Jose Mourinho pernah hebat bersama Porto dan Inter MIlan menjadi juara Liga Champion. Tetapi itu dulu, sepuluh tahun yang lalu. Sepakbola terus berkembang, ilmu kepelatihan dan strategi sudah jauh bergeser. Jadi jangan heran jika selama melatih Real Madrid, Mourinho gagal meraih juara Liga Champion.Â
Para pemain bintang gusar dengan cara main ortodok dan tidak mengapresiasi skill pemain. Skema mainnyapun sangat melelahkan, hanya berlari kesana kemari mengejar bola tanpa keinginan menguasai bola, jika mendapatkan bola pemain akan diminta tenda jauh jauh ke depan.Â
Para striker hanya mendapat umpan - umpan spekulatif tanpa skema penyerangan yang jelas. Artinya striker harus berjuang sendiri melawan tiga empat bek lawan untuk sebuah bola lambung. Jadi intinya hanya bertahan supaya tidak kebobolan, kemudian berharap striker memenangkan duel dari umpan spekulatif. Memang Liga Inggris dikenal dengan sistem "kick and rush", tapi kick and rush Mourinho ini jelas lebih ortodok lagi, karena menisbikan skill pemain bintang.
Seperti ditampar oleh Zenedine Zidane, begitu Mourinho keluar dari Real Madrid, klub ini justru berhasi meraih juara Liga Champion 3 kali berturut - turut. Artinya dengan kualitas pemain yang sama, racikan Mourinho ini jelas gagal total.
Ibarat Ronaldo di Real Madrid jaman Jose Mourinho, saat ini Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti tenggelam dalam sebuah sistem yang benar - benar bodoh. Mantan Direktur Bank Dunia ini saat ini seperti anak magang yang baru lulus S2 fakultas ekonomi. Walaupun berhasil memotong anggaran amburadul gaya 'Pokoke" Pak Jokowi. Sri Mulyani tetap kesulitan menyeimbangkan neraca pembayaran.Â
Dulu saat pusaran krisis ada di Korea Selatan, krisis ekonomi menyebabkan reformasi 98, kemudian saat pusaran krisis di Amerika dan Eropa, Pak SBY dengan tangguh memimpin negeri ini selamat dari krisis. Sekarang krisis dunia belum sebera itupun melanda negara kecil seperti Venezuela dan Argentina yang letaknya jauh dari Indonesia, tetapi ekonomi dan rupiah sudah sangat menderita. Sama sekali tidak terlihat kehebatan Sri Mulyani seperti Jaman Pak SBY.
Pak Jokowi dan Mourinho
Sebenarnya terlalu mewah bagi Pak Jokowi jika dibandingkan dengan Jose Mourinho. Mourinho pernah menjuarai Liga Champhion, kompetisi antar klub paling prestisius di dunia. Sebenarnya Pak Jokowi juga pernah menjadi walikota terbaik sedunia, tetapi kita semua tidak tahu itu walikota terbaik versi apa, dan lembaga yg mengadakan kredibilitasnya seperti apa. Anggap saja benar, daripada dianggap menghina.
Tetapi ada satu persamaannya sehingga penulis tetap berusaha membandingkannya. Soal ngotot dan pokok'e kedua orang ini cukup mirip. Mourinho ngotot dengan gaya ortodok parkir bus, tak peduli caci maki dan cibiran banyak orang. Sedangkan Pak Jokowi ngotot dalam pengelolaan anggaran.Â
Gaya Pak Jokowi membuat utang baru benar benar meresahkan banyak pihak, karena terbukti perhitungannya banyak meleset. Infrastruktur salah fokus, sehingga tidak memicu efek domino pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi beban bunga pinjaman yang terlanjur diambil jelas akan membebani APBN dimasa depan. Bisa dipastikan, kegagalan infrastruktur di jaman Pak Jokowi ini akan menekan pertumbuhan ekonomi dimasa depan.
Sebenarnya masih banyak banget kelemahan Pak Jokowi yang bikin geregetan, bukan karena benci tetapi sedih karena keputusan yang diambil satu orang dampaknya merugikan 250 juta rakyat Indonesia. Bagaimana tidak geregetan, jumlah utang yang menjulang dalam sekejap, anggaran infrastruktur yang sangat besar, ternyata cuma menghasilkan pertumbuhan ekonomi 5%, bahkan pernah 4%. Angka ini jelas terasa njomplang dibanding dengan jaman Pak SBY.