Mohon tunggu...
Angel Sang Pemenang
Angel Sang Pemenang Mohon Tunggu... -

demokrasi telah mati

Selanjutnya

Tutup

Money

Presiden Itu Bukan Simbol, Jadi Harus Pinter Beneran

8 September 2018   09:05 Diperbarui: 9 September 2018   08:26 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transfer knowledge tidak bisa dilakukan hanya dalam sebuah rapat - rapat kabinet. Kemudian kita berasumsi semua ideal dan presiden hanya memilih dua opsi yang sama sama bagus. Keputusan terkadang mempunyai tautan yang sangat rumit dan perlu pemahaman dasar. Tidak mungkin juga rapat kabinet menjadi sebuah kuliah umum tentang politik atau ekonomi.

Mengingat pentingnya posisi presiden, sudah bukan waktunya lagi memilih presiden karena hal hal artifisial dan gimnick yang gampang dikondisikan seperti misalnya, baik hati, suka beri sepeda, punya banyak kartu, bajunya sederhana ataupun masuk gorong gorong atau situasi yang mudah disetting lainnya. Presiden haruslah punya kepandaian dan kecakapan kelas dunia. Jika pun kuliah sebaiknya dengan prestasi yang membanggakan dan kelas dunia, jika menjadi pengusaha bukan cuma kelas kotamadya. 

Memang benar tidak semua yang "kelas global" berkorelasi dengan kualitas, contohnya untuk sebuah nominasi walikota terbaik didunia. Apa mungkin kota kecil di Jawa Tengah mengalahkan komplektivitas kota kota super metropolitan dunia seperti, Tokyo, Beijing, Seoul, New York, London, Amsterdam, Dubai, dsb?

Dunia Makin Global, Kita Jangan Norak

Kompetisi dunia itu riil, bagaimana kita bisa berkomunikasi setara tanpa punya pride yang tinggi? Jika soal bahasa saja sudah menjadi kendala, bagaimana mungkin kita bisa menunjukkan sebagai pemimpin Indonesia yang dihargai di kancah global. Bahasa bukan segalanya, tetapi bahasa banyak bercerita tentang dimana posisi seseorang tersebut seharusnya berada, kemampuan bahasa menunjukkan jam terbang, kemampuan bahasa menunjukkan seberapa luas perspektif seseorang.

Berbicara antipasif beda dengan pesimisme. Antisipasif artinya kita paham bahaya didepan, mempersiapkan diri untuk sesuatu terburuk dan berharap yang terbaik yang terjadi.

Sedangkan pesimisme adalah setara dengan fatalisme, seolah semua sudah nasib, tidak ada yang perlu diubah juga tidak berusaha mengubah hal yang buruk. Albert Einstein seorang ilmuwan penemu teori relativitas mengemukakan, "Idiot adalah berharap hal yang berbeda dengan melakukan hal yang sama."

So, jika saat ini kita sudah merasakan pahitnya kegagalan. Mengapa kita tidak menggantinya?

Mari sejenak merenung, mendengarkan kejujuran nurani kita, #2019GantiPresiden.

5 tahun sudah cukup, biarkan semua pemimpin datang dan pergi, asalkan negeri ini bisa berjaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun