Mohon tunggu...
Puisi Pilihan

Mamaku

8 Mei 2016   14:00 Diperbarui: 8 Mei 2016   14:45 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Suara derap langkah kaki orang banyak membangunkanku dan mama. Ketika aku membuka mataku, aku melihat sekumpulan orang-orang berpakaian putih dan beberapa orang satpol pp yang sering aku hindari jika melihat mereka, telah mengelilingku dan mama. Biasanya, aku bisa membawa mama lolos dari kejaran satpol pp dengan menggendong mama dan bersembunyi di tempat yang tidak terduga oleh mereka. Tapi, kali ini aku tidak mempunyai kesempatan untuk lari. Pertama, mama terlihat tidur dengan nyenyak di tengah suara sunyi yang tidak biasa ini. Aku tidak ingin membangunkan mama karena pernah aku membangunkan mama, dan dia mengamuk selama beberapa jam. Kedua, sesuatu berbentuk jarum ditembakkan ke arahku oleh seorang berpakaian putih dan entah kenapa, benda itu membuatku merasa sangat mengantuk. Lagi, sebelum mataku tertutup sepenuhnya, aku kembali melihat wanita tersebut. Dia masih di sana, kali ini bersama banyak orang yang sepertinya teman-temannya. Aku telat menyadarinya karena jeda waktu antara aku bangun dan tertidur kembali sangat singkat. Tapi, dari pemandangan sepintas itu, aku tahu, dialah yang memanggil orang-orang ini. Detik itu juga kebencianku terhadapnya muncul.

***

Aku terbangun di sebuah tempat yang kecil, berbentuk kotak, dengan tembok yang mengelilinginya. Di tembok depanku, sebuah pintu berbentuk jeruji dengan gembok yang berkarat mencegahku untuk keluar dari tempat ini. Apapun nama tempat ini, pasti merupakan sebuah penjara.Aku berjalan menuju pintu tersebut. Dari sela-sela terali besi, aku bisa melihat keluar. Beberapa orang berpakaian serba putih terlihat olehku berbincang-bincang dengan wanita yang mengikuti kami.Tiba-tiba aku teringat mama, aku melihat ke segala arah. Aku tidak bisa menemukan mamaku. wanita tersebut dengan orang-orang berpakaian putih tersebut pasti telah menculiknya.

“Kembalikan mamaku!!!”

Aku berteriak keras, menggoyang-goyangkan terali besi, memukul-mukul tembok dengan tangan, kaki, dan kepalaku. Aku tidak peduli meski darah bermuncratan keluar dari tubuhku. Keinginanku hanya satu, aku ingin mama kembali. Orang yang berada di luar penjaraku terlihat panik. Mereka segera berlari ke arahku, tapi tidak melakukan apapun. Mereka hanya terpaku, diam melihat diriku yang menendang dan memukul ke segala arah. Lalu, aku melihat seseorang datang, dia membawa sesuatu berbentuk seperti pistol panjang. Dia menembakkan pistol tersebut ke arahku. Sebuah rasa sakit kecil terasa di tanganku sebelah kiri. Mataku terasa berat. Itu pasti obat bius. Akupun jatuh terlelap dalam sekejap.

***

Kembali, aku terbangun, dan tidak tahu berapa lama, kali ini dengan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuh. Tapi, rasa sakit tersebut segera terlupakan, aku melihat mama di sampingku, masih tertidur nyenyak dengan anak wanita kesayangannya. Aku memeluk mama, aku mencium aroma tubuhnya yang telah menemaniku lebih dari setengah tahun. Aroma seorang ibu. Tersenyum. Mamaku lega mama telah kembali kepadaku.

Dalamkeadaan memeluk mama, aku melihat sekeliling. Aku berada di sebuah tempat yang tidak terlalu berbeda dengan yang sebelumnya. Aku tahuitu karena aku tidak melihat noda darahku di tembokmya. Berarti, aku dibawa ke sini oleh mereka. Apapun itu, alasan mereka, aku tidak peduli sepanjang aku bisa selalu bersama dengan mama. Itu sudahcukup. 

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara dari seberang pintu, wanita itu. Dia hanya melihat kami lekat-lekat, dan tiba-tiba airmata keluar dan mengalir pelan di pipinya. Dia menangis, untuk kedua kalinya di depan mataku. Dan, aku masih mengira-ngira mengapa. Ketika aku sibuk mengira apa arti tangisannya tersebut, seseorang mendekat. Laki-laki bertubuh tegap dengan sebuah luka tersayat di lengan kanannya. Meletakkan tangannya di bahu wanita tersebut.

“Apa itu tangis sedih atau bahagia?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun