Salah fokus, salah prioritas, salah strategi itulah yang dialami pemerintahan Pak Jokowi saat ini. Bagaimana mau menjadi empat besar dunia, bagaimana mau mengejar, Korea, Jepang , China. Di Asean-pun rupiah paling menderita. Ilusi dari sebuah kerja yang tidak iklas.
Hari ini kita melihat, Sri Mulyani yang di jaman Pak SBY berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi dan menjaga rupiah, hari ini seperti Ronaldo di jaman Mourinho, bukan Ronaldo saat dilatih Zidane. Mungkin diperiode mendatang kita akan menemukan Sri Mulyani baru dan muda. Akan sangat luar biasa jika mereka mengabdi pada negara ini, jika negara ini dipimpin oleh orang yang benar benar pintar. Orang yang tahu bisnis dan negara bukan cuma berbekal baca majalah atau koran. Bukan orang yang bicara cerita Thanos di forum internasional, atau cuma sekedar menghafal nama nama ikan.
Tidak selamanya sederhana itu baik, orang tidak mau membeli tiket Garuda Indonesia jika layanannya setara Lion Air. Klub sepak bola tidak mau membayar mahal foto model untuk jadi pemain bola, jika memang tidak mahir main bola. Demikian juga negara, masa kita dipimpin oleh orang yang idenya pun harus didikte orang lain lewat selembar teks pidato? Seharusnya pemimpin itu berlimpah limpah ide, pengetahuan dan pemahamannya, sehingga ibaratnya sambil mimpi pun bisa bicara panjang lebar menyampaikan visi dan gagasannya. Hello.... kita hidup dijaman millenial lho, masa pidato sebentar saja pakai teks, pintar bingitz?
Penguasaan bahasa asing seringkali berbanding lurus dengan pengetahuan seseorang. Bagaimana mungkin bisa membaca literatur atau jurnal, atau artikel dari negara yang lebih maju. Jika membaca bahasa inggeris pun kacau balau? Tanpa membaca, pa iya orang pintar dari mimpi tiap malam? hehehe...
Jika kita suka cerita bawang putih bawang merah, cinderela atau pangeran kodok, atau cerita sinetron "tersanjung" yang berjilid - jilid. Biarlah itu cuma bagian dari hiburan. Mau bilang bagaimana pun jelek cerita sinetron, faktanya rakyat yang jadi miskin butuh hiburan, butuh pelepasan, butuh ilusi. Tetapi dalam dunia nyata, dalam bernegara. Memilih yang benar - benar baik dan pintar adalah tanggungjawab atas masa depan bangsa ini.
Jangan sampai negara ini dipimpin lagi oleh para amatiran yang saat jadi walikotapun, lampu penerangan jalan diputus PLN gegara nunggak bayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H