Mohon tunggu...
Angel Sang Pemenang
Angel Sang Pemenang Mohon Tunggu... -

demokrasi telah mati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Melarang Rakyatnya Berpikir

23 Februari 2019   07:38 Diperbarui: 23 Februari 2019   11:00 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for indo post dinyatakan bersalah karena berita ahok gantikan. Sumber: kompas.com

Image result for indo post dinyatakan bersalah karena berita ahok gantikan. Sumber: kompas.comDi era demokrasi harusnya rakyat menjadi tuan atas penyelengara negara. Rakyatlah yang memberi mandat pada partai politik atau perorangan untuk mengelola negara ini. Tanpa rakyat, tentu tidak ada negara, tanpa negara tentu tidak ada presiden. Tetapi ironisnya orang atau institusi yang diberi mandat justru mengancam rakyat sebagi pemberi mandat.

Di akhir periode ini penguasa makin lama, makin panik dan ngawur yang imbasnya merugikan rakyat. Dana kelurahan digelontorkan, tarif PLN 900Watt didiskon, avtur diturunkan, semua itu baik jika proporsional. 

Tetapi terindikasi politik SUAP dengan memakai uang negara manakala dilakukan saat ekonomi sedang lesu, BUMN limbung, defisit melonjak dan utang luar negeri makin mengkawatirkan. Praktis jika pun rezim ini kalah, mereka tidak menyisakan hal yang baik, karena kondisi keuangan dihambur hamburkan menjelang pilpres untuk pencitraan.

"Orangnya boleh bodoh, tetapi uang tidak pernah bodoh". Uang yang dihambur - hamburkan pasti memiliki konsekwensi dimasa mendatang. Ibaratnya orang pesta pora dengan memakai kartu kredit selama sebulan, sedangkan biasanya gajinya pas buat makan saja. 

Maka bulan - bulan selanjutnya akan penuh penderitaan. Utang bukanlah uang gratis yang tidak perlu dikembalikan. Apalagi dijaman modern ini dimana orang sulit berkelit untuk tidak ditagih utangnya.

Selama ini banyak wacana digulirkan, "toh semua negara juga berhutang". Kemudian kita membandingkan utang Jepang dan Amerika dengan utang Indonesia. Tentu saja perbandingan harusnya apple to apple. Jepang dan Amerika memiliki perusahaan dengan teknologi paling maju dan produk - produk berskala global, dimana devisa mengalir masuk melalui perusahaan tersebut. Sedangkan Indonesia, eksport andalannya hanya kelapa sawit dan batubara. Itupun baru berupa raw material dengan nilai jual rendah.

Negara Melarang Rakyatnya Berpikir.


Apakah salah jika rakyat berpikir Ahok akan menggantikan Maruf Amin ditengah periode jika menang? Selama tujuh tahun terakhir rakyat sudah kenyang melihat pemimpin yang suka bohong. Bilang akan amanah jadi gubernur DKI, bilang akan swasembada, bilang tidak berhutang. 

Semua itu ternyata bohong. Hebatnya lagi semua janji tersebut ternyata cuma ngibul, eh kalau diingatkan malah marah marah. Ini ibarat pegawai tidak becus kerja, saat ditegur juragannya, malah lebih galak dari yang punya uang.

Siapa yang bisa memastikan empat tahun kedepan akan seperti A atau B? Jadi kemungkinan kemungkinan, analisa dan nalar berpikir, harusnya dihargai. Rezim ini berlagak paling bener, paling bisa pegang komitmen, sehingga berpikirpun rakyat dilarang.

Dewan Pers pun mungkin takut ditegur, "yang gaji kamu siapa?" untuk tidak menegor Indopos. Padahal soal pers yang bertanggung jawab, Dewan pers lebih layak menegur Capres yang mengumbar data data bohong saat debat. Seorang capres, diforum resmi disaksikan puluhan juta rakyat berani bohong dan agresif. Tidak bisa dinalar dimana kejujuran dan integritasnya?

Saya justru salut dengan cara bertahan Pak Prabowo saat debat capres. Tidak emosional dan tidak menyerang adalah situasi sulit, karena bisa dipersepsikan bodoh. Tetapi Pak Prabowo sadar bahwa saat debat, banyak rakyat dalam berbagai lapisan melihat. Terpancing untuk melanggar batas kesopanan dan adab yang berlaku, bisa berimplikasi rumit pada negara ini. 

Pemimpin yang baik tentu tidak ingin memancing emosi publik. Sangat berbeda dengan yang menghalalkan cara untuk memberi sentimen negatif seolah ada capres yang menguasai tanah secara ilegal. Ini sangat berbahaya tidak saja bagi iklim politik tapi juga iklim investasi dimana pengusaha akan mudah diintimidasi untuk memberi suap dengan mengatasnamakan rakyat.

Jika pemimpin melarang rakyatnya berpikir, menganalisa sebuah kemungkinan. Maka sejatinya pemimpin tersebut sedang mengkianati amanah pembuakaan UUD 45 untuk mencerdaskan segenap kehidupan bangsa ini.

Salam

Angel Sang Pemenang.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun