Dengan senyum Broedin pun bilang : bukan gitu wan,,ane hanya pengen tau,,tu yang namanya Ka'bah ada besinya ga, siapa tau ntar bisa jadi besi tua,,,Hah kurang ajar ente ditempat suci sempet-sempetnya jualan sama Tuhan,,kualat ente,,gak selamat,,tiba-tiba bakiak melayang,,,Broedin pun ngeles sambil cengengesan Kadang saya juga heran, nasionalisme si Broedin suka dipertanyakan, tapi menurut Broedin prinsip menghormati seperti falsafah : Bapa-Guru-Ratu, artinya yang pertama harus dihormati adalah orang tua, yang kedua guru, kyai yang mengajari kita, baru yang terakhir penguasa.
 Namun bukan karena itu nasionalismenya luntur, pernah dia ngotot waktu 17-an disuruh nyanyi:" 17 Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita". Dia ngeyel bukan 17 tapi 16, akhirnya orang-orang mengalah, maka dengan lantang Broedin bernyanyi : 16 Agustus tahun empat lima,,,besoknya hari kemerdekaan kita,,,, Atau lain kali disuruhnyanyi lagu nasional nadanya aneh,,,bayangkan disuruh ambil suara yang keluar hanya : ggrruuuudddd,,,,sampe akhirnya : gruuddaaa pancasilaaa,,akulah pendukungmu,,,,
 Jadi saya beruntung memiliki sahabat bernama H.Broedin ini, pemikirannya out of the box,,hubungannya dengan Tuhan pun mesra seperti teman, kadang seperti kekasih lagi marahan, bukan seperti atasan-bawahan. Kehidupannya banyak warna, semua dijalani dengan ikhlas, apapun kesulitan hidup sampai titik nadir pun tidak kelihatan ngresulo alias mengeluh, paling dia protes : katanya Sampeyan Rahman dan Rahim,,manaaa,,,saya ada kesulitan Sampeyan biarkan. Jujur,,saya tidak akan sanggup bilang seperti itu dihadapanNya, hanya orang-orang yang telah dekat bisa berkata semesra itu, dan salah satunya adalah sobat saya Tuan Broedin.