Dia mengangguk.
“Ya, pak. Aku merasa malu. Tapi, kenyataan tidak akan pernah bisa diubah hanya dengan rasa malu. Karena, aku bukanlah orang yang kuat pak, aku lemah.”
Dia mengulangi lagi pernyataannya.
“Kenapa kamu masih bicara seperti itu. Kamu masih muda. Jika kamu merasa lemah. Coba lihat dari sudut pandang yang berbeda. Dari segi tertentu, kamu mungkin adalah manusia terkuat di dunia. Cobalah, misalkan dunia ini hanya tersisa dua orang manusia, aku dan kamu. Pasti kamulah yang lebih kuat dariku. Ototmu masih perkasa, sedangkan ototku sudah lapuk dimakan usia. Ya, aku memang bilang tadi kalau aku masih sekuat saat aku berumur dua puluhan. Tapi, itu hanyalah salah satu cara agar aku menjadi lebih kuat dari aku yang sebenarnya. Itulah yang orang katakan sebagai kekuatan sugesti. Kamu harus tahu itu.”
Dia tersenyum.
“Bukannya tadi kamu bilang, kamu tidak peduli padaku pak?”
“Ya. Itu tadi. Sekarang lain. Aku merasa perlu untuk memberikan ceramah pada anak muda yang seharusnya tidak merendahkan dirinya di hadapan orangtua sepertiku.”
“Terimakasih pak. Perhatianmu sangat aku hargai.”
Dia memandang jauh ke depan.
“Tapi, tetap saja. Aku bukanlah orang yang kuat pak. Aku ini lemah”
Aku mulai merasa marah terhadapnya.