Sebagai komunitas mantan Telkom yang kebanyakan masih aktif ketika Hari Bhakti Postel masih diperingati, mereka  tidak mau melupakan jasa para pejuang AMPTT yang merebut Kantor Pusat PTT di Gedung Sate Bandung dari tangan penjajah Jepang. Salah satu thema yang pernah mereka angkat adalah JASMERAH. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ini pesan Bung Karno.
Banyak debat kusir digelar terkait  Jasmerah itu. Sebagian orang nyinyir dengan mengatakan mengingat-ingat masa lalu adalah sekedar syndrom manusia tua menjelang era post power.Â
Namun sebagian orang yang lebih bijak punya alasan juga, bahwa masa lalu adalah bagian dari keutuhan mozaik masa kini. Menjadi sebab dari sebuah akibat, menjadi akibat dari sebuah sebab.Â
Masa kini hadir berkat masa lalu. PT Telkom (1991)  tak ada sebelum ada Perumtel (1974). Perumtel menjelma dari PN Telekomunikasi (1965), dan PN Telekomunikasi  pecahan dari PT PN Postel (1961).Â
PT Postel sebelumnya bernama PTT (Pos Telegraft en Telphone dient) yang didirikan Belanda 1906, direbut oleh Jepang di tahun 1942 dan diambil kembali oleh AM PTT di tahun 1945. Itu rangkaian peristiwa yang tidak dapat dinegasikan meskipun dengan mesin waktu.Â
Mereka yang terkubur, tulang belulang yang berserakan itu, yang darahnya memerahkan tanah, yang keringatnya membanjiri jalan, tidak mengharap apapun. Mereka para suhada yang telah menyelesaikan tugas historis-nya. Mereka telah mewariskan semangat dan tekad. Warisan itulah yang sebenarnya harus kita pelihara. Berangkat dari pandangan ini, peringatan hari bersejarah pada dasarnya lebih dibutuhkan oleh generasi masa kini. Bukan untuk mereka yang telah mati.
Bangsa Indonesia, termasuk bangsa yang menghargai para pahlawannya. Setiap tahun banyak hari penting Nasional yang diperingati, sekolah dan kantor diliburkan, upacara-upacara digelar.Â
Pada detik-detik peringatan itu, biasanya dibacakan sekilas prosa perjuangan yang melatar belakangi-nya. Keberanian Angkatan Muda PTT, Mas Suharto dan kawan-kawan biasanya juga dibacakan pada setiap Upacara hari Bhakti Postel.
Darah pahlawan itu, mungkin boleh diklaim ada di Serikat Karyawan Telkom. Secara ideologis, AMPTT dan Serikat Karyawan  punya ikatan sejarah yang linear. Mereka adalah anak jaman yang ditakdirkan untuk lahir bersebelahan dengan  mainstream kekuasaan.Â
Sekelumit drama keberanian Serikat Karyawan Telkom  pernah terekam dalam lensa sejarah dalam rangka membentengi perusahaan tempat mereka berbasis dari ancaman-ancaman. BUMN Telekomunikasi ini milik negara, artinya ada kepemilikan rakyat disitu. (meskipun sekitar 47% saham Telkom dipegang oleh orang asing).Â
Para karyawan yang bekerja di dalamnya yang tergabung dalam serikat karyawan tidak sekedar numpang kerja lalu dapat gaji, tetapi juga menjadi kekuatan yang memikul tanggung jawab eksistensialis telekomunikasi NKRI. Peristiwa 27 September 1945 itu adalah pesan sejarah sangat penting. PTT dibebaskan dari tangan Jepang oleh karyawan, itu yang harus dicatat. Â