pemudaindonesiafoundation.blogspot.com
“Aku bukanlah orang yang kuat pak. Aku lemah” kata pemuda berusia sekitar dua puluhan tahun tersebut kepadaku. Matanya sayu. Dia membiarkan rambut, kumis, serta jenggotnya panjang tidak terurus. Pakaiannya pun terlihat lusuh. Mungkin tidak pernah di cuci selama paling tidak satu bulan terakhir. Begitu juga celananya yang sobek dan penuh tambalan dan bekas jahitan yang tidak sempurna. Kemungkinan besar dia sendiri yang menjahit sobekan yang ada di bagian lutut dan bagian selangkangan celananya tersebut.
Dia tidak memakai sepatu ataupun sandal. Hanya bertelanjang kaki ketika dia tiba-tiba duduk di sampingku, di pinggir taman, dan tiba-tiba berbicara kalimat di atas. Melihat keadaan dirinya yang seperti itu, aku yakin dia merupakan seorang gelandangan musafir. Maksudku musafir di sini itu karena aku tidak pernah melihatnya di kotaku. Sebagai orang yang lahir dan menghabiskan puluhan tahun usiaku hingga pensiun satu tahun lalu di sini, aku mengenal semua seluk beluk bahkan hingga tempat paling rahasia sekalipun di kota ini. Seperti tempat istri simpanan walikota sekarang dan tempat selingkuhan walikota sebelumnya misalnya.
Aku tidak merasa kasihan sama sekali dengan pemuda ini. Untuk apa aku kasihan hanya karena mendengar kata-kata putus asa darinya. Dia boleh tidak mempunyai harta. Tapi, dia sama sekali tidak terlihat memiliki cacat yang membuatnya tidak bisa menghasilkan uang. Lihatlah otot-otot yang berjejeran di tangannya legam itu. Setidaknya, jika dia tidak bisa menggunakan otak, ototnya sudah lebih dari cukup untuk digunakan sebagai alat pengganjal perut.
“Aku tidak peduli.” kataku tegas.
Dia memandangku dengan pandangan yang menyipit.
“Kenapa?”
“Buat apa aku peduli padamu. Kita bahkan tidak kenal. Dan, lihat!. Apa kamu tidak punya rasa malu mengatakan kalau kamu lemah di usia yang semuda ini. Aku sudah berusia lebih dari 60 tahun. Tapi, aku masih merasa kuat. Serasa hidup masih berjalan di usia dua puluh”
Dia tidak menanggapi.
“Kamu berasal dari mana?” mengalihkan topik pembicaraan, aku pikir tidak ada salah sedikit berbincang dengannya. Lumayan untuk menghabiskan waktuku yang seringkali membuatku bingung harus dihabiskan untuk apa saja akhir-akhir ini.
“Jauh. Di selatan”