Hari Bhakti Postel 27 September, sejak tahun 2009 sudah tidak menjadi hari penting di Telkom. Keputusan mencari tanggal hari jadi Telkom yang baru itu diambil oleh Dirut Rinaldy Firmansyah (saat itu) konon katanya dalam upaya mencari jati diri Telkom.Â
Ketika sejumlah riset dilakukan, bertemulah sebuah tanggal 23 Oktober 1856. Tanggal itu adalah hari penting milik Belanda sebenarnya. Pada hari itu  jaringan telegraf Batavia -- Bogor berhasil dibangun.Â
Rupanya moment itu dianggap cocok dijadikan hari lahir Telkom. Keputusan itu melahirkan kegaduhan. Serikat Karyawan  dan Pengurus Pensiunan Telkom secara resmi mengirim surat protes.
Wacana pun bergulir, manajemen Telkom setelah dipimpin Alex J. Sinaga merespon positif masukan tersebut, lalu dilakukan pencarian kembali. Maka bertemulah pula dengan tanggal 6 Juli 1965.Â
Tanggal itu adalah hari di mana Pemerintah memecah PN Postel menjadi dua yaitu PN Pos & Giro dan PN Telekomunikasi. Tanggal ditanda tanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1965 Â tersebut dijadikan sebagai hari lahir Telkom.Â
Keputusan tersebut sudah diambil di tahun 2016 yang ditetapkan dengan Akta Notaris Ashoya Ratam 28 Juli 2016 Nomor 73, namun peresmiannya tidak dilakukan pada tahun tersebut. Mengubah hari jadi bukan pekerjaan mudah, salah-salah bisa jadi bahan tertawaan.Â
Lebih-lebih perubahan akta lahir sebelumnya belum lama berselang. Bayangkan, dalam 7 tahun usia Telkom berubah 3 kali, dari 64 tahun mendadak tua menjadi 161 tahun, terus berubah muda lagi menjadi 51 tahun. Â Mungkin itu yang disadari manajemen Telkom, sehingga dibuat skenario masa transisi.Â
Di tahun 2016 Peringatan hari lahir Telkom ke 161 tanggal 23 Oktober 2016 tidak dilaksanakan. Sebaliknya hari lahir Telkom yang baru diupacarakan pertama kali di 6 Juli 2017. Dengan demikian usia Telkom di tahun 2017 berubah dari 161 tahun menjadi 52 tahun.Â
Ternyata untuk kepentingan tertentu, usia bisa dinegosiasikan. Hehehe...
Apakah Telkom melupakan peristiwa 27 September 1945. Kalau lupa mungkin tidak, namun yang jelas tidak lagi berusaha mengingat-ingat. Namun tidak demikian dengan para pensiunan Telkom.Â
Sebagai komunitas mantan Telkom yang kebanyakan masih aktif ketika Hari Bhakti Postel masih diperingati, mereka  tidak mau melupakan jasa para pejuang AMPTT yang merebut Kantor Pusat PTT di Gedung Sate Bandung dari tangan penjajah Jepang. Salah satu thema yang pernah mereka angkat adalah JASMERAH. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ini pesan Bung Karno.
Banyak debat kusir digelar terkait  Jasmerah itu. Sebagian orang nyinyir dengan mengatakan mengingat-ingat masa lalu adalah sekedar syndrom manusia tua menjelang era post power.Â
Namun sebagian orang yang lebih bijak punya alasan juga, bahwa masa lalu adalah bagian dari keutuhan mozaik masa kini. Menjadi sebab dari sebuah akibat, menjadi akibat dari sebuah sebab.Â
Masa kini hadir berkat masa lalu. PT Telkom (1991)  tak ada sebelum ada Perumtel (1974). Perumtel menjelma dari PN Telekomunikasi (1965), dan PN Telekomunikasi  pecahan dari PT PN Postel (1961).Â
PT Postel sebelumnya bernama PTT (Pos Telegraft en Telphone dient) yang didirikan Belanda 1906, direbut oleh Jepang di tahun 1942 dan diambil kembali oleh AM PTT di tahun 1945. Itu rangkaian peristiwa yang tidak dapat dinegasikan meskipun dengan mesin waktu.Â
Mereka yang terkubur, tulang belulang yang berserakan itu, yang darahnya memerahkan tanah, yang keringatnya membanjiri jalan, tidak mengharap apapun. Mereka para suhada yang telah menyelesaikan tugas historis-nya. Mereka telah mewariskan semangat dan tekad. Warisan itulah yang sebenarnya harus kita pelihara. Berangkat dari pandangan ini, peringatan hari bersejarah pada dasarnya lebih dibutuhkan oleh generasi masa kini. Bukan untuk mereka yang telah mati.
Bangsa Indonesia, termasuk bangsa yang menghargai para pahlawannya. Setiap tahun banyak hari penting Nasional yang diperingati, sekolah dan kantor diliburkan, upacara-upacara digelar.Â
Pada detik-detik peringatan itu, biasanya dibacakan sekilas prosa perjuangan yang melatar belakangi-nya. Keberanian Angkatan Muda PTT, Mas Suharto dan kawan-kawan biasanya juga dibacakan pada setiap Upacara hari Bhakti Postel.
Darah pahlawan itu, mungkin boleh diklaim ada di Serikat Karyawan Telkom. Secara ideologis, AMPTT dan Serikat Karyawan  punya ikatan sejarah yang linear. Mereka adalah anak jaman yang ditakdirkan untuk lahir bersebelahan dengan  mainstream kekuasaan.Â
Sekelumit drama keberanian Serikat Karyawan Telkom  pernah terekam dalam lensa sejarah dalam rangka membentengi perusahaan tempat mereka berbasis dari ancaman-ancaman. BUMN Telekomunikasi ini milik negara, artinya ada kepemilikan rakyat disitu. (meskipun sekitar 47% saham Telkom dipegang oleh orang asing).Â
Para karyawan yang bekerja di dalamnya yang tergabung dalam serikat karyawan tidak sekedar numpang kerja lalu dapat gaji, tetapi juga menjadi kekuatan yang memikul tanggung jawab eksistensialis telekomunikasi NKRI. Peristiwa 27 September 1945 itu adalah pesan sejarah sangat penting. PTT dibebaskan dari tangan Jepang oleh karyawan, itu yang harus dicatat. Â
Memang begitulah seyogianya yang harus terjadi, disaat sistem manajemen perusahaan tidak mungkin melawan kebijakan penguasa, maka tanggung jawab itu diambil alih karyawan-karyawannya.
.......Darah perjuangan itu mengalir deras, namun secara alami akan semakin mengering diterpa waktu dan zaman yang terus berubah. Itulah sebabnya peritiwa dramatis heroik itu diperingati  untuk memperlambat lekangnya semangat perjuangan guna melanjutkan mimpi para pejuang pendahulu. Narasi ini yang mungkin kurang dipahami oleh mereka yang melihat hari lahir hanya sekedar tanggal dalam kalender.
SELAMAT HARI BHAKTI POSTEL KE 75.Â
Banjarbaru, 27 September 2020Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H