maafkan saya. Dan aku mohon, tolong lanjutlah membaca prosa jelek terakhir ini.
           Banyak wanita cantik.
           Sudah mata melihatnya
           Hatiku jadi korbannya.
           Awaslah kalau jatuh cinta!
Ah, itu bukan prosa yang manis.
Salam
Â